Buka gratis newsletter “White House Watch”
Panduan kamu buat ngerti arti masa jabatan kedua Trump buat Washington, bisnis, dan dunia.
Presiden Donald Trump bilang China bisa beli minyak dari Iran, kayak dia balik arah kebijakan. Padahal sebelumnya pemerintahannya udah bulan-bulan kasih sanksi ke kilang China yang beli minyak mentah Iran.
“China sekarang bisa lanjut beli Minyak dari Iran,” tulis Trump di Truth Social pas dia lagi terbang ke Den Haag buat konferensi NATO.
“Semoga mereka juga beli banyak dari AS. Ini kehormatan besar buat aku bisa bikin ini terjadi!” tambah Trump lebih awal di hari Selasa.
Komentar ini muncul setelah presiden AS ngaku berhasil atur gencatan senjata antara Israel dan Iran, beberapa jam setelah dia marahin kedua negara, terutama Israel, karena nglanggar kesepakatan.
Sabtu kemarin, AS bom tiga tempat nuklir di Iran pas mereka ikut konflik bareng Israel. Tapi reaksi Iran yang lemah—serang pangkalan udara AS di Qatar yang udah dikosongin—bikin situasi mendingan.
Selasa malem, Gedung Putih bilang Trump gak balik kebijakan, cuma nunjukin hasil serangannya ke Iran.
“Presiden cuma mau ngingetin kalau, karena aksinya yang tegas nghancurin fasilitas nuklir Iran dan bikin gencatan senjata antara Israel dan Iran, Selat Hormuz gak bakal kena imbas, yang bisa bikin rugi besar buat China,” kata pejabat tinggi Gedung Putih.
Pejabat itu bilang Trump masih minta “China dan semua negara beli minyak canggih dari kami, bukan minyak Iran yang nglanggar sanksi AS.”
Sejak Maret, AS udah kasih sanksi ke beberapa kilang “teko” China—perusahaan swasta yang jadi pembeli utama minyak mentah Iran—sebagai bagian dari kampanye “tekanan maksimal” ke Tehran.
AS juga sasaran perusahaan yang ngangkut minyak Iran ke China, termasuk perusahaan di Hong Kong yang katanya AS cuma kedok buat Sepehr Energy, afiliasi komersil militer Iran. Mereka juga sasarin armada tanker tua yang dipake Sepehr buat ekspor minyak Iran ke China.
China beli sebagian besar ekspor minyak Iran, kasih Tehran pendapatan tapi juga bikin Beijing rentan kalo sanksi AS diperketat.
Ekspor minyak mentah Iran naik lebih dari tiga kali lipat dalam empat tahun terakhir, dengan China beli sebagian besar, menurut Badan Informasi Energi AS.
Harga minyak naik-turun banget akhir-akhir ini karena pasar khawatir konflik Timur Tengah pengaruhi pasokan minyak—terutama ancaman Tehran bisa tutup Selat Hormuz, jalur penting buat ekspor minyak dari sana.
Brent crude, patokan internasional, melonjak di atas $80 per barel Senin kemarin setelah serangan AS akhir pekan. Tapi sekarang turun ke sekitar $68 per barel karena pedagang yakin situasi bakal mendingan.
Partai Republik sering kritik mantan presiden Joe Biden karena kurang tegas ngatasi ekspor minyak Iran ke China. Komentar Trump kayak tanda perubahan kebijakan cuma dalam lima bulan.
Waktu pemerintah Trump keluarin sanksi pertama ke perusahaan China bulan Maret, Menteri Keuangan Scott Bessent bilang AS “berkomitmen memutus aliran pendapatan yang biayai terorisme dan program nuklir Tehran.”
Gedung Putih, Kementerian Keuangan, dan Departemen Luar Negeri gak kasih komentar soal langkah Trump.
Analisis sambut pengumuman ini dengan hati-hati dan bilang pasar butuh waktu buat mencernanya, mengingat situasi di wilayah ini masih labil.
“Kita liat aja apa pemerintah beneran cabut sanksi ke Iran kayak kata Presiden Trump,” kata Fernando Ferreira, direktur risiko geopolitik di Rapidan Energy. “Itu kecil kemungkinannya tanpa kesepakatan yang selesaiin masalah program nuklir Iran.”
Perubahan ini terjadi pas negosiator dagang AS lagi bicara sama China buat selesaiin beberapa masalah dasar dalam perang dagang mereka. China udah sering kritik sanksi AS, yang mereka anggap cuma cara buat ngerusak ekonomi China.