Portal Zaman Es: Gua Bawah Air yang Tak Tersentuh Ribuan Tahun

Di bawah rimbunnya hutan tropis Semenanjung Yucatán, terbentang sebuah dunia bawah tanah yang luas yang hanya bisa dijelajahi oleh segelintir orang. Dunia ini dapat diakses melalui sinkhole yang dikenal sebagai "cenote" dan diperkirakan membentang ribuan kilometer di bawah permukaan, menjadikannya sistem gua bawah air terluas di dunia.

lorong-lorong gua tersebut kini gelap dan terendam air, namun pada masa Pleistosen Akhir (sekitar 126.000 hingga 11.700 tahun yang lalu), lorong-lorong ini pernah kering. Bukti bahwa manusia dan hewan pernah menjelajah jauh ke dalam terowongan ini dapat ditemukan pada fosil-fosil serta jejak aktivitas manusia yang tak tersentuh selama ribuan tahun. Pengetahuan kita tentang semua ini berkat kerja keras para penyelam spesialis dan kolaborasi mereka dengan tim ilmuwan internasional.

Salah satu bagian gua yang paling terkenal adalah Hoyo Negro (atau "Lubang Hitam"), sebuah lubang berbentuk lonceng raksasa di sistem gua Sac Actun, yang merupakan sistem gua terbesar kedua di negara bagian Quintana Roo, Meksiko. Banyak fosil ditemukan di kedalamannya, termasuk Naia, salah satu dari tiga kerangka manusia tertua yang pernah ditemukan di Benua Amerika hingga saat ini.

Ketiga penyelam—Alejandro Alvarez, Franco Attolini, dan Alberto Nava Blank—menemukan lubang ini pada tahun 2007. Tiga tahun kemudian, Instituto Nacional de Antropología e Historia (INAH) Meksiko membentuk Proyek Arkeologi Bawah Air Hoyo Negro, sebuah tim yang terdiri dari paleontolog, arkeolog, dan penyelam dari Meksiko, Kanada, dan AS.

Menyelam ke Alam yang Tak Dikenal

Roberto Chávez Arce telah menjelajahi terowongan-terowongan ini sejak 2011, ketika ia diundang untuk bergabung dalam proyek tersebut. Sebagai ko-direktur proyek dan penyelam, fotografi fenomenalnya di dalam Sac Actun menjadi salah satu jendela bagi ilmuwan di permukaan untuk melihat isinya.

Dalam wawancara video dengan Gizmodo, ia menggambarkan kekagumannya dapat menyaksikan langsung dunia bawah tanah itu. Namun, memasuki alam tersebut sangat berbahaya, terlebih karena pada awalnya, terowongan Sac Actun sebagian besar belum dikenal, belum dipetakan, dan terbenam dalam kegelapan total di bawah air.

Alberto Nava mengambil salah satu vertebra terakhir Naia di Hoyo Negro. © Roberto Chávez Arce

Untuk menjelajahi terowongan menuju dan di sekitar Hoyo Negro, para penyelam harus membawa semua peralatan keselamatan mereka, termasuk perlengkapan pernapasan, gulungan tali agar tidak tersesat, dan lampu untuk menerangi jalan. Ditambah lagi dengan kamera dan peralatan video untuk mendokumentasikan segalanya.

Sebagai perlindungan tambahan, Chávez Arce menjelaskan, mereka membawa "cadangan dari cadangan. Kami memerlukan peralatan redundan untuk berjaga-jaga jika [suatu alat] gagal" saat mereka berada di kedalaman sistem gua.

Perjalanan menuju Hoyo Negro bukanlah perjalanan singkat, tergantung dari titik masuk penyelam ke sistem gua. Awalnya, Chávez Arce dan rekan-rekan penyelayamnya—biasanya dalam kelompok dua atau tiga orang—masuk ke Sac Actun dari sebuah cenote yang berjarak 3.000 kaki (914 meter) dari Hoyo Negro. Hanya berenang dari pintu masuk itu ke lubang tersebut membutuhkan waktu hampir satu jam—detail yang penting ketika seseorang bergantung pada oksigen terbatas dari alat selam.

