Kotoran Berang-Berang yang ‘Aneh’ Mengungkap Peran Tak Terduga dalam Pengendalian Parasit

Menerima foto tak diundang dari kotoran hewan yang dipenuhi cacing pasti membuat siapa pun merinding, kecuali kamu seorang ahli parasit seperti Katrina Lohan. Ketika seorang rekan mengirimkan potongan gambar tumpukan feses berair dengan cacing berwarna merah menyala di dalamnya, ia langsung tertarik.

"Dia mengirimi saya ini dan bilang, ‘Kurasa ini parasit, apakah kamu tertarik mempelajari berang-berang sungai?’ Dan saya langsung bilang, ‘Wah, saya juga pikir itu parasit. Dan ya, saya tertarik,’" kata Lohan, seorang ahli ekologi parasit yang memimpin Laboratorium Ekologi Penyakit Pesisir di Smithsonian Environmental Research Center (SERC), kepada Gizmodo.

Rekannya menemukan kotoran berang-berang itu di dermaga kampus SERC di Teluk Chesapeake. Para ilmuwan ternyata tahu sangat sedikit tentang berang-berang sungai yang hidup di daerah pesisir yang dipengaruhi pasang surut, padahal predator ini memainkan peran penting dalam ekosistem. Mempelajari parasit dalam kotoran mereka bisa memberikan wawasan berharga tentang kebiasaan makan dan kesehatan habitat mereka. Jadi, Lohan bekerja sama dengan Calli Wise, seorang teknisi penelitian biologi di SERC dan penulis utama studi baru yang dipublikasikan di jurnal Frontiers in Mammal Science pada Kamis, 14 Agustus.

Wise sangat cocok untuk penelitian ini karena ia sudah pernah melakukan riset tentang "toilet" berang-berang sungai. Ya, kamu tidak salah baca, tapi bayangan tentang jamban kecil dan imut itu harus dihapus dari pikiranmu. "Toilet" berang-berang pada dasarnya adalah area perkumpulan di darat, jelas Wise kepada Gizmodo. Berang-berang sungai tidak hanya buang air di tempat-tempat ini tetapi juga makan, bermain, dan bersantai di sana. Hewan ini nokturnal dan semi-akuatik, sehingga sulit diamati di habitat alaminya, tetapi para peneliti bisa belajar banyak dari sisa-sisa yang mereka tinggalkan di "toilet" tersebut.

MEMBACA  Microsoft Kembali ke Dasar, Sumber Terbuka Kode Bill Gates

Wise dan rekan-rekannya mencari "toilet" berang-berang di sepanjang kurang lebih 12 kilometer garis pantai Sungai Rhode, sebuah subestuari Teluk Chesapeake yang dipengaruhi pasang surut. "Kamu mencari area yang terganggu, di mana terlihat ada hewan yang mungkin naik dari air ke darat," jelas Wise. "Sebenarnya, selain melihat, indra penciuman saya yang paling membantu. Kamu bisa mencium bau ‘toilet’ itu," katanya. Bayangkan saja.

Para peneliti mengumpulkan kotoran dari 18 "toilet" aktif dan membawanya ke lab. Selain mengamati sampel di bawah mikroskop, mereka melakukan analisis DNA menggunakan metabarcoding. Teknik pengurutan DNA ini melibatkan ekstraksi potongan kecil DNA, memperbanyaknya, lalu membandingkannya dengan database potongan dari spesies yang sudah diketahui. Ini memungkinkan peneliti mengidentifikasi spesies yang ada dalam sampel biologis kompleks.

"Metode ini belum pernah digunakan pada kotoran di ‘toilet’ berang-berang, baik untuk diet atau parasit," kata Wise. Ia dan rekannya menemukan DNA dari berbagai parasit yang mencakup enam kelas taksonomi dalam sampel kotoran. Sebagian besar spesies yang mereka identifikasi menginfeksi mangsa berang-berang, tapi ada juga yang menginfeksi berang-berang sendiri.

"Fakta bahwa metode ini memberikan resolusi sedemikian rupa sehingga kita tidak hanya bisa tahu apa yang mereka makan, tapi juga melihat parasit dalam mangsanya, sangat keren," ungkap Lohan. Lebih jauh, temuan ini menunjukkan bahwa parasit memainkan peran kunci dalam makanan berang-berang sungai. Ketika parasit menginfeksi spesies mangsa, dampak negatifnya pada kesehatan inang mungkin memudahkan berang-berang untuk berburu, jelas Lohan. Jadi, predator ini mungkin sedang "menyortir" individu yang terinfeksi dari populasi mangsanya, tapi mengonfirmasi ini perlu penelitian lebih lanjut, katanya.