Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) berencana memanfaatkan AI untuk mengatasi masalah lamanya proses persetujuan, seiring pemerintahan Trump berinvestasi lebih besar pada otomatisasi di tengah ribuan PHK pegawai federal.
Menurut artikel terbaru di Journal of the American Medical Association (JAMA), FDA ingin “meningkatkan efisiensi secara drastis” dengan teknologi yang sedang berkembang ini. Rencananya melibatkan AI untuk mengevaluasi aplikasi obat dan alat medis—yang diklaim bisa memangkas waktu persetujuan hingga bertahun-tahun—serta pemodelan komputasi guna mengurangi uji coba pada hewan. Mereka juga mengusutkan hanya satu studi pasien besar sebagai syarat persetujuan, bagian dari pembaharuan proses “kuno”.
Artikel ini merujuk pada kesuksesan Operation Warp Speed COVID-19 sebagai bukti bahwa percepatan timeline mungkin, tapi banyak profesional masih skeptis. “Mengevaluasi ulang pendekatan AI, menyeimbangkan keamanan dan akurasi sembari mendorog inovasi, adalah prioritas FDA… FDA dan para ahli medis harus bersatu memikirkan solusi baru untuk tantangan kesehatan AS saat ini,” tulis laporan tersebut. “FDA akan menangani konflik kepentingan dengan serius.”
Tulisan ini dibuat oleh Vinay Prasad (Direktur Pusat Evaluasi & Penelitian Biologis FDA) dan Komisaris FDA Martin A. Makary. Keduanya mendukung reformasi FDA yang diusung Menteri Kesehatan AS Robert F. Kennedy Jr., yang kerap menyerang ilmuwan dan dokter dengan menyebut FDA “boneka industri,” membubarkan komite penasihat vaksin CDC, dan mendorong transformasi berbasis AI generatif.
Pada Mei lalu, FDA meluncurkan uji coba tinjauan ilmiah berbantu AI pertama mereka—untuk “mengurangi pekerjaan administratif tak penting” bagi ilmuwan FDA. Di bulan yang sama, para ahli mengkritik laporan inisiatif Kennedy yang diduga mengandung studi palsu dan kutipan keliru mungkin dibuat AI.