Namun, hal ini berubah seiring waktu. Sekarang, mengakses Hoyo Negro jauh lebih cepat karena dua alasan. Mereka kemudian menemukan cenote lain yang hanya berjarak sekitar 250 hingga 300 kaki (76 hingga 91 meter) dari lubangnya, dan para penyelam kini dapat meluncur di air dengan menggunakan skuter bermotor yang menyerupai torpedo.

Awalnya, memetakan sistem gua dilakukan dengan alat-alat sederhana, termasuk "kompas, tali, dan mengukur jarak dengan pita ukur," kata Chávez Arce. Namun, akhirnya mereka beralih ke fotogrametri structure-from-motion (SfM). Ia menjelaskan ini sebagai mengambil "gambar-gambar yang saling tumpang tindih," kemudian memproses gambar-gambar tersebut dengan perangkat lunak untuk menciptakan sebuah point cloud 3D. "Itu," catatnya, "menghabiskan waktu yang sangat lama," dan membutuhkan "berjam-jam, berjam-jam lamanya menyelam." Hasilnya adalah sebuah model virtual Hoyo Negro dan bagian-bagian Sac Actun yang menakjubkan, yang menghadirkan dunia bawah air kepada para ilmuwan yang tidak dapat mengaksesnya secara langsung.

Salah satu fotonya cukup untuk menunjukkan skala Hoyo Negro. Dalam foto tersebut, cahaya buatan menerangi dinding lubang dan tumpukan batu di dasarnya. Dua penyelam, terlihat berenang di tengah-tengah menuju langit-langitnya, terlihat sangat kecil dibandingkan dengan ukuran lubang yang besar. Di tepinya, Hoyo Negro memiliki diameter lebih dari 120 kaki (32 meter); dasar lubangnya melebar hingga diameter lebih dari 203 kaki (67 meter); dan kedalamannya hampir 200 kaki (60 meter). Sangat besar.

Saat Gua Masih Kering, Terakses, dan Mungkin Mengundang

MEMBACA  Apa yang Menyebabkan Kelaparan di Gaza Dikonfirmasi?

Mempelajari inti sedimen serta deposit guano kelelawar dan biji-bijian purba membantu tim menentukan bahwa permukaan air di ruangan ini, dan di tiga terowongan yang terhubung dengannya, berfluktuasi dari waktu ke waktu. Mereka menemukan bahwa air mencapai dasar Hoyo Negro setidaknya 9.850 tahun yang lalu. Ketinggian air dalam sistem gua terus naik seiring dengan kenaikan permukaan laut, sehingga sekitar 8.100 tahun yang lalu, Hoyo Negro dan lorong-lorong atasnya sudah terendam, dan sekitar 6.000 tahun yang lalu, seluruh sistem gua telah berada di bawah air.

Hal ini signifikan karena menunjukkan kapan manusia dan hewan dapat mengakses gua tersebut, sekaligus memberikan petunjuk mengapa mereka melakukannya. Perlu dicatat bahwa ekosistem Pleistosen Quintana Roo sangat berbeda dengan yang sekarang. Alih-alih hutan lebat, daerah ini lebih menyerupai sabana. Tersedianya air minum di dalam gua pastilah menjadi daya tarik yang kuat. Begitu pula dengan suhunya yang lebih sejuk di tengah teriknya cuaca.

Namun, gua yang kering tetap menyimpan bahaya, seperti yang ditunjukkan oleh fosil-fosil yang tersisa di dalamnya. Jatuh dari ketinggian 10 lantai ke dalam lubang ini berarti cedera parah, jika bukan kematian seketika, dan dindingnya yang tinggi menghalangi jalan untuk melarikan diri.

Tulang-belulang manusia tunggal di antara banyak fosil mamalia yang ditemukan di dasar Hoyo Negro merupakan contoh yang jelas.

