Pada 5 Juni, Elon Musk melakukan sesuatu yang tak pernah berhasil dilakukan siapa pun sejak Donald Trump pertama kali mengguncang panggung politik pada 2015: ia menggoyahkan sang raja "Make America Great Again" (MAGA).
Semuanya berawal dari sebuah unggahan kontroversial di X (dulu Twitter) yang kini sudah dihapus. “Waktunya menjatuhkan bom besar. Donald Trump ada di berkas Epstein,” tulis Musk. “Itulah alasan sebenarnya dokumen itu tidak dirilis. Semoga harimu menyenangkan.”
Unggahan itu viral sebelum Musk diam-diam menghapusnya. Tapi kerusakan sudah terjadi. Untuk pertama kalinya, Trump menghadapi pemberontakan serius dari basis pendukungnya sendiri—dan pemicunya justru datang dari luar politik, seseorang yang mungkin lebih berkuasa di dunia online: Musk.
Serangan Terkalkulasi Musk
Persekutuan Trump-Musk mulai retak secara terbuka pada 5 Juni, ketika mantan presiden itu—marah atas kritikan Musk—menyarankan pemerintah mungkin akan meninjau kontrak federal untuk perusahaan Musk, terutama kerja sama NASA dengan SpaceX. Di hari yang sama, saham Tesla anjlok, kehilangan nilai pasar sebesar $150 miliar.
Tapi yang awalnya tak banyak disadari adalah keputusan Musk untuk menyeret Trump ke teori konspirasi paling gelap dan berbahaya di alam MAGA: Jeffrey Epstein.
Selama bertahun-tahun, pendukung Trump percaya Epstein—pelaku kejahatan seksual yang terhubung dengan elite politik, keuangan, dan kerajaan—dibunuh untuk melindungi Demokrat yang berkuasa. “Berkas Epstein” menjadi simbol perlawanan bagi mereka yang yakin sistem melindungi pedofil dan menghukum pencari kebenaran.
Sebelum Musk membangkitkan api ini, minat terhadap dokumen Epstein sudah meredup. Rilis “Fase 1” awal 2024 gagal menjerat tokoh-tokoh Demokrat besar, membuat basis MAGA kecewa. Lalu Musk melempar granat.
Memicu Api dengan Grok
Dalam serangkaian unggahan lanjutan pada 17 Juli, Musk meminta Grok—chatbot AI di platform X—untuk membuat daftar orang yang pernah mengunjungi pulau pribadi Epstein yang terkenal kejam. “Selidiki mereka atas dugaan pemerkosaan gadis di bawah umur yang disediakan Epstein,” perintahnya. “Pikirkan matang-matang. Urutkan berdasarkan tingkat kejahatan dan frekuensinya.”
Ini adalah seruan langsung ke naluri emosional MAGA: ketakutan, kemarahan, dan keinginan balas dendam. Tapi kali ini, Trump bukan lagi pejuang melawan elite. Ia justru digambarkan sebagai bagian dari mereka.
Cengkeraman Trump yang Melemah
Trump berusaha mengabaikan tuduhan itu, menyebutnya “hoax bodoh”, dan meminta pendukungnya melupakannya. Tapi banyak yang menolak. “Trump terpilih pada 2016 sebagian karena janji ‘kunci dia’. Menyuruh kami berhenti bicara soal Epstein malah membuat kami semakin membicarakannya,” tulis Matt Walsh, komentator konservatif berpengaruh.
Di online, reaksi negatif meledak. Netizen menertawakan upaya Trump mengalihkan perhatian—dengan pengumuman kebijakan atau keluhan sepele—sambil menuntut transparansi. Tagar #ReleaseTheEpsteinFiles meledak kembali.
Kemarahan memuncak setelah Departemen Kehakiman (DoJ) memecat jaksa federal Maurene Comey, yang kabarnya membuka kembali penyelidikan Epstein. Bagi banyak orang, ini bukti lebih lanjut bahwa Trump melindungi seseorang—atau dirinya sendiri.
Pukulan Tepat Sasaran
Musk menemukan satu hal yang tak bisa diabaikan basis MAGA: Epstein. Dan ia menggunakannya untuk menggoyang loyalitas mereka.
Selama satu dekade, Trump membangun gerakan atas dasar teori konspirasi, kecurigaan, dan kemarahan moral. Musk membalikkan segalanya. Efeknya langsung terasa.
Beberapa mengira CEO Tesla dan pendiri SpaceX ini bermain api. SpaceX sangat bergantung pada kontrak federal, dan Trump sudah mengisyaratkan pembalasan. Tapi enam minggu kemudian, Musk sudah kembali beraktivitas normal, sementara Trump masih berusaha memadamkan api.
Musk meretakkan zirah MAGA—dengan menggunakan bahasa moral gerakan itu melawan pendirinya sendiri. Ia menciptakan celah di basis pendukung Trump yang dulu tak tertembus. Ini adalah pukulan strategis.
Untuk pertama kali sejak 2016, Donald Trump bukan yang mengendalikan narasi. Ia bereaksi terhadap narasi orang lain. Dan Elon Musk yang memegang kendali.
Musk 1. Trump 0.