Pada pagi yang masih terbilang pagi, mereka mengambil apa yang bisa mereka bawa – tas-tas dengan pakaian, selimut, dan kasur – dan bergerak ke selatan.
Keluarga yang terpaksa melarikan diri karena perang tidak menunggu untuk melihat apakah gencatan senjata antara Israel dan Hezbollah akan bertahan.
Hanya beberapa jam setelah gencatan senjata mulai berlaku mereka sudah mengemudi pulang ke rumah di jalan utama dari Beirut.
Ada yang mengibarkan bendera kuning dan hijau Hezbollah, yang lain membawa poster dengan gambar mantan pemimpin kelompok itu Hassan Nasrallah, yang tewas dalam serangan udara Israel dua bulan lalu.
Bagi banyak orang ini adalah momen perayaan.
“Apa yang terjadi sangat bagus. Ini adalah kemenangan bagi perlawanan,” kata Abu Ali, merujuk pada gencatan senjata yang disepakati oleh AS dan Prancis.
“Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada para syuhada kita. Perlawanan ini adalah sumber kehormatan dan kebanggaan bagi kita. Tanpa keberadaannya, tidak akan ada tanah air, tidak akan ada selatan, tidak ada apa-apa.”
Rencananya adalah kembali ke desa Houla, tepat di sebelah perbatasan. Tapi tentara Israel masih berada di sana, katanya.
“Kita tidak tahu apakah rumah kita masih berdiri atau sudah hancur,” ujar Ali. “Tapi kita akan pergi ke sana.”