Ketiga penyelam yang sama yang menemukan Hoyo Negro juga menemukan Naia, yang dinamai oleh anggota tim dan penyelam Susan Bird. Bird bertanggung jawab untuk menangani sisa-sisa Naia di bawah air dengan hati-hati untuk pengukuran sebelum akhirnya memindahkannya ke tempat yang aman di Meksiko, setelah ada tanda-tanda bahwa penyelam luar mengganggu situs tersebut. Naia bukanlah manusia pertama atau satu-satunya yang ditemukan dalam sistem gua ini, tetapi, dengan tanggal sekitar 12.970 hingga 12.770 tahun yang lalu, dia adalah kerangka manusia paling lengkap dari tiga yang tertua yang diketahui hingga saat ini di Amerika.

Sayangnya, hidupnya yang singkat berakhir tragis. Gigi dewasanya belum berkembang sepenuhnya, dan tanda-tanda jelas di anggota tubuhnya menunjukkan bahwa ia belum berusia 20 tahun. Berdasarkan faktor-faktor ini, tim memperkirakan bahwa ia meninggal pada usia sekitar 15 hingga 17 tahun dan menderita patah tulang panggul yang terjadi pada atau sekitar waktu kematiannya akibat jatuh ke dalam lubang itu.

“Dia mendarat tepat di tulang kemaluannya,” jelas Dr. James Chatters dalam wawancara telepon dengan Gizmodo. “Itulah yang patah di kedua sisi.”

Chatters adalah salah satu ko-direktur proyek lainnya yang, seperti Chávez Arce, telah berada di tim sejak 2011. Pada tahun 2012, dia diminta untuk menjadi pemimpin ilmiah oleh direktur utama saat itu, Pilar Luna Erreguerena, yang telah meninggal dunia. Dia menambahkan bahwa cedera pada tulang kemaluan yang belum sembuh menunjukkan bahwa itu terjadi sekitar waktu kematian. Namun, fraktur spiral yang telah sembuh di salah satu lengan bawahnya “menunjukkan penanganan yang kasar, baik saat dia remaja atau saat masih anak-anak. Karena sudah sembuh, sulit untuk mengetahui kapan” cedera itu terjadi, jelasnya.

Analisis tulang-tulangnya, yang berserakan di dasar lubang, memberikan wawasan lebih lanjut tentang wanita muda ini. Dia “bertubuh sangat kecil,” kata Chatters, dengan tinggi sekitar 4 kaki 8 setengah inci (sekitar 1,5 meter). Tulang panggulnya mengungkapkan bahwa dia pernah melahirkan setidaknya satu kali. Tetapi keausan gigi dan analisis lainnya memberikan wawasan yang mengejutkan tentang pola makannya, yang menunjukkan “dia tidak mendapatkan makanannya dari laut,” kata Chatters, yang mengejutkan karena Hoyo Negro hanya sedikit lebih dari 4 mil (7 km) dari pantai.

Penelitian mereka menunjukkan bahwa dia mengalami defisiensi protein musiman sepanjang hidupnya, “yang tidak akan terjadi jika dia menggunakan laut sebagai sumber protein,” jelasnya, karena kehidupan laut akan berlimpah sepanjang tahun. Dan ini, katanya, menunjukkan bahwa “kaumnya tidak beradaptasi dengan laut. Mereka tidak menggunakan garis pantai sebagai sumber makanan. Hal ini bertentangan dengan gagasan bahwa manusia paling awal datang melalui pesisir Pasifik,” karena mereka diharapkan memiliki pola makan berbasis laut.

Mengapa Naia berada di gua itu, atau manusia lain yang ditemukan di sistem gua tetangga, terus menjadi misteri bagi tim.

“Apakah mereka di sana untuk mengambil tanah liat?” Chatters bertanya-tanya, menyarankan bahwa tanah liat menyediakan mineral yang dibutuhkan selama kehamilan, misalnya. Atau, dia merenung, mungkinkah mereka berburu sloth atau beruang yang hibernasi? “Atau apakah mereka di sana untuk mencari air? Kita tidak tahu.”

