Pemerintah RI Tetapkan Batas Waktu RUU KUHAP hingga 2025

Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Hukum Edward Hiariej menekankan bahwa Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) harus selesai pada tahun 2025.

Dalam webinar sosialisasi RUU KUHAP di Jakarta, Rabu (28 Mei), dia menjelaskan urgensi ini muncul karena KUHAP berkaitan erat dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan berlaku mulai 2 Januari 2026.

“Suka atau tidak, RUU KUHAP harus disahkan tahun 2025. RUU ini punya dampak besar bagi KUHP,” kata Eddy, seperti dikutip dari pernyataan resmi Selasa (27/5).

Dia memberi contoh soal aturan penahanan, di mana beberapa pasal tentang penahanan tidak berlaku lagi mulai 2026.

Eddy menerangkan, dalam RUU, syarat objektif penahanan masih bisa dipakai meski ancaman pidana di bawah 5 tahun, berdasarkan pasal tertentu di KUHP lama. Tapi, pasal ini tidak berlaku mulai Januari 2026.

“Artinya, aparat penegak hukum kehilangan legitimasi buat lakukan penahanan,” ujar Hiariej.

“Dengan kata lain, kalau tersangka atau terdakwa ditahan berdasarkan Pasal 21 ayat (4) KUHAP, aparat tidak punya dasar hukum lagi,” tambahnya.

Karena itu, dia menekankan perlunya KUHAP baru yang sejalan dengan KUHP dan lebih sesuai kebutuhan nasional.

Wamenkum menegaskan RUU KUHAP mencerminkan peningkatan, beralih dari model pengendalian kejahatan ke due process yang menjamin proses hukum adil.

Salah satu aspek pentingnya adalah perlindungan HAM dari tindakan sewenang-wenang aparat.

“Bayangkan ada orang ditangkap, ditahan, digeledah, hartanya disita, tapi belum dinyatakan bersalah,” ucapnya.

Berita terkait: RUU KUHAP bisa percepat persidangan kasus di bawah 7 tahun

Dengan perlindungan HAM, filosofi hukum acara pidana bukan hanya memproses tersangka, tapi juga melindungi dari kesewenangan otoritas.

Selain itu, Hiariej menyatakan paradigma hukum pidana modern—seperti keadilan korektif, rehabilitatif, dan restoratif—mempengaruhi RUU KUHAP.

MEMBACA  Gerakan tanpa gadget selama satu jam membangun revolusi mental dalam keluarga: pemerintah

RUU ini memasukkan keadilan restoratif untuk semua pihak, termasuk polisi, pengadilan, jaksa, dan narapidana.

Karena dampaknya besar, Kemenkum melibatkan banyak pemangku kepentingan untuk masukan selama penyusunan.

Diskusi digelar dengan pakar hukum, kementerian/lembaga terkait, advokat, LSM, dan akademisi sebagai bagian partisipasi publik.

“Kami dapat masukan berharga, terutama dari advokat, karena kewenangan besar aparat harus diimbangi perlindungan HAM,” kata Hiariej.

Berita terkait: Revisi KUHP hapus sikap sopan sebagai faktor peringan

Penerjemah: Agatha, Azis Kurmala
Editor: Rahmad Nasution
Hak Cipta © ANTARA 2025