Serangan Israel ke Iran: Di Mana Posisi ‘America First’? | Donald Trump

Pagi ini, Israel melancarkan serangan tak terduga ke Iran, menewaskan warga sipil serta pejabat militer dan ilmuwan senior, memaksa pemerintah Iran untuk membalas—seolah belum cukup konflik di Timur Tengah, terutama dengan genosida Israel terhadap rakyat Palestina di Gaza.

Israel selalu berkembang dalam kekacauan dan pembunuhan massal, sambil mengklaim sebagai korban dari mereka yang dibantainya. Tak heran, Israel kini menggambarkan Iran sebagai agresor, dengan tuduhan senjata nuklir fiktif yang "mengancam kelangsungan hidup Israel", seperti dinyatakan PM Benjamin Netanyahu dalam pengumuman "Operasi Singa Bangkit".

Berbeda dengan Iran, Israel justru memiliki senjata nuklir—memperparah situasi yang sudah panas. Tapi bagi Netanyahu, menjaga wilayah ini dalam api konflik adalah cara menyelamatkan diri dari oposisi domestik dan tuduhan korupsi.

AS menyangkal terlibat dalam serangan ini, meski baru kemarin Presiden Donald Trump mengakui bahwa serangan Israel ke Iran "bisa saja terjadi". Trump, yang sebelumnya mendukung penuh Israel, kini justru mengganggu Netanyahu dengan mendorong solusi diplomatik dengan Iran.

Dengan serangan "pencegahan" ini, Israel secara efektif menghancurkan peluang solusi damai terkait program pengayaan nuklir sipil Iran.

Sementara itu, Trump mengonfirmasi bahwa personel AS sedang "ditarik" dari beberapa wilayah Timur Tengah karena dianggap "berbahaya". Gedung Putih pun menggelar rapat Dewan Keamanan Nasional—tapi tak terlalu buru-buru, masih ada waktu untuk sarapan santai sebelum mengurus krisis.

Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menegaskan AS "tidak terlibat" dalam serangan ke Iran, tapi memperingatkan Iran agar "jangan menarget kepentingan AS". Padahal, AS sendiri sering menarget Iran—ingat pembunuhan Jenderal Qassem Soleimani tahun 2020, yang melanggar hukum internasional tapi dipuji media AS.

Serangan ini kembali mempertanyakan prioritas AS: "America First" atau "Israel First"? Triliunan dolar bantuan militer AS ke Israel tidak menguntungkan rakyat AS, yang lebih membutuhkan akses perumahan atau layanan kesehatan.

MEMBACA  Nicaragua Melarang 1.500 LSM dalam Tindakan Keras Terbaru Melawan Masyarakat Sipil | Berita Hak Asasi Manusia

Iran telah berjanji "harga mahal" untuk Israel dan AS. Tapi bagi sekutu utama Israel, apapun harganya, pasti worth it.

Pandangan dalam artikel ini milik penulis dan tidak mencerminkan sikap editorial Al Jazeera.

(Typos: "Triliunan" seharusnya "triliun", "dipuji" seharusnya "dipuji-puji")