MEMBACA  5 Robot Vacuum & Mop Terbaik 2025 yang Sudah Teruji

Namun, yang mereka ketahui adalah bahwa semua mereka mengakses gua-gua itu pada saat permukaan laut jauh lebih rendah. Jadi “entah mereka tersesat dan mati di dalamnya, atau mereka dibawa ke dalam sebagai bagian dari praktik pemakaman,” katanya. Atau, dalam kasus Naia, mati karena kecelakaan yang mengerikan.

Sisa-sisa aktivitas manusia

Tapi jejak yang ditinggalkan manusia—berbanding terbalik dengan tulang mereka yang mati—menunjukkan dengan tepat mengapa orang-orang tertentu itu menerobos masuk ke bawah tanah.

Di sistem gua Yucatán lainnya, terdapat bukti luas bahwa orang-orang menambang oker, mineral yang dalam kasus ini menghasilkan pigmen merah. “Oker merah adalah cat anorganik yang paling umum diidentifikasi digunakan sepanjang sejarah di seluruh dunia,” tulis sebuah tim dalam makalah tahun 2020 yang merinci bukti-bukti penambangan di gua-gua tersebut. Mereka menjelaskan bahwa penggunaannya termasuk untuk dekorasi, praktik penguburan, dan lukisan batuan. Tapi mengapa orang-orang di Yucatán menghargainya adalah misteri lain lagi, menurut Chatters, yang merupakan penulis bersama dalam makalah itu. “Oker khusus ini memiliki kandungan arsenik yang cukup tinggi,” katanya, menyarankan bahwa “ini bagus untuk membunuh kutu.”

Bukti aktivitas manusia sangat terlihat dalam gundukan batu (cairns) yang mereka tinggalkan sebagai penanda sepanjang jalan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya stalaktit dan stalagmit yang patah yang mereka singkirkan untuk melewati lorong atau digunakan sebagai alat penggal. Upaya penggalian mereka meninggalkan parit atau lubang ekstensif yang dibuat saat mengeluarkan oker dari tanah, banyak yang membentang dari sekitar 246 kaki (75 meter) hingga sekitar 328 kaki (100 meter). “Batu dan tanah yang memerah akibat api” serta arang menunjukkan penggunaan api untuk melawan kegelapan. “[L]angit-langit di atas fitur yang mengandung arang ini masih terlihat menghitam, jelas karena jelaga” dari api yang mereka nyalakan, menurut makalah tersebut.

Dan “ada beberapa [bukti penambangan oker] di Sac Actun,” jelas Chatters, “tetapi belum dilaporkan.” Hanya satu aspek dari penelitian menarik yang belum diterbitkan dari sistem gua itu.

Apa yang masuk tidak selalu keluar

Namun, manusia bukanlah satu-satunya yang meninggalkan jejak di Sac Actun. Para penyelam menemukan jejak kaki fosil di salah satu terowongan yang mengarah dari Hoyo Negro yang oleh paleontolog dalam tim dikaitkan dengan hewan yang kita kaitkan dengan gua saat ini: beruang.

Di antara banyak mamalia fosil besar yang ditemukan di Hoyo Negro, sebagian besar adalah jenis beruang bermuka pendek yang telah punah yang dikenal sebagai Arctotherium wingei.

“Kami memiliki setidaknya sembilan individu beruang dari lubang Hoyo Negro, dan kebanyakan dari mereka adalah dewasa,” jelas Blaine Schubert melalui email kepada Gizmodo. Schubert adalah seorang profesor dan direktur museum di East Tennessee State University yang juga merupakan anggota proyek ini.

Ia menambahkan bahwa setidaknya ada satu individu yang merupakan sub-dewasa muda.

Meskipun ukuran beruang-beruang ini diperkirakan mencapai **330 pon** (150 kilogram) yang cukup berat, beruang-beruang di Hoyo Negro termasuk yang terkecil di antara beruang wajah pendek yang telah punah, yang sebelumnya hanya dikenal dari Amerika Selatan. Beruang wajah pendek Amerika Selatan terbesar (*Arctotherium angustidens*) mungkin memiliki berat lebih dari 2.200 pon (1.000 kg).

