Seorang oligark Moldova dan mantan politisi senior telah diekstradisi dari Yunani dengan tuduhan terlibat dalam pencurian senilai $1 miliar.
Vladimir Plahotniuc, 59 tahun, diterbangkan dari Athena ke Chişinău pada Kamis pagi dan kemudian dibawa ke sebuah lembaga pemasyarakatan di ibukota Moldova, menurut pejabat setempat.
Konglomerat tersebut, yang menghadapi beberapa perkara pidana berlarut-larut di Moldova, telah berulang kali menyangkal segala kesalahan dan bertekad membuktikan bahwa ia tak bersalah.
Ekstradisinya terjadi hanya beberapa hari jelang pemilihan parlemen pada Minggu, di mana Presiden Maia Sandu memperingatkan bahwa kemerdekaan dan masa depan Eropa Moldova sedang terancam akibat upaya-upaya Rusia untuk menghasut kekerasan dan menyebarkan disinformasi.
Vladimir Plahotniuc melarikan diri dari Moldova pada 2019, ketika Partai Demokratnya tersingkir dari kekuasaan.
Pada Kamis pagi, ia terlihat diiringi keluar dari pesawat yang ditumpanginya oleh polisi Moldova dan pihak Interpol.
Ia kemudian dimasukkan ke dalam sebuah mobil dan dibawa pergi dari bandara.
Dalam sebuah unggahan di media sosial, Presiden Sandu menulis: “Jika kita tidak menyerah ketika situasi sulit dan terus berjuang – seluruh masyarakat terus berjuang – bahkan penjahat yang seolah tak terkalahkan akan menghadapi pengadilan.”
Pengacaranya, Lucian Rogac, menuduh pemerintah pro-UE Sandu telah mengubah ekstradisi kliennya “menjadi sebuah tontonan politik yang tidak berkelas” menjelang pemilihan penting ini.
Sang pengacara juga menyatakan bahwa “hak-hak fundamental” kliennya dilanggar selama proses ekstradisi yang dimulai pada 22 Juli dengan penangkapannya di bandara Athena atas permintaan Moldova.
Konglomerat ini merupakan salah satu tersangka utama dalam hilangnya $1 miliar dari tiga bank Moldova pada 2014 – sebuah kasus yang dijuluki “pencurian abad ini”.
Pada saat itu, jumlah tersebut dilaporkan setara dengan lebih dari 10% dari produk domestik bruto Moldova.
Ekstradisinya terjadi saat negara yang terletak di antara Rumania dan Ukraina ini sedang mempersiapkan pemilihan tanggal 28 September yang akan menentukan apakah Moldova melanjutkan integrasi dengan UE, atau kembali ke bawah pengaruh politik Rusia.
Awal pekan ini, Sandu menuduh Moskow telah “mencurahkan ratusan juta euro” ke Moldova dalam upaya menghasut kekerasan serta menyebarkan disinformasi dan ketakutan.
“Kremlin yakin kita semua bisa dibeli. Bahwa kita terlalu kecil untuk melawan… Tapi Moldova adalah rumah kami. Dan rumah kami tidak untuk dijual,” ucap presiden tersebut.
BBC baru-baru ini mengungkap bukti adanya jaringan yang terkait dengan Moskow dan pengusaha Moldova buronan Ilan Shor yang bekerja untuk menyebarkan disinformasi.
Seorang reporter menyamar menemukan orang-orang yang dibayar untuk memposting konten palsu secara daring, yang bertujuan melemahkan partai berkuasa sebelum pemilu. Postingan tersebut telah dilihat jutaan kali. Shor belum menanggapi permintaan komentar dari BBC.
Dalam pidatonya di Majelis Umum PBB di New York pada Rabu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memperingatkan bahwa Eropa tidak boleh kehilangan Moldova kepada pengaruh Rusia, setelah gagal menyelamatkan Georgia dan Belarusia dari orbit Moskow.
Zelensky mengatakan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin – yang melancarkan invasi skala penuh ke Ukraina pada 2022 – “akan terus mendorong perang semakin meluas dan dalam” jika tidak dihentikan.
Sementara itu, partai-partai pro-Rusia di Moldova menuduh Sandu berusaha mengintimidasi mereka – dan memengaruhi hasil pemilihan.
Mereka juga menyatakan bahwa pemerintahannya tidak melakukan cukup banyak dalam menangani korupsi yang merajalela.
Dinas intelijen luar negeri Rusia (SVR) pekan ini menuduh negara-negara Eropa merencanakan “pemalsuan terang-terangan” terhadap hasil pemilu pada Minggu untuk memicu protes.
SVR memperingatkan bahwa UE dapat melancarkan “serangan bersenjata dan pendudukan de-facto” terhadap Moldova, dengan klaim palsu bahwa UE sedang mengerahkan pasukan.
Moldova mendeklarasikan kemerdekaannya saat Uni Soviet bubar pada 1991, tetapi memiliki populasi berbahasa Rusia yang signifikan. Wilayah separatis Transnistria, yang didukung Moskow, masih menjadi basis bagi sejumlah pasukan Rusia.