ADB mendesak perlunya jaminan sosial yang responsif terhadap gender di Asia Pasifik

Manila (ANTARA) – Bank Pembangunan Asia (ADB) mendorong pemerintah di Asia Pasifik untuk menerapkan beberapa inisiatif guna mencapai jaminan sosial yang responsif terhadap gender di wilayah tersebut.

Hal ini disampaikan oleh Rachel Mary Anne Basas, Pejabat Gender Equality Division, Climate Change and Sustainable Development Gender Officer ADB, pada hari Senin saat presentasinya dalam Konferensi dan Rapat Dewan ke-41 Asosiasi Jaminan Sosial ASEAN (ASSA) yang diselenggarakan di Kota Parañaque, Filipina, pada 25-27 November.

Beliau menyatakan bahwa inisiatif-inisiatif tersebut termasuk memperluas perlindungan sosial kepada pekerja informal dan mengatasi pekerjaan tidak dibayar dengan berinvestasi dalam layanan perawatan yang disubsidi seperti penitipan anak, perawatan lanjut usia, dan perawatan disabilitas untuk mengurangi beban pada perempuan.

Basas mendorong pemerintah untuk meningkatkan kesadaran tentang ketersediaan manfaat jaminan sosial, terutama bagi perempuan di komunitas pedesaan dan terpinggirkan, serta melibatkan laki-laki dalam perawatan, pengambilan keputusan keuangan, dan pencegahan kekerasan berbasis gender.

Beliau juga menyerukan untuk memperluas akses ke layanan penitipan anak dan pendidikan anak usia dini yang terjangkau, serta memberikan dukungan keuangan bagi perempuan dalam situasi rentan.

Mengutip sebuah studi yang dirilis oleh ADB pada tahun 2015, Basas menyatakan bahwa untuk Asia dan Pasifik, hasil studi tersebut menunjukkan bahwa secara umum, perempuan lebih sedikit dilindungi dibandingkan dengan laki-laki.

\”Pengeluaran perlindungan sosial lebih tinggi untuk laki-laki daripada untuk perempuan baik di negara-negara maju maupun berkembang,\” jelasnya.

Mengenai asuransi sosial, Basas mengatakan bahwa kecuali untuk Asia Utara dan Tengah, perempuan juga kurang terlindungi dibandingkan dengan laki-laki.

\”Dan sekarang, tahun 2024, hampir satu dekade, masih ada kesenjangan gender yang memengaruhi perlindungan sosial dan cakupan medis,\” ujar Basas.

MEMBACA  Perlu Adanya Peningkatan di Sektor Hukum di Enam Provinsi Papua: KSP

Mengutip sebuah studi Organisasi Buruh Internasional (ILO) tahun 2024 yang berjudul \”Laporan Dunia tentang Perlindungan Sosial,\” Basas mencatat bahwa cakupan perlindungan sosial di Asia Pasifik masih mencerminkan ketidaksetaraan gender yang signifikan.

Untuk Filipina, beliau mencatat bahwa Program Pantawid Pamilyang Pilipino (4Ps) pemerintah membantu mengatasi beberapa kesenjangan gender dalam perlindungan sosial.

4Ps adalah strategi nasional pemerintah dalam mengurangi kemiskinan dan program investasi modal manusia yang memberikan transfer tunai bersyarat kepada rumah tangga miskin selama maksimal tujuh tahun untuk meningkatkan kesehatan, gizi, dan pendidikan.

Dimensi gender dalam perlindungan sosial yang ditangani oleh 4Ps termasuk perawatan kesehatan dan maternal, pendidikan, dan distribusi sumber daya di dalam rumah tangga, kata Basas.

4Ps juga menyertakan sesi pengembangan keluarga yang difokuskan pada memberikan pengetahuan kepada perempuan tentang masalah gender, kesehatan, dan perencanaan keluarga.

Program ini juga melibatkan upaya untuk melibatkan laki-laki dalam inisiatif kesetaraan gender.

Selain dari 4Ps, Basas memuji langkah Filipina dalam memperluas undang-undang cuti melahirkan menjadi 105 hari.

\”Filipina adalah salah satu yang paling progresif di wilayah Asia Pasifik, dan tidak semua negara di wilayah ini dapat memberikan ibu cuti melahirkan selama jumlah hari tersebut,\” katanya.

Sumber: PNA

Berita terkait: USD500 juta ADB akan dialirkan untuk pensiun pabrik-pabrik batubara: Pemerintah

Berita terkait: Indonesia, ADB bermitra untuk mempercepat pensiun pabrik-pabrik batubara

Reporter: Anna Leah Gonzales
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2024

Tinggalkan komentar