Hoyo Negro merupakan situs pertama yang mengungkap fosil *Arctotherium wingei* di luar Amerika Selatan. Fosil-fosil ini adalah yang terawetkan terbaik dari situs manapun hingga saat ini, dan, menurut Schubert, jika penelitian lebih lanjut tentang jejak fosil di dalam terowongan menunjukkan bahwa “itu memang mewakili *Arctotherium*, maka mereka [juga akan] mewakili catatan pertama dari jejak mereka.”

Di antara “yang pertama” lainnya dari Hoyo Negro adalah penemuan *Protocyon troglodytes*—yang digambarkan Schubert sebagai “kanid mirip serigala”—di antara fosil-fosil dalam lubang itu. *Protocyon* juga sebelumnya dianggap endemik Amerika Selatan.

“Ini,” katanya, “merupakan perluasan distribusi yang dramatis dan memiliki implikasi biogeografis yang menarik. Selain itu, sementara kami telah memiliki fosil hewan-hewan ini dari Amerika Selatan sebelumnya, kami tidak memiliki rekaman fosil yang bagus.” Hoyo Negro, lanjutnya, menawarkan “kerangka lengkap, yang memungkinkan kami mempelajari lebih banyak lagi tentang hewan-hewan tersebut.”

Fosil *Protocyon* dan kucing bertaring pedang berada di antara karnivora punah yang ditemukan di lubang itu, tetapi beberapa fosil berasal dari spesies yang masih ada hingga saat ini, meski tidak lagi ditemukan di Yucatán. Ini termasuk puma dan ocelot, katanya, bersama dengan koaati yang omnivora dan sigung.

“Semua hewan pasti tertarik ke gua (dan mungkin ke lubang) oleh bau air segar, yang pasti sangat terbatas di permukaan,” jelasnya. “Selain itu, karnivora pasti tertarik oleh bau bangkai hewan yang mengambang” di dasar Hoyo Negro.

MEMBACA  Prestasi Andi Jerni, Atlet Karate yang Menginspirasi dan Mendukung Anies Baswedan

### Seekor Sloth Darat Raksasa Baru Terungkap

Hewan lain yang dikaitkan dengan **gua**—setidaknya selama Pleistosen—adalah **sloth** darat, dan Hoyo Negro juga memilikinya. Ini termasuk fosil sloth darat Shasta (*Nothrotheriops shastensis*) dan *Xibalbaonyx exinferis*—sejenis sloth darat yang awalnya ditemukan oleh tim terpisah di sistem gua tetangga dan dideskripsikan pada **2020**. Tim tersebut juga menemukan genus dan spesies yang sama sekali baru, yang mereka beri nama ***Nohochichak xibalbahkah***, yang berarti “cakar besar yang tinggal di dunia bawah.” Namanya merupakan gabungan dari kata Maya “Nohoch,” yang berarti “besar,” dan “ich’ak,” yang berarti “cakar.” “Xibalba” mengacu pada dunia bawah suku Maya K’iche, orang-orang yang berasal dari masa kini dan masa lalu di Guatemala. “Ahkah” berarti “penghuni.”

Greg McDonald adalah mantan paleontolog BLM dan ahli sloth untuk proyek Hoyo Negro. Nohochichak, jelasnya dalam wawancara telepon dengan Gizmodo, memiliki tulang pinggul yang sangat besar. “Jika Anda melihat tubuhnya, bentuknya seperti buah pir. Pusat gravitasinya bergeser ke belakang tubuh hewan itu.” Itu mengindikasikan bahwa mereka akan mampu “duduk tegak saat makan,” menggunakan “lengan dan cakar mereka untuk mengait dahan dan mendekatkannya ke mulut untuk menggigit daun, ranting, dan buah.”

Ukuran sloth ini sebanding dengan sloth darat Jefferson (*Megalonyx jeffersonii*) yang sangat besar, yang diperkirakan beratnya lebih dari 2.200 pon (997 kg).

