Pemberian label ini merupakan contoh terkini Trump menggunakan bahasa simbolis yang termiliterisasi guna membenarkan operasi AS terhadap penyelundupan narkoba.
Washington, DC – Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan akan menandatangani perintah eksekutif yang mengklasifikasikan fentanil beserta prekursor intinya sebagai “senjata pemusnah massal” (WMD). Ini merupakan perkembangan mutakhir dari administrasinya yang semakin mengadopsi bahasa bermuatan militer untuk melegitimasi operasi melawan kartel narkoba dan penyelundup.
Pengumuman pada Senin (9/3) ini menyusul serangkaian rujukan berulang pemerintah Trump yang menyebut penyelundup narkoba sebagai “narco-teroris” serta penetapan kartel Amerika Latin sebagai “organisasi teroris asing”.
Rekomendasi Cerita
**Daftar 3 item**
**Akhir daftar**
Administrasi ini berulang kali menegaskan bahwa kelompok penyelundup narkoba internasional bukan sekadar jaringan kriminal yang berorientasi profit, melainkan organisasi yang bertujuan mendestabilisasi AS.
“Tidak diragukan lagi bahwa pihak-pihak yang memusuhi Amerika menyelundupkan fentanil ke Amerika Serikat, sebagian karena mereka ingin membunuh warga Amerika,” ujar Trump pada Senin dalam sebuah acara di Gedung Putih.
“Karena itulah, hari ini saya mengambil langkah lanjutan untuk melindungi warga Amerika dari momok fentanil mematikan yang membanjiri negara kita,” tambahnya.
“Dengan perintah eksekutif bersejarah yang akan saya tandatangani hari ini, kita secara resmi mengklasifikasikan fentanil sebagai senjata pemusnah massal.”
Belum jelas apakah pemberian label ini akan memiliki dampak praktis, atau bagaimana implikasinya terhadap fentanil yang dibeli secara legal untuk keperluan medis.
Perintah eksekutif tersebut secara sederhana menyerukan serangkaian tindakan dari para kepala lembaga eksekutif untuk “menghilangkan ancaman fentanil ilegal beserta bahan kimia prekursornya terhadap Amerika Serikat”.
Berdasarkan hukum AS yang berlaku—yang tak dapat diubah presiden secara sepihak—senjata pemusnah massal didefinisikan sebagai “senjata apa pun yang dirancang atau dimaksudkan untuk menyebabkan kematian ata luka berat melalui pelepasan, penyebaran, atau dampak dari bahan kimia beracun atau prekursornya”.
Definisi ini mencakup “senjata apa pun yang melibatkan agen biologis, toksin, atau vektor”, serta “senjata apa pun yang dirancang untuk melepaskan radiasi pada tingkat yang membahayakan nyawa manusia”.
Istilah WMD juga didefinisikan sebagai “alat perusak” apa pun, termasuk bom konvensional, misil, granat, atau benda yang dapat diubah untuk meluncurkan proyektil.
Ancaman yang Meningkat
Administrasi Trump menggunakan upaya mitigasi penyelundupan fentanil sebagai dalih untuk menaikkan tarif terhadap Meksiko dan Tiongkok.
Administrasi ini juga memanfaatkan kampanye luas anti-narkoba untuk membenarkan serangan terhadap kapal-kapal yang diduga menyelundupkan narkoba di Karibia dan Pasifik timur—tindakan yang oleh kelompok HAM dianggap dapat dikategorikan sebagai pembunuhan di luar pengadilan—serta untuk melegitimasi penempatan aset militer dalam jumlah besar di lepas pantai Venezuela.
Trump berulang kali mengancam akan melancarkan serangan darat di wilayah Venezuela untuk memerangi penyelundupan narkoba.
Ia mengulangi ancaman tersebut pada Senin. “Kami akan mulai menghantam mereka di darat, yang sejujurnya jauh lebih mudah dilakukan,” katanya.
Pemimpin Venezuela, Nicolas Maduro, berpendapat bahwa kampanye tekanan AS bertujuan untuk menjatuhkan pemerintahannya.
Terlepas dari retorika yang meningkat terhadap Venezuela, para ahli regional mencatat bahwa negara tersebut, dan Amerika Selatan secara umum, bukanlah pusat produksi atau ekspor fentanil yang dikenal.
“Harus dipahami dengan jelas, tidak ada fentanil yang berasal dari Venezuela atau wilayah lain di Amerika Selatan,” ujar John Walsh, Direktur Kebijakan Narkoba dan Andes di Washington Office on Latin America (WOLA), dalam pengarahan ahli awal bulan ini.
Sejumlah kritikus menyamakan kampanye tekanan Trump terhadap Venezuela dengan pembangunan tensi sebelum invasi AS ke Irak pada 2003, yang didasarkan pada temyan keliru bahwa pemerintah Saddam Hussein mengembangkan senjata pemusnah massal.