Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Soejanto Tjahjono, menjelaskan tiga tahap penyelidikan untuk mencari tahu penyebab pasti tenggelamnya KM Tunu Pratama Jaya di Selat Bali pada 2 Juli.
“Kami sudah melakukan tahap pertama dengan mewawancarai beberapa penumpang dan awak kapal yang selamat,” ujarnya pada Selasa (8 Juli).
Pada tahap awal, pihaknya juga berdiskusi dengan perusahaan pelayaran. Selain itu, petugas KNKT sedang menyelidiki operator Pelabuhan Ketapang di Banyuwangi.
Komite juga sudah mendapatkan rekaman video yang menunjukkan pemuatan kendaraan ke KM Tunu Pratama Jaya sebelum berangkat dari Pelabuhan Ketapang menuju Pelabuhan Gilimanuk (Bali).
“Selanjutnya, kami akan memeriksa Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) di Jakarta untuk informasi sejarah kapal selama perawatan terakhir (docking) pada Oktober 2024. Kami akan menanyakan temuan perawatan dan dokumen operasional,” tambahnya.
Sejauh ini, KNKT menerima informasi bahwa ombak besar menjadi faktor penyebab tenggelamnya KM Tunu.
“Kami masih menilai apakah desain kapal bisa menahan ombak setinggi itu. Belum bisa memastikan apa-apa karena harus menentukan desain kapalnya,” jelasnya.
Menurut Tjahjono, tahap berikutnya adalah analisis, kemudian temuan, kesimpulan, dan rekomendasi.
“Untuk waktu, pekerjaan bisa memakan waktu 3 hari hingga 2 minggu, tergantung kerumitannya. Kami juga bekerja sama dengan universitas,” katanya.
KM Tunu Pratama Jaya membawa 53 penumpang, 12 awak kapal, dan 22 kendaraan ketika tenggelam sekitar 30 menit setelah berangkat dari Pelabuhan Ketapang menuju Gilimanuk.
Hingga Selasa malam, 30 orang selamat, 10 meninggal, dan 25 masih hilang.
Badan SAR Nasional (Basarnas) memutuskan memperpanjang pencarian korban selama tiga hari, dari 9 hingga 11 Juli.
Perpanjangan ini dilakukan karena masih banyak korban yang belum ditemukan dan perlu dievakuasi, sambil mempertimbangkan keselamatan tim SAR.