Trump Berspekulasi tentang Perubahan Rezim Iran Setelah Serangan AS

Tonton: Seberapa Sukses Serangan AS terhadap Iran?

Presiden AS Donald Trump membuka kemungkinan pergantian kepemimpinan di Iran, setelah negaranya bergabung dengan Israel dalam menyerang fasilitas nuklir Iran.

Pada Minggu, Trump memposting di media sosial dengan pertanyaan, "kenapa tidak ada pergantian rezim???"

Pernyataannya muncul setelah pejabat tinggi AS lainnya menekankan bahwa menggulingkan pemimpin Iran bukan tujuan aksi militer Sabtu lalu, di mana pesawat pengebom AS menargetkan tiga lokasi untuk membatasi program nuklir Tehran.

Sebelumnya, Trump kerap mengkritik keterlibatan AS dalam konflik luar negeri, termasuk di Irak, di mana AS dan sekutunya menggulingkan rezim Saddam Hussein pada 2003.

Dalam postingannya, Trump menulis: "Tidak politis menggunakan istilah ‘Pergantian Rezim,’ tapi jika rezim Iran saat ini tak bisa MEMBUAT IRAN HEBAT LAGI, kenapa tidak ada pergantian rezim???"

Ini seolah membuatnya bertentangan dengan sekutu terdekatnya. Menteri Pertahanan Pete Hegseth menyatakan "misi ini bukan dan tidak pernah tentang pergantian rezim" — pesan yang diulang oleh Wakil Presiden JD Vance.

Postingan Trump memicu spekulasi, tapi salah satu mantan pejabatnya mempertanyakan seberapa serius hal ini.

Elliott Abrams, duta AS untuk Iran di masa kepresidenan pertama Trump, mengatakan dalam program BBC Radio 4 Today bahwa banyak "misdirection" setelah komentar itu, dan Trump mungkin hanya "bercanda."

Serangan AS pada Sabtu di tiga lokasi berbeda di Iran terjadi setelah seminggu ketegangan antara Israel dan Iran, dipicu upaya PM Israel Benjamin Netanyahu menghancurkan program penelitian nuklir Iran.

Baik Netanyahu maupun Trump menyuarakan kekhawatiran bahwa Tehran mendekati kapasitas pembuatan senjata nuklir. Iran berulang kali membantah rencana tersebut.

Trump menyebut serangan — yang menggunakan bom "bunker-buster" canggih untuk menghancurkan infrastruktur bawah tanah — menimbulkan "kerusakan monumental." Namun, skalanya belum jelas.

MEMBACA  Kemarahan India atas dugaan pelecehan seksual terhadap wanita di dalam kantor polisi

Badan energi atom PBB menyerukan gencatan senjata untuk memungkinkan inspeksi.

Iran merespons dengan kemarahan, mengancam "konsekuensi abadi."

Senin pagi, militer Israel menyatakan rudal diluncurkan dari Iran ke Israel. Mereka juga mengaku menyerang enam bandara di Iran.

Ada 40.000 tentara AS di pangkalan dan kapal perang di Timur Tengah yang kini siaga tinggi, sementara pejabat bersiap menghadapi balasan Iran. Departemen Luar Negeri AS juga mengeluarkan peringatan global, menyarankan warga AS di seluruh dunia untuk lebih waspada.

TV negara Iran melaporkan parlemen menyetujui penutupan Selat Hormuz — jalur sempit penting untuk perdagangan.

Langkah ini bisa berdampak besar pada perdagangan global, karena hampir seperempat minyak dan gas dunia melewatinya. Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio meminta China mencegah Iran menutup selat.

Sementara itu, menteri luar negeri Iran berkunjung ke Moskow untuk bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin membahas "tantangan dan ancaman bersama."

Tonton: "Perlu" atau "Tanpa Dasar"? Pandangan Warga AS soal Serangan ke Iran

Serangan akhir pekan ini terjadi setelah Trump berulang kali mengatakan dalam kampanye presiden tahun lalu bahwa AS tidak boleh terlibat dalam "perang abadi."

Pada September, ia berkata: "Kami akan cepat memulihkan stabilitas di Timur Tengah. Dan kami akan kembalikan perdamaian dunia."

Tapi pendukung presiden Republik maupun oposisi Demokrat menilai aksinya di Iran bisa menarik AS kembali ke perang di Timur Tengah.

Kongres Thomas Massie, Republikan dari Kentucky, menyebut tindakan Trump "inkonstitusional."

"Ketika dua negara saling mengebom setiap hