Cara Mengenalkan Anak pada Sains dan Teknologi di Masa Depan yang Tak Pasti

Bagaimana dengan AI? Kalau kecerdasan buatan mengambil alih, beberapa pihak berpendapat bahwa tidak ada gunanya lagi mempelajari fisika atau ilmu pengetahuan apapun. AI bisa saja melakukan separuh pekerjaanmu bahkan sebelum kamu menyelesaikan gelarmu. Namun argumen itu mengabaikan alasan mendasar mengapa orang mempelajari sains. Tujuannya adalah untuk menemukan hal-hal baru, untuk mengajukan pertanyaan yang tidak akan terpikirkan oleh bot-bot yang tidak punya rasa ingin tahu. Manusia sangat menyukai seluruh proses pemecahan masalah itu. Itulah sebabnya mereka senang menyusun sisi-sisi kubus Rubik hingga cocok. Memang, robot mungkin bisa melakukannya lebih cepat, tapi bukan itu intinya. Sains adalah salah satu hal yang membuat manusia menjadi manusia.

Hal kedua yang perlu dipikirkan adalah bahwa AI hanyalah sebuah alat. Ilmuwan telah menggunakan AI untuk membantu mereka memahami berbagai hal sejak lama. Misalnya, bayangkan sebuah akselerator partikel raksasa (seperti yang ada di CERN di Swiss). Saat dioperasikan, alat itu menghasilkan data dalam jumlah yang sangat besar. Dengan menggunakan pembelajaran mesin, ilmuwan dapat memproses informasi yang sangat banyak untuk mencari pola-pola yang mungkin membutuhkan waktu sangat lama bagi manusia untuk menelusinya. Ini merupakan kombinasi sempurna antara manusia dan mesin yang bekerja sama. AI mengerjakan hal-hal yang membosankan, sementara manusia mengerjakan hal-hal yang menyenangkan. Situasi yang saling menguntungkan.

Sekarang, mengenai pendanaan. Sangat umum untuk memandang sains sebagai cara untuk mendapatkan sesuatu. Kalau kamu tidak mendapat apa pun dari sains, maka kamu tidak perlu memberikannya sesuatu (uang). Para politikus seringkali menyebutkan penyelidikan ilmiah yang terlihat tidak perlu, seperti menciptakan “tikus transgender,” saat berusaha mendiskreditkan penelitian dan universitas yang melakukannya. Ini membuat para peneliti berada pada posisi dimana mereka harus berkata, “Sebenarnya, itu bukan yang kami lakukan,” dan “Inilah alasannya mengapa ini sebenarnya berguna,” tetapi meskipun mereka didengar, seringkali kerusakan sudah terlanjur terjadi. Komentar-komentar seperti itu tetap menggoyahkan kepercayaan terhadap sains dan mengakibatkan diputuskannya dana hibah.

MEMBACA  Peluncuran Blue Origin New Glenn: Saksikan perjalanan perdana roket orbital ini

Tetapi, memandang sains dari segi return on investment juga meleset dari sasaran. Hal itu tidak hanya konyol, tapi juga seringkali keliru. Pertimbangkan kisah Heinrich Hertz. Pada tahun 1886, ia menggunakan sebuah osilator listrik untuk menghasilkan percikan api di perangkat lain di seberang ruangan. Singkatnya, dia membuktikan keberadaan gelombang elektromagnetik. Saat itu, dia ditanya apa kegunaan penemuannya ini untuk membuat masyarakat lebih baik. Jawabannya: “Sama sekali tidak ada gunanya.” Ini adalah contoh yang sangat penting, karena Hertz tidak melakukan ini untuk mendapatkan hal-hal keren atau untuk menghasilkan uang bagi investor—tetapi temuannya justru membuka jalan bagi segala macam produk yang sangat berharga. Yaitu: Wi-Fi, Bluetooth, radio, TV, dan masih banyak lagi. Hertz, saya ingin catat, adalah seorang profesor pada saat itu.

Intinya, STEM sama seperti jurusan-jurusan lainnya. Kamu seharusnya memasuki bidang-bidang ini karena kamu menganggap mereka luar biasa. Mungkin kamu akan membuat lightsaber sungguhan—tetapi jika tidak, kamu mungkin hanya akan menemukan cara-cara baru untuk menyalakan TV.