Amerika Serikat tengah meluncur kencang menuju penghentian pemerintah pada Selasa malam, dan tampaknya tidak ada kemauan dari kedua sisi jurang partisan untuk menghindarinya.
Pertemuan darurat antara Presiden Donald Trump dan para pemimpin Demokrat di Kongres tidak membuahkan kemajuan berarti. Malahan, kedua belah pihak semakin mengokohkan posisi mereka.
“Saya kira kita menuju ke shutdown karena Demokrat tidak mau berbuat yang benar,” ujar Wakil Presiden JD Vance kepada wartawan usai pertemuan di Gedung Putih. “Anda tidak bisa mengarahkan pistol ke kepala rakyat Amerika dan berkata, ‘Kecuali kalian melakukan persis seperti yang diinginkan Demokrat Senat dan DPR, kami akan tutup pemerintah kalian’.”
Pemimpin Mayoritas Senat Demokrat Chuck Schumer menyatakan masih terdapat “perbedaan yang sangat lebar” antara partainya dengan Gedung Putih.
Tidak ada seorang pun yang terdengar optimistis.
Posisi ini semakin mengeras pada Senin malam setelah Trump membagikan video AI yang penuh makian yang mengolok-olok pimpinan Demokrat.
Video itu menggambarkan Pemimpin Minoritas DPR Hakeem Jeffries mengenakan sombrero dan kumis palsu, serta Schumer dengan suara buatan mengatakan bahwa imigran tanpa dokumen harus mendapat layanan kesehatan gratis. Keduanya merespons dengan marah, dengan Jeffries menyebutnya sebagai tindakan bigoti.
Dalam hal tuntutan substantif dari masing-masing pihak, Republik menginginkan perpanjangan sementara tingkat pengeluaran saat ini – pada dasarnya menunda masalah legislatif sedikit lebih jauh.
Mereka puas dengan cara keadaan berjalan, terutam karena pemerintahan Trump telah menerapkan pemotongan anggaran secara mandiri, tanpa bantuan dari penyusun anggaran kongres.
Demokrat ingin praktik itu dihentikan.
Apa gunanya, pikir mereka, bernegosiasi perihal kesepakatan tingkat pengeluaran jika Trump hanya akan mengabaikannya?
Mereka juga menginginkan kesepakatan pasti untuk memperbarui subsidi asuransi kesehatan pemerintah bagi individu berpenghasilan rendah yang kadaluarsa pada akhir tahun – sesuatu yang sejauh ini enggan dilakukan Republik.
Itulah posisi negosiasi kedua belah pihak, tetapi pertarungan henti pemerintah lebih dari sekadar kebijakan – ini tentang politik.
Republik yakin mereka memegang posisi politik yang lebih tinggi.
Partai yang mengajukan tuntutan sebagai syarat untuk menjaga pemerintahan tetap buka – dalam hal ini Demokrat – biasanya akan menanggung sebagian besar kesalahan ketika shutdown terjadi.
Trump dan pimpinan Kongres Republik sudah mengklaim bahwa merekalah pihak yang rasional.
Merekalah, katanya, yang hanya ingin membeli waktu lebih banyak untuk bernegosiasi tanpa dampak buruk dari shutdown.
Tentu saja, Demokrat tidak memandangnya demikian.
Mereka percaya isu kesehatan adalah isu yang menguntungkan bagi mereka, sehingga mereka ingin debat difokuskan pada apakah jutaan warga Amerika akan kehilangan kemampuan untuk membayar asuransi kesehatan.
Mendanai pemerintah secara sementara selama tujuh minggu, dalam pandangan mereka, hanya mendekatkan tenggat waktu subsidi itu tanpa kemajuan yang berarti.
Yang mempersulit situasi bagi Demokrat adalah kenyataan bahwa banyak Republik tampaknya tidak terganggu dengan penutupan pemerintah yang berkepanjangan.
Kepala Anggaran Gedung Putih Russ Vought baru-baru ini mengedarkan memorandum yang menjelaskan bagaimana pemerintahan Trump akan menggunakan shutdown untuk melakukan pengurangan jangka panjang baru dalam belanja federal dan daftar pegawai.
Posisi dan program pemerintah yang dianggap “tidak penting” selama penutupan akan ditutup secara permanen – perluasan dari pemotongan Department of Government Efficiency (Doge) awal tahun ini.
Namun para pemimpin Demokrat tampaknya percaya bahwa ancaman tersebut hanyalah gertakan atau taktik negosiasi.
Pemimpin Minoritas Senat Chuck Schumer menyebutnya “sebuah upaya intimidasi”.
“Donald Trump telah memecat pekerja federal sejak hari pertama – bukan untuk memerintah, tapi untuk menakut-nakuti,” kata Schumer. “Ini bukan hal baru dan tidak ada kaitannya dengan pendanaan pemerintah.”
Schumer dan sesama pimpinan Kongres Demokrat juga berada di bawah tekanan berat dari basis politik mereka untuk tetap bertahan menghadapi serangan Republik.
Pada bulan Maret, Demokrat Senat menghadapi kritik pedas dari dalam partai mereka sendiri karena membuat kesepakatan pengeluaran enam bulan dengan Republik, bahkan ketika Trump sedang dalam kampanye pemotongan anggaran Doge-nya.
Kali ini, Demokrat mungkin merasa terpaksa memicu shutdown untuk menunjukkan tekad mereka.
Pada akhirnya, pertarungan shutdown adalah ujian keteguhan. Ini adalah ujian untuk menentukan pihak mana yang paling mampu menahan rasa sakit politik.
Demokrat mungkin melihat manfaat dalam melawan Republik, tetapi apakah mereka rela berdiam diri ketika program federal dan layanan pemerintah yang dikelola – termasuk yang untuk warga Amerika berpenghasilan rendah – ditutup?
Republik mungkin berbicara keras tentang memotong pemerintah, tetapi sebagai partai yang berkuasa, mereka bisa paling dirugikan jika sentimen publik berubah secara dramatis.
Shutdown pemerintah terbaru, selama masa jabatan pertama Trump, berlangsung 35 hari, mencetak rekor sebagai yang terlama dalam sejarah Amerika.
Meskipun pertarungan itu tentang pengeluaran untuk tembok perbatasan AS-Meksiko yang diusulkan presiden, itu berakhir karena pengatur lalu lintas udara federal – yang bekerja tanpa dibayar – mulai tinggal di rumah, mengancam gangguan besar pada penerbangan AS.
Shutdown bisa tak terduga. Dan sementara kedua belah pihak tampaknya ingin berkelahi, tidak seorang pun tahu kapan, atau bagaimana, pertarungan ini akan berakhir.