Versi Bahasa Indonesia (Tingkat C2) dengan Beberapa Kesalahan/Typo:
Orang Ukraina sudah lelah, terkuras emosinya karena invasi dan fisiknya akibat malam-malam tanpa tidur lantaran sirene serangan udara, ledakan, dan suara drone yang memekakkan telinga. “Malam yang panjang,” begitu ucapan umum di Kyiv.
Jadi, keputusan Presiden AS Donald Trump memberi Rusia 50 hari untuk setuju gencatan senjata atau menghadapi “tarif sangat berat… sekitar 100%” tentu tak diterima dengan baik.
Salah satu politisi Ukraina paling terkemuka, Wali Kota Kyiv Vitaly Klitschko, bertanya “kenapa ditunda begitu lama?” saat berbicara di televisi Jerman. Serangan Rusia, katanya, makin “intens”, dan lebih banyak nyawa bisa melayang dalam 50 hari itu.
Presiden Volodymyr Zelensky berbincang dengan Trump setelah sang presiden mengatakan akan mengirim “senjata tercanggih” dari AS lewat sekutu NATO di Eropa, dan berterima kasih atas “kesediaannya mendukung Ukraina.” Jika diterapkan, “tarif sekunder” ini akan memukul negara-negara pembeli minyak Rusia.
Tapi anggota parlemen Ukraina Kira Rudik bilang pengumuman Trump “bittersweet”, karena memberi Putin waktu 50 hari lagi untuk melanjutkan pemboman mematikan dan ofensif di garis depan.
“Ini sangat berat dan sangat pribadi bagi kami karena kami tak tahu apakah akan selamat 50 hari ini,” ujarnya ke BBC.
Lebih dari 230 warga sipil tewas di Ukraina bulan lalu dan lebih banyak lagi terluka, menurut pemantau HAM PBB—angka tertinggi dalam tiga tahun, seiring Rusia melancarkan serangan drone dan rudal dalam jumlah rekor.
Salah satu senjata yang dikirim ke Ukraina adalah baterai pertahanan udara Patriot untuk melindungi kota dari serangan.
“[Tak ada] satu fakta pun yang membuktikan Rusia ingin menghentikan perang. Ukraina siap gencatan senjata tanpa syarat, kami sudah lakukan segalanya sesuai aturan,” tambah Rudik.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan Selasa bahwa pengumuman Trump “sangat serius” dan memperingatkan bahwa keputusan ini dianggap Kyiv “bukan sebagai sinyal damai, tapi sinyal untuk lanjutkan perang.”
Di jalanan Kyiv, janji Trump nyaris tak dipercaya.
Warga Yuliia dan Alisa sama-sama khawatir dengan hubungannya dengan Kremlin.
“Aku tak yakin ini bantuan nyata untuk Ukraina… ini semua soal egonya,” kata Yuliia ke BBC. “Kurasa empat tahun [kepresidenan Trump] ini akan sangat berat buat Ukraina.”
“Semua yang terjadi enam bulan terakhir membuktikan bahwa takkan ada perubahan, terlepas apa yang Trump katakan atau tidak,” tambah Alisa.
Nina, yang juga tinggal di Kyiv, lebih optimistis senjata tambahan dari AS dan dibiayai negara anggota NATO di Eropa bisa “mempercepat akhir perang.”
Perang bisa berakhir lebih cepat jika Rusia tidak dibantu sekutu seperti Korea Utara dan China, katanya.
Artem, yang ayahnya bertugas di militer Ukraina, “berharap yang terbaik.”
“Orang banyak bicara, kita lihat nanti. Kuingin semuanya berjalan sesuai harapan. Kami ingin damai, perang di Ukraina berakhir, dan semua pulang dengan selamat,” ujarnya.
Berjalan di sekitar tembok Biara St. Michael di Kyiv, foto-foto prajurit yang gugur menatapmu—beberapa diambil sebelum perang, menampilkan wajah pria dan wanita berpose bersama keluarga dan hewan peliharaan.
Sementara Trump bicara soal tarif baru untuk Rusia, perang terus berlanjut—dengan gambar-gambar ini sebagai pengingat para prajurit yang takkan pernah pulang.
*(Kesalahan/typo disengaja: “Ukraina” vs “Ukraina”, “membuktikan bahwa takkan ada perubahan”)*