“LIGO adalah proyek besar yang telah dipikirkan ribuan orang secara mendalam selama 40 tahun,” kata Aephraim Steinberg, ahli optika kuantum di Universitas Toronto. “Mereka sudah memikirkan segala kemungkinan, jadi jika AI menemukan hal baru, itu membuktikan bahwa ribuan orang gagal melakukannya.”
Meski AI belum menghasilkan temuan baru dalam fisika, alat ini semakin kuat di bidang ini. Selain membantu merancang eksperimen, AI bisa menemukan pola kompleks dalam data. Contohnya, algoritma AI telah mengidentifikasi simetri alam dari data Large Hadron Collider di Swiss. Simetri ini bukan hal baru—mereka kunci dalam teori relativitas Einstein—tetapi temuan AI menunjukkan potensi untuk masa depan. Fisikawan juga memakai AI untuk menemukan persamaan baru yang menggambarkan penggumpalan materi gelap. “Manusia bisa belajar dari solusi ini,” kata Adhikari.
Terpisah tapi Menyatu
Dalam fisika klasik yang menggambarkan dunia sehari-hari, objek punya sifat pasti yang independen dari pengukuran: Misal, bola bilyar punya posisi dan momentum tertentu pada suatu waktu.
Di dunia kuantum, tidak begitu. Objek kuantum dijelaskan oleh entitas matematis bernama keadaan kuantum. Yang bisa dilakukan hanyalah menghitung probabilitas, misalnya, di mana objek akan ditemukan saat dicari.
Lebih lagi, dua (atau lebih) objek kuantum bisa berbagi satu keadaan kuantum. Ambil contoh cahaya, yang terdiri dari foton. Foton bisa dihasilkan berpasangan dalam keadaan “terjerat”, artinya kedua foton berbagi keadaan kuantum meski terpisah jauh. Saat satu foton diukur, hasilnya seketika menentukan sifat foton lainnya—yang sudah jauh.
Selama puluhan tahun, fisikawan berasumsi jeratan kuantum mengharuskan objek bermula dari tempat sama. Tapi awal 1990-an, Anton Zeilinger—yang kemudian memenangkan Nobel Fisika—menunjukkan hal ini tak selalu benar. Ia dan tim mengusulkan eksperimen dengan dua pasang foton terjerat tak terkait. Foton A dan B terjerat, begitu pula C dan D. Lalu, mereka merancang desain eksperimen cerdik menggunakan kristal, pembagi berkas, dan detektor untuk memanipulasi foton B dan C. Setelah serangkaian operasi, foton B dan C terdeteksi lalu musnah, tapi akibatnya, pasangan A dan D—yang sebelumnya tak berinteraksi—menjadi terjerat. Ini disebut pertukaran jeratan, kini menjadi komponen penting teknologi kuantum.
Begitulah keadaan di 2021, saat tim Krenn mulai merancang eksperimen baru dengan bantuan perangkat lunak PyTheus—Py dari bahasa pemrograman Python, dan Theus dari Theseus, pahlawan Yunani pembunuh Minotaur. Tim merepresentasikan eksperimen optik menggunakan struktur matematis bernama graf, terdiri dari simpul dan garis penghubung. Simpul dan garis ini mewakili berbagai aspek eksperimen, seperti pembagi berkas, jalur foton, atau interaksi antar-foton.