Rabu, 6 Agustus 2025 – 10:08 WIB
Jakarta, VIVA – Langkah Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang memecat kepala Biro Statistik Tenaga Kerja (BLS), Erika McEntarfer, menimbulkan kekhawatiran para ahli ekonomi dan statistik. Mereka khawatir tindakan ini bisa membuat AS mirip negara-negara yang sering "memasak data" seperti Argentina dan Yunani.
Baca Juga:
Netanyahu Ngotot Ingin Caplok Gaza Sepenuhnya, Begini Respons Donald Trump
McEntarfer dipecat Jumat lalu setelah Trump menuduh lembaga itu memalsukan data tenaga kerja untuk "tujuan politik". Laporan BLS menunjukkan penambahan 73.000 pekerjaan di Juli, jauh di bawah perkiraan, serta revisi turun untuk angka Mei dan Juni sebanyak 258.000 pekerjaan secara total.
Baca Juga:
Sebut Fenomena Rojali-Rohana ‘Isu yang Ditiup-tiup’, Airlangga Ungkap Data Sebaliknya
Trump tidak memberikan bukti atas tuduhannya. Ia memperkuat tuduhannya lewat media sosial Senin, menyebut laporan BLS sebagai "rekayasa". Langkah ini dinilai mengancam tradisi AS dalam pengumpulan data netral yang menjadi dasar stabilitas ekonomi dan kepercayaan internasional.
Baca Juga:
Anggota DPR Desak Trump Akui Negara Palestina
Presiden AS Donald Trump di Washington DC
Erica Groshen, mantan kepala BLS di era Obama, menyoroti perubahan aturan pegawai negeri oleh Gedung Putih April lalu. Ia memperingatkan kebijakan ini bisa memicu "politisasi" badan statistik pemerintah.
"Pimpinan BLS bisa dipecat jika merilis data yang tidak menguntungkan bagi presiden," tulis Groshen dalam makalahnya, seperti dilansir The Guardian, 5 Agustus 2025.
Groshen mencontohkan Yunani dan Argentina yang kehilangan kredibilitas statisik akibat tekanan pemerintah. IMF bahkan sempat tidak pakai data inflasi Argentina pada 2013, sedangkan Yunani dituding "menghilangkan" defisit anggaran untuk masuk zona euro.
Perubahan ini berdasarkan perintah eksekutif Trump pada 20 Januari 2025, hari pertamanya menjabat kembali. Sekitar 50.000 pegawai sipil kini bisa diklasifikasi ulang, sehingga lebih mudah dipecat. Groshen khawatir ini bisa dipakai untuk menekan badan statistik.
"Perubahan dalam layanan sipil memudahkan pemerintah mengintervensi lembaga statistik. Ini berbahaya karena keahlian bisa kalah oleh loyalitas politik," katanya.
Kekhawatiran ini bisa berdampak besar pada kredibilitas ekonomi AS di mata investor dan lembaga internasional.
Halaman Selanjutnya
Groshen menyoroti bahwa negara-negara seperti Yunani dan Argentina pernah kehilangan kredibilitas statistik akibat tekanan pemerintahan. IMF bahkan sempat menghentikan pakai data inflasi Argentina pada 2013.