Pengobatan Luas Pertama untuk HIV Mungkin Berasal dari Anak-Anak

Selama bertahun-tahun, Philip Goulder terobsesi dengan gagasan yang sangat menarik: Dalam pencarian obat untuk HIV, apakah anak-anak bisa menjadi kuncinya?

Sejak pertengahan 2010-an, dokter anak dan ahli imunologi dari Universitas Oxford ini mulai bekerja sama dengan ilmuwan di provinsi KwaZulu-Natal, Afrika Selatan. Tujuannya adalah memantau ratusan anak yang tertular HIV dari ibu mereka, baik selama kehamilan, persalinan, atau menyusui.

Setelah memberika obat antiretroviral sejak dini untuk mengendalikan virus, Goulder dan rekan-rekannya ingin memantau perkembangan serta kepatuhan anak-anak terhadap pengobatan standar, yang mencegah replikasi HIV. Namun, dalam kurun waktu sepuluh tahun berikutnya, sesuatu yang tidak biasa terjadi. Lima anak berhenti datang ke klinik untuk mengambil obat, dan ketika tim akhirnya menemukan mereka berbulan-bulan kemudian, kondisi mereka tampak sangat sehat.

“Alih-alih viral load mereka melonjak tinggi, virusnya justru tidak terdeteksi,” kata Goulder. “Padahal, biasanya HIV bisa kembali aktif dalam dua atau tiga minggu.”

Dalam sebuah penelitian yang terbit tahun lalu, Goulder menjelaskan bagaimana kelima anak tersebut tetap dalam fase remisi, meski sudah lama tidak mengonsumsi obat antiretroviral secara rutin—bahkan salah satunya hingga 17 bulan. Dalam pencarian obat HIV selama puluhan tahun, temuan ini memberikan petunjuk menarik: kesuksesan pertama dalam menyembuhkan HIV mungkin tidak terjadi pada orang dewasa, melainkan pada anak-anak.

Pada konferensi International AIDS Society pertengahan Juli di Kigali, Rwanda, Alfredo Tagarro, dokter anak dari RS Infanta Sofia Madrid, mempresentasikan studi baru. Hasilnya menunjukkan bahwa sekitar 5% anak dengan HIV yang mendapat antiretroviral dalam enam bulan pertama kehidupan berhasil menekan reservoir virus—jumlah sel yang menyimpan materi genetik HIV—hingga ke tingkat sangat rendah. “Anak-anak punya fitur imunologis khusus, sehingga lebih mungkin kita temukan obat HIV untuk mereka sebelum populasi lain,” ujar Tagarro.

MEMBACA  Ribuan Mengungsi dari Badai Milton, Menyebabkan Kemacetan Lalu Lintas dan Kelangkaan Bahan Bakar Oleh Reuters

Pendapat ini didukung oleh dokter lain, Mark Cotton, yang memimpin unit penelitian klinis penyakit menular anak di Universitas Stellenbosch, Cape Town.

“Sistem imun anak jauh lebih dinamis,” kata Cotton. “Mereka juga tidak punya masalah tambahan seperti tekanan darah tinggi atau gangguan ginjal. Itu membuat mereka target yang lebih baik untuk pengobatan.”

Menurut Tagarro, anak dengan HIV sering “tertinggal” dalam upaya menemukan terapi yang bisa membuat pasien HIV positif mencapai remisi permanen. Sejak 2007, 10 orang dewasa dianggap sembuh setelah menerima transplantasi sel punca untuk kanker darah ganas—prosedur yang ternyata juga menghilangkan HIV. Namun, karena metode ini kompleks dan berisiko tinggi—beberapa pasien bahkan meninggal—ini bukan strategi yang layak untuk menargetkan HIV secara khusus.

Seperti Goulder, dokter anak semakin menyadari bahwa setelah memulai pengobatan antiretroviral sejak dini, sebagian kecil anak ternyata mampu menekan HIV selama berbulan-bulan, bertahun-tahun, bahkan mungkin permanen hanya dengan sistem imun mereka. Kesadaran ini awalnya muncul dari studi kasus terpisah: “bayi Mississippi” yang mengendalikan virus lebih dari dua tahun tanpa obat, dan seorang anak Afrika Selatan yang dianggap berpotensi sembuh setelah virusnya tidak aktif selama lebih dari satu dekade. Cotton menduga 10-20% anak dengan HIV bisa mengendalikan virus dalam waktu cukup lama—melebihi dua hingga tiga minggu biasanya—setelah menghentikan antiretroviral.