StandWithUs
Michael Smuss dalam foto handout yang telah diperbarui
Michael Smuss, seorang penyintas Ghetto Warsawa di Polandia yang melakukan perlawanan terhadap Nazi, telah meninggal dunia pada usia 99 tahun di Israel.
Ia bergabung dengan pemberontakan ghetto itu sebagai seorang remaja pada tahun 1943, membantu membuat bom bensin. Ditangkap, ia selamat dari kamp-kamp konsentrasi dan sebuah pawai maut sebelum berakhirnya Perang Dunia II.
Setelah perang, ia menjadi seorang seniman dan edukator Holocaust. Kedutaan Besar Jerman dan Polandia di Israel memberikan penghormatan kepadanya di media sosial.
“Ia berulang kali mempertaruhkan nyawanya selama Holocaust, berjuang untuk bertahan hidup dan menolong tahanan lainnya di Ghetto Warsawa – bahkan setelah ia ditangkap oleh Nazi dan dideportasi ke kamp-kamp konsentrasi,” pernyataan Kedutaan Besar Jerman di X.
Kedutaan Besar Polandia menyatakan Smuss “memberikan ceramah kepada pemuda tentang sejarah Yahudi Polandia dan menuangkan kenangannya melalui seni. Warisannya abadi.”
Kedutaan Besar Polandia dan Holocaust Educational Trust, sebuah organisasi amal Inggris, menyebut Smuss sebagai pejuang terakhir yang selamat dari Pemberontakan Ghetto Warsawa. Namun, pada tahun 2018, pejabat Israel dan media internasional, termasuk BBC, melaporkan bahwa Simcha Rotem, yang baru saja meninggal pada usia 94 tahun, adalah pejuang terakhir yang selamat dari pemberontakan tersebut.
Bulan lalu, Duta Besar Jerman untuk Israel menganugerahkan Smuss dengan Tanda Kehormatan Federal Jerman, sebagai pengakuan atas kontribusinya terhadap edukasi Holocaust dan mempromosikan dialog antara kedua negara, demikian pernyataan kedutaan.
“Ribuan orang, khususnya kaum muda di Jerman, telah belajar dari kesaksian-kesaksiannya.”
Kedutaan Besar Jerman di Israel
Duta Besar Jerman untuk Israel menganugerahkan sebuah medali kepada Michael Smuss pada bulan September
Smuss lahir pada tahun 1926 di Kota Bebas Danzig, sebuah negara-kota yang kini menjadi Gdansk, Polandia. Ia kemudian pindah ke Lodz sebelum dideportasi ke Ghetto Warsawa bersama ayahnya.
Ratusan ribu Yahudi dipadatkan ke dalam ghetto tersebut, di mana mereka menghadapi kemiskinan, kelaparan, penyakit, dan kedinginan.
Karena Smuss berbicara bahasa Jerman, ia dibawa keluar untuk bekerja di sebuah pabrik memperbaiki dan mengecat ulang helm, seperti yang diceritakannya dalam sebuah video yang direkam untuk Sumter Museum di AS pada tahun 2022.
Ia bergabung dengan Resistansi Yahudi di ghetto itu, dan ia serta yang lain mulai mencuri sebanyak mungkin pengencer cat untuk membuat bom bensin.
“Kami mengisi botol-botol yang kemudian diletakkan di atap-atap semua rumah dekat pintu masuk ghetto dengan harapan begitu mereka datang, kami akan melemparkannya ke bawah,” ujarnya.
Pada 19 April, Nazi datang untuk mengosongkan ghetto, sebuah kantong di Warsawa yang diciptakan oleh Nazi untuk memisahkan dan menganiaya Yahudi. Para pejuang resistansi melawan balik dengan senjata-senjata yang mereka tukar dengan pakaian hangat dari tentara Italia yang telah dikirim dari Afrika ke front Rusia.
Resistansi tersebut, yang disebut Smuss sebagai “pemberontakan terbesar dalam perang ini melawan Jerman”, berlangsung selama 28 hari.
“Sangat sulit… tidak ada mandi, tidak ada makanan. Mereka membakar, melikuidasi satu rumah demi satu rumah, penuh asap membakar di mata Anda,” katanya.
Ia menggambarkan ribuan mayat terbaring di depan rumah-rumah dan “bau gas dan tubuh yang membusuk”.
Ia, bersama beberapa orang lainnya, ditangkap pada tanggal 29 April.
Corbis via Getty Images
Michael Smuss, diidentifikasi oleh The Jerusalem Post sebagai yang keempat dari kiri, ditahan setelah Pemberontakan Ghetto Warsawa
Mereka dimasukkan ke dalam kereta menuju kamp pemusnahan Treblinka. Saat ia menyaksikan orang-orang meninggal dalam perjalanan, “hatiku menjadi membatu,” ujarnya.
Di tengah jalan, kereta itu dihentikan oleh para majikan yang mencari untuk mengambil kembali pekerja yang telah diambil dari pabrik mereka. Seorang Jerman lainnya datang mencari pekerja yang berpengalaman, dan Smuss menawarkan dirinya serta orang-orang yang dikenalnya.
“Ketika kami berangkat dengan kereta ke Treblinka, saya yakin bahwa hidup saya telah berakhir,” katanya kepada The Jerusalem Post awal tahun ini. “Tetapi ketika kereta itu berhenti, saya merasa dengan segenap jiwa raga bahwa pada hari ini saya tidak akan mati.”
Ia dipindahkan dan mengalami kerja paksa di kamp-kamp lainnya, dan akhirnya sebuah pawai maut ke Dachau, sebelum para penangkapnya dari Nazi melarikan diri dari kedatangan pasukan Amerika.
Ia mengatakan kepada The Jerusalem Post bahwa ayahnya terbunuh saat mencoba melarikan diri dari satu kamp, sementara ibu dan saudara perempuannya, yang dapat tetap tinggal di Lodz, selamat.
Smuss awalnya kembali ke Polandia, tetapi kemudian pindah ke AS, di mana ia bekerja, belajar, dan memulai sebuah keluarga.
Setelah mengalami gejala trauma, ia pindah ke Israel pada tahun 1979 sendirian untuk mencari pertolongan, di mana ia mendalami seni dan mengedukasi orang lain tentang Holocaust.
Ia meninggalkan seorang istri.