AI-nya terus-terusan salah. Di satu adegan, Tiggy terlihat anehnya kekar banget. Di adegan lain, punggungnya keliatan terlalu kering. Saat pembuat film itu menyuruh satu perangkat lunak untuk memberikan kulit ‘seperti katak’ di belakang kepala Tiggy, yang muncul malah wajah katak utuh. AI-nya seakan menolak menggambarkan Tiggy telanjang, padahal Tiggy kan tidak pakai baju. Ketika sutradaranya meminta ‘alien tanpa baju yang pendek’, dia malah dapat pesan error, mungkin karena fitur keamanan alatnya. “Kayanya karena saya sebut kata ‘tanpa baju’,” dugaanya.
Narasi seputar AI cenderung hitam-putih: Antara kita akan hancur atau ini cuma gembar-gembor belaka. Menyaksikan sang pembuat film bekerja dengan perangkat lunak AI—es kopi di tangan, rambut dan janggut cokelatnya agak acak-acakan—justru lebih aneh dan kurang dramatis dari semua itu. Rasanya seperti menyaksikan sekolah anak anjing. Alat-alatnya terus mengabaikan instruksi, membuat pilihan yang ganjil, atau malah melenceng total. Namun dengan ketelitian dan kesabaran, dia berhasil mengendalikannya, dan pada akhirnya berhasil menghasilkan delapan menit acara TV orisinal dengan naskah yang padat.
Dalam hal ini, delapan menit tersebut membentuk episode terbaru dalam alam semesta sinematik fiksi ilmiah yang telah diciptakan pembuat film itu dengan nama Neural Viz. Proyek ini dimulai pada tahun 2024 dengan seri web mockumentary berjudul Unanswered Oddities, sebuah acara TV ‘talking-head’ dari masa depan di mana Bumi dihuni oleh makhluk bernama gluron, yang berspekulasi gaya Ancient Aliens tentang pendahulu mereka, manusia. Setiap episode mengeksplorasi aspek berbeda (dengan pelafalan yang salah) dari peradaban ‘hooman’, seperti Amerika, olahraga, atau NFL. Awalnya ini tampak seperti lelucon yang berdiri sendiri.
Tapi kemudian alam semesta, yang dikenal sebagai Monoverse, mulai berkembang. Neural Viz memproduksi episode-episode dari seri yang berbeda di jaringan TV gluron yang sama, Monovision: acara TV dokumenter polisi, acara gaya UFC tentang bertarung melawan serangga. Lalu muncul podcast, wawancara jalanan. Alur cerita sampingan dan jalur utama mulai bermunculan di antara video-video, dengan kisah cinta yang terjalin, kultus agama yang mengintai di latar belakang, dan rekaman arsip berkualitas rendah yang mengungkap keadaan sebenarnya yang memusnahkan umat manusia. Tak lama kemudian, sang pembuat film telah membangun sebuah dunia utuh dengan bahasa, karakter, dan lore-nya sendiri, dan semuanya dibuat dengan AI.
Neural Viz pun menjadi hits kultus—favorit para Redditor dan nerd AI di Twitter—lalu menjadi hits sungguhan, dengan video-video individu yang meraup ratusan ribu tayangan di YouTube dan jutaan di TikTok serta Instagram.
Namun terlepas dari segala ukuran popularitasnya, Neural Viz bisa dianggap sebagai pencapaian bersejarah: Ini adalah salah satu karya film AI pertama yang benar-benar tidak payah. Kata-kata ‘video AI’ cenderung memunculkan asosiasi terburuk: kuda nil di papan loncat, bayi menerbangkan pesawat, Will Smith makan spageti, Trump dan Barack Obama berciuman. Singkatnya, sampah. Reputasi medium ini memang negatif, alasannya bisa estetis maupun politis. Argumennya, bot akan menghancurkan Hollywood dan lapangan kerja, serta membuat penonton semakin tenggelam dalam kondisi stupor akibat algoritma.