Guru dan blogger Kenya, Albert Ojwang, meninggal dalam tahanan polisi pada Juni 2025 setelah ditangkap karena postingan media sosial yang mengkritik pejabat tinggi kepolisian. Beberapa unggahan terbaru mengklaim menampilkan Ojwang dalam kondisi terluka di kantor polisi sebelum kematiannya. Namun, ini salah; gambar tersebut sebenarnya adalah supir seorang pemimpin Kenya yang diduga dipukuli oleh polisi di Kabupaten Kakamega, Kenya barat.
*”Foto Albert Ojwang saat masih hidup. Muncul kembali di lobi Kantor Polisi Pusat. Bajunya robek, dan dia berdarah dari kepala (sic),”* tertulis dalam postingan X yang diterbitkan pada 9 Juni 2025 dan dibagikan lebih dari 600 kali.
**Cuplikan postingan palsu, diambil pada 18 Juni 2025**
Gambar tersebut memperlihatkan seorang pria wajah berlumuran darah dan baju robek sedang berdiri dengan kepala menengadah.
Klaim serupa juga muncul di X di sini dan di sini.
**Penangkapan yang berujung maut**
Ojwang, seorang guru berusia 31 tahun, dilaporkan ditangkap pada 6 Juni 2025 di Kenya Barat, lalu dibawa ke kantor polisi pusat di Nairobi. Dia dituduh mengkritik wakil inspektur jenderal Eliud Lagat di media sosial (arsip di sini).
Dua hari kemudian, dia dinyatakan meninggal. Awalnya, polisi mengklaim dia tewas karena membenturkan kepala ke dinding sel. Namun, laporan ahli patologi menunjukkan luka yang konsisten dengan penganiayaan (arsip di sini).
Kematian Ojwang memicu kemarahan publik, yang berujung pada unjuksen menuntut keadilan dan pengunduran diri Lagat (arsip di sini dan di sini).
Lagat kemudian mengumumkan akan “mengundurkan diri sementara” dari jabatannya selama penyelidikan berlangsung. Dua polisi dan seorang teknisi yang dituduh memanipulasi rekaman CCTV juga ditangkap terkait kasus ini (arsip di sini dan di sini).
**Gambar tidak terkait**
AFP Fact Check melakukan pencarian gambar balik dan menemukan gambar asli diposting di Facebook oleh mantan senator Kakamega, Cleophas Malala, pada 9 Juni 2025, terkait klaim supirnya dipukuli polisi (arsip di sini).
*”Kakamega OCPD—seorang Bapak Rotich dan tiga petugas berseragam—mengikuti kendaraan saya dan memaksa supir berhenti,”* tulisnya. *”Sayangnya, setelah memastikan saya tidak ada di dalam, mereka menyuruhnya pergi ke lokasi tak dikenal. Saat menolak, mereka memukulinya hingga berdarah-darah dengan ujung senjata (sic).”*
*”Ini kekejaman tak masuk akal dari mereka yang seharusnya melindungi. Negara semakin terjerumus dalam kekacauan jika polisi jadi pelaku. Kami tak akan gentar—akan melapor ke IPOA (Otoritas Pengawas Kepolisian Independen).”*
Insiden ini juga dilaporkan oleh media lokal (arsip di sini dan di sini).