Presiden Trump baru saja menerapkan tarif 30% untuk barang-barang dari Uni Eropa, memperuncing konflik yang sudah lama terjadi soal siapa yang berhak menetapkan aturan untuk perusahaan teknologi besar. Langkah ini dilakukan tak lama setelah Brussels meluncurkan regulasi baru, kali ini menyasar bidang kecerdasan buatan yang sedang berkembang pesat.
Pemicu terbaru adalah “Kode Praktik” AI baru dari UE, seperangkat panduan sukarela yang dirilis Kamis lalu untuk menangani kekhawatiran atas keamanan publik. Meski tidak mengikat secara hukum, kode ini melanjutkan undang-undang AI bersejarah UE, dan perusahaan yang tidak menandatangani sebelum tenggat 2 Agustus berisiko menghadapi pengawasan ketat dari regulator. OpenAI mengumumkan niatnya untuk menandatangani kode tersebut pada Jumat, sementara kelompok lobi teknologi CCIA—yang anggotanya termasuk Google dan Meta—telah mengkritik panduan ini.
Administrasi Trump secara terbuka menentang upaya UE untuk mengatur perusahaan teknologi AS. Trump menyebut denda besar-besaran UE sebagai “pemerasan dari luar negeri,” sementara Menteri Keuangan Scott Bessent mengklaim bahwa denda tersebut berfungsi sebagai tarif terselubung.
Pandangan ini didukung oleh Silicon Valley. Dalam pengumuman Januari lalu, CEO Meta Mark Zuckerberg mengatakan perusahaannya akan “bekerja dengan Presiden Trump untuk melawan pemerintah di seluruh dunia yang menarget perusahaan AS,” dengan menyoroti regulator Eropa secara khusus. Ketegangan ini telah menghambat negosiasi perdagangan; pada Mei lalu, pejabat pemerintahan Trump mengatakan pada New York Post bahwa pembicaraan macet karena UE menolak mencabut denda jutaan dolar terhadap raksasa teknologi AS.
### Denda Apa Saja yang Diterapkan UE?
Di bawah Undang-Undang Pasar Digital (DMA) 2022—hukum antimonopoli bersejarah Eropa—Apple, Google, Amazon, dan Meta dinobatkan sebagai “penjaga gerbang.” Penetapan ini memicu gelombang denda dan perubahan paksa pada operasi mereka di UE. Baru-baru ini, Meta didenda lebih dari $200 juta setelah Komisi Eropa menemukan model “bayar-atau-setuju” mereka melanggar DMA. Menurut laporan Reuters Jumat lalu, Meta memilih untuk melawan temuan ini dan tidak akan mengusulkan perubahan, artinya denda lebih besar mungkin akan menyusul.
### Akankah UE Mengalah atau Justru Melawan?
Meski mendapat tekanan dari Trump, UE tampaknya bertekad mempertahankan kemandirian regulasinya. Awal bulan ini, kepala teknologi Komisi Eropa, Henna Virkkunen, menyatakan pada Politico bahwa aturan UE tentang persaingan digital dan AI tidak bisa dinegosiasikan.
Namun, UE juga menunjukkan fleksibilitas. Blok tersebut baru saja menghapus rencana pajak untuk perusahaan digital dari anggaran mendatang, langkah yang dianggap sebagai kemenangan bagi pemerintahan Trump.
Pertanyaan sekarang adalah apakah tarif baru ini akan berbalik memicu respons yang lebih keras. Menanggapi tarif pertama pada April lalu, Presiden UE Ursula von der Leyen menyatakan kesediaannya untuk membalas dengan sasaran perusahaan teknologi besar jika negosiasi gagal. Meski UE menunda serangkaian tindakan balasan yang seharusnya berlaku Senin lalu, Presiden Prancis Emmanuel Macron menegaskan bahwa senjata paling ditakuti UE—instrumen anti-paksaan—masih bisa digunakan.
“Dengan persatuan Eropa, Komisi harus lebih dari sebelumnya menunjukkan tekad UE untuk mempertahankan kepentingan Eropa,” tulis Macron di X. “Ini berarti mempercepat persiapan tindakan balasan yang kredibel, dengan memanfaatkan semua instrumen yang ada, termasuk anti-paksaan, jika tidak ada kesepakatan sebelum 1 Agustus.”
### Gambaran Besar
Instrumen anti-paksaan dianggap sebagai “senjata pamungkas” UE. Berbeda dengan tarif tradisional yang menyasar barang fisik, alat ini memungkinkan UE membatasi perdagangan jasa dari negara yang dianggap melakukan paksaan ekonomi. Jika AS dinilai memenuhi kriteria, raksasa teknologi seperti Apple, Google, dan Meta bisa menjadi sasaran utama.
Pada akhirnya, kedua pihak berjuang untuk kepentingan masing-masing: pemerintahan Trump ingin mempertahankan dominasi AS di industri teknologi global, sementara UE ingin mengatur platform digital dengan caranya sendiri. Negosiasi ini tidak hanya menentukan nasib perusahaan teknologi yang terjebak di tengah, tapi juga akan membentuk aturan kedaulatan teknologi global untuk tahun-tahun mendatang.
Bagi perusahaan teknologi besar yang terkena imbas, pesannya jelas: ini adalah perang tentang kedaulatan digital, dan aturan era internet berikutnya mungkin akan ditulis di Brussels maupun Washington.