Sabtu, 26 Juli 2025 – 21:56 WIB
Jakarta, VIVA – Praktisi hukum Gatot Hadi Purwanto mengingatkan agar Kejaksaan Agung (Kejagung) RI lebih berhati-hati dalam menghitung kerugian negara. Termasuk dalam kasus cap lebur emas PT Aneka Tambang (Antam) Tbk.
Baca Juga:
Mahfud MD Sebut Wamen Rangkap Komisaris Beresiko Tersangkut Kasus Korupsi
Menurut Gatot, secara yuridis, Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 mensyaratkan adanya perbuatan yang merugikan keuangan atau perekonomian negara sebagai unsur tindak pidana korupsi, khususnya dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
Aturan ini ia sampaikan terkait kasus cap lebur emas yang ramai dibicarakan belakangan ini. Awalnya, disebutkan negara rugi Rp 5,9 kuadriliun dari peredaran 109 ton emas. Namun, di sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Mei lalu, kerugian disebut Rp 3,3 triliun.
Baca Juga:
Kasus Jual Beli Kuota Haji, KPK Segera Panggil Eks Menag Gus Yaqut
Gatot menekankan, potensi kerugian tak bisa jadi patokan hukum.
Baca Juga:
Terkuak! KPK Sebut Ridwan Kamil Samarkan Kepemilikan Kendaraan Pakai Nama Pegawai
"Dalam hukum pidana, kerugian negara tak bisa spekulatif. MK dalam Putusannya No. 25/PUU-XIV/2016 menegaskan kerugian harus nyata (actual loss), bukan prediksi," kata Gatot di Jakarta, Sabtu (26/7/2026).
Di kasus cap lebur emas Antam, angka Rp 5,9 kuadriliun (berubah jadi Rp 3,3 triliun) disebut akibat penyimpangan penjualan logam mulia tanpa prosedur resmi.
"Tapi, apakah ini benar-benar kerugian aktual?" tanyanya.
Jika hitungan hanya berdasarkan selisih harga dan pajak tak dibayar, angka itu belum tentu masuk kerugian negara. Apalagi tanpa bukti uang benar-benar hilang dari kas negara atau BUMN.
"Ada beda antara potensi kerugian (potential loss) dan kerugian aktual (actual loss). Dalam hukum, korupsi hanya terbentuk dari kerugian aktual yang pasti."
Gatot mengingatkan putusan MA, termasuk No. 21 K/Pid.Sus/2009, bahwa kerugian negara dalam korupsi harus dibuktikan secara konkret oleh BPK atau BPKP.
Pada 27 Mei lalu, PN Jakarta Pusat menjatuhi vonis 6 mantan pejabat Unit Bisnis Pengelolaan Logam Mulia Antam. Mereka didakwa korupsi pengelolaan emas 2010-2022, menyebabkan kerugian Rp 3,3 triliun.
Keenamnya dihukum 8 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider 4 bulan kurungan. Mereka adalah Tutik Kustiningsih, Herman, Iwan Dahlan, Dody Martimbang, Abdul Hadi Aviciena, dan Muhammad Abi Anwar.
Dody sebelumnya pernah jadi terpidana korupsi kerja sama Antam dan PT Loco Montrado yang diusut KPK.