Platform media sosial X milik Elon Musk, yang dulu dikenal sebagai Twitter, tengah mendapat sorotan di Uni Eropa setelah investigasi selama dua tahun terhadap praktik-praktiknya. Komisi Eropa, pada Jumat lalu, menjatuhkan denda sebesar 120 juta euro (sekitar 140 juta dolar AS) kepada perusahaan tersebut atas sejumlah pelanggaran regulasi UE, termasuk apa yang disebut sebagai desain “menyesatkan” dari tanda centang biru X.
“Di X, siapa pun dapat membayar untuk mendapatkan status ‘terverifikasi’ tanpa perusahaan memverifikasi secara berarti siapa yang mengendalikan akun tersebut. Hal ini menyulitkan pengguna dalam menilai keaslian akun dan konten yang mereka lihat,” ujar Komisi dalam siaran persnya. “Penyesatan ini membuat pengguna rentan terhadap penipuan, termasuk pemalsuan identitas, serta berbagai bentuk manipulasi oleh aktor-aktor jahat.”
Regulator menemukan bahwa X melanggar Digital Services Act (DSA) Uni Eropa, yang mengatur perilaku platform daring yang beroperasi di wilayah tersebut. Undang-undang ini tidak mewajibkan layanan online untuk memverifikasi identitas pengguna, tetapi mewajibkan mereka untuk tidak menggunakan praktik desain yang menyesatkan.
Ini adalah bab terbaru dalam pergulatan kekuasaan yang berlangsung antara Eropa dan perusahaan-perusahaan teknologi Silicon Valley, yang kerap menganggap pendekatan regulasi UE terlalu memberatkan. Hubungan ini semakin tegang menyusul kritikan berulang dari pemerintahan presiden AS saat ini, yang menuduh blok tersebut secara tidak adil menargetkan dan menyensor perusahaan AS.
X tidak menanggapi permintaan komentar mengenai denda ini, namun Musk membagikan ulang kiriman X dari Ketua FCC Brendan Carr yang berbunyi: “Sekali lagi, Eropa mendenda perusahaan teknologi AS yang sukses hanya karena kesuksesannya. Eropa mengenakan pajak pada orang Amerika untuk mensubsidi sebuah benua yang justru terhambat oleh regulasi mereka sendiri yang mencekik.”
Jangan lewatkan konten teknologi tidak bias dan ulasan berbasis lab kami. Tambahkan CNET sebagai sumber pilihan di Google.
Kurangnya Transparansi
Pelanggaran lain terhadap Digital Services Act yang menyebabkan denda mencakup kegagalan X memenuhi persyaratan transparansi dan aksesibilitas UE terkait repositori iklannya, serta gagal menyediakan akses data publik bagi para peneliti.
TikTok berhasil menghindari denda serupa pada hari Jumat, setelah Komisi menerima komitmen perusahaan untuk meningkatkan transparansi periklanan.
Kepala bidang teknologi Komisi Eropa, Hanna Virkkunen, membela Digital Services Act dan keputusan untuk menjatuhkan denda pada X. Ia menyatakan bahwa DSA melindungi pengguna dan memberi peneliti sarana untuk mengungkap ancaman potensial.
“DSA mengembalikan kepercayaan di lingkungan daring,” kata Virkkunen. “Dengan keputusan ketidakpatuhan pertama berdasarkan DSA ini, kami meminta pertanggungjawaban X karena telah merugikan hak pengguna dan mengindari akuntabilitas.”
Keputusan untuk mendenda X dipuji oleh Imran Ahmed, CEO Center for Countering Digital Hate, yang pernah coba digugat oleh X pada 2023 atas upaya lembaganya untuk meneliti platform tersebut.
“Para peneliti harus bebas mempelajari bagaimana platform yang kuat membentuk lingkungan informasi kita,” ujarnya. “X telah berusaha menyembunyikan cara mereka memanipulasi algoritme dan memberdayakan negara-negara bermusuhan, penipu, dan ekstremis. Kini, regulator Eropa telah mengkonfirmasi bahwa perilaku ini melanggar hukum, dan transparansi bukanlah pilihan jika X ingin terus berbisnis di Eropa.”