Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Joko Pramono memberikan klarifikasi terkait dua kasus hukum yang menyeret namanya. Dua kasus tersebut meliputi dugaan transaksi mencurigakan sebesar Rp115 miliar pada tahun 2013 dan kasus suap proyek Sistem Penyedia Air Minum (SPAM) di Kementerian PUPR pada tahun 2020.
Agus menyatakan rasa kecewanya terhadap KPK terkait pemanggilannya pada tahun 2020 yang seharusnya hanya berkaitan dengan statusnya sebagai saksi a de charge untuk mantan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil. Agus merasa bahwa KPK seharusnya lebih jelas dalam menjelaskan duduk perkara terkait pemanggilannya sebagai saksi.
Sebagai seorang pimpinan lembaga negara, Agus menekankan pentingnya komunikasi antar lembaga negara dalam hal pemanggilan saksi. Ia menyoroti perlunya KPK untuk memastikan kesediaan seseorang sebagai saksi a de charge sebelum melakukan pemanggilan, agar tidak menimbulkan tanya di publik dan tidak merusak kredibilitas.
Agus juga menyinggung soal dugaan transaksi mencurigakan sebesar Rp 115 miliar yang menurutnya direkayasa oleh pihak tertentu. Ia menyebut bahwa Kepala PPATK Ivan Yustiavandana sudah menjelaskan hal tersebut kepada media, namun Agus merasa bahwa kasus tersebut merupakan upaya untuk merusak kredibilitasnya sebagai Wakil Ketua BPK.
Menurut Agus, penting bagi lembaga negara seperti KPK untuk menjaga integritas dan menjelaskan secara transparan terkait pemanggilan saksi serta menyelesaikan setiap perkara dengan baik. Agus berharap agar isu-isu yang muncul tidak mengganggu jalannya proses hukum dan tidak merugikan reputasi pribadi maupun institusi yang dipimpinnya.
Pada akhirnya, Agus menekankan pentingnya koordinasi antar lembaga negara dalam upaya pemberantasan korupsi dan menjaga integritas dalam menjalankan tugas-tugas lembaga negara.