Kotanya cukup imut dan asyik. Aku pingin balik lagi dan menghabiskan lebih banyak waktu di sana, tapi ya nggak, waktu itu cuma sekadar, “Ayo cari makan saja,” soalnya aku harus buru-buru pulang—ada seabrek urusan yang harus diselesai’in.
Apa kamu kasih tau siapa saja di pub bahwa kamu menang Hadiah Nobel?
Aku nggak kasih tau siapa-siapa, haha. Menurutku nggak perlu lah untuk melakukan hal seperti itu.
Kamu bilang kamu nggak mengikuti perkembangan Hadiah Nobel. Seberapa kaget sih waktu tahu kamu menang? Aku asumsikan kamu sadar betapa besarnya terobosan dari penemuan kamu ini, tapi apa kamu sempat mikir, ya, kan masih banyak juga ilmuwan hebat lainnya?
Aku nggak separah itu naifnya sih. Alasan utama aku nggak pernah nyangka bisa menang adalah karena sekitar delapan tahun lalu, aku bersama Shimon Sakaguchi, yang juga salah satu penerima penghargaan ini, dan satu lagi teman dekatku yang kerjanya luar biasa di Sloan Kettering Institute, kami menang Crafoord Prize, yang juga dari Royal Swedish Academy. Itu semacam yayasan keluarga di Swedia.
Kami pergi ke sana, kalau nggak salah tahun 2017, dan waktunya sangat seru. Ada pidato-pidato, kami ketemu putri mahkota. Sungguh pengalaman yang mengagumkan. Jadi ya aku pikir, oke, itu saja pengakuan yang akan didapat untuk penemuan ilmiah ini, dan itu sudah luar biasa. Aku merasa, itu lebih dari yang bisa aku harapkan. Orang-orang kadang bahas Nobel, dan aku cuma bilang, “Kayanya nggak deh.” Setelah itu, aku malah mikir, “Ini nggak akan pernah terjadi, lupakan saja.” Makanya aku benar-benar kaget waktu dengar kabarnya.
Menurut kamu, kenapa kamu dapat Hadiah Nobel untuk kerja ini sekarang? Apa karena minat terhadap imunologi meningkat gegara Covid? Atau karena penemuan ini udah memungkinkan ratusan uji klinis baru?