Penemuan sloth baru ini, serta keberadaan *Arctotherium wingei* dan *Protocyon troglodytes*, memberikan pencerahan baru pada pemahaman kita tentang Pertukaran Biotik Besar Amerika, atau GABI, serangkaian migrasi antara benua utara dan selatan yang terjadi pada berbagai waktu tergantung akses darat dan permukaan laut. Berdasarkan catatan fosil, misalnya, sloth darat berasal dari Amerika Selatan. Mengurai waktu dan alasan di balik migrasi mereka dapat membantu menjelaskan evolusi dan dampak perubahan iklim Pleistosen.

“Pemahaman kita tentang sloth Amerika Utara sangat bias oleh semua kerja lapangan yang dilakukan di AS dan Meksiko utara,” kata McDonald. “Itu sedang berubah, dan kami menemukan sloth yang berbeda di lingkungan tropis,” berkat pekerjaan di Sac Actun dan sistem gua luas lainnya di Yucatán dan Belize. “Di hutan hujan,” tambahnya, “semuanya didaur ulang” dengan sangat cepat. “Hanya ada sedikit tempat dimana material organik dapat terawetkan.” Itulah salah satu dari sekian banyak alasan mengapa Sac Actun sangat unik dan penting.

### Gomphothere di Dalam Ruangan

Sesuatu seukuran gajah mungkin tidak langsung terpikir ketika membayangkan gua. Namun, fosil gomphothere—hewan mirip gajah yang telah punah dengan gading panjang—telah ditemukan di Hoyo Negro dan terowongan di dekatnya, membuktikan bahwa binatang raksasa ini juga menjelajahi Sac Actun, mungkin dalam pencarian air segar.

Joaquin Arroyo-Cabrales, seorang ilmuwan senior di Institut Antropologi dan Sejarah Nasional Meksiko (INAH) dan ahli proboscidea—ordo yang mencakup gomphothere, mammoth, dan gajah—juga merupakan anggota proyek ini. Pada saat komunikasi email dengan Gizmodo, ia mengatakan bahwa mereka masih mempelajari fosil gomphothere di Hoyo Negro dan situs lain di Yucatán untuk lebih memahami gomphothere yang menjelajahi gua-gua bawah tanah ini (*Cuvieronius hyodon*).

Ia menggambarkan gomphothere ini sebagai “proboscidea yang lebih kecil,” membandingkannya dengan gajah Asia masa kini, bukan mammoth Kolumbia Pleistosen yang sangat besar. Dan ia berharap penelitian mereka dapat memberikan wawasan tentang mengapa gomphothere hidup di Yucatán dan mengapa mammoth Kolumbia—yang dikenal dari bagian lain Meksiko—ternyata tidak.

Ini adalah petunjuk lain dari penelitian menarik yang masih akan datang. Sejauh ini, 14 tahun penelitian di dalam Hoyo Negro menambahkan benang-benang yang lebih rumit pada permadani bukti kehidupan yang ditinggalkan. Para peneliti mempresentasikan sebagian besar pekerjaan itu tahun lalu di Konvensi Paleontologi Amerika Utara ke-12 di University of Michigan. Lebih banyak penelitian dibahas pada **pertemuan** tahunan Society of Vertebrate Paleontology tahun ini. Namun, Schubert mencatatkan, “kita masih harus mempelajari banyak hal tentang paleobiologi dan evolusi fauna di Amerika, serta gua-gua akan tetap menjadi sumber utama bagi penemuan-penemuan ini.”

“Berbeda dari tempat lainnya,” lanjutnya, “gua-gua memungkinkan kita untuk menjelajahi masa lampau dan lebih merasakan secara langsung lingkungan tempat organisme-organisme masa silam hidup dan mati.”

Jeanne Timmons merupakan seorang penulis lepas yang kembali menemukan minatnya pada paleontologi di usia yang tak lagi muda. Karya-karyanya pernah dimuat di Ars Technica, The New York Times, Scientific American, dan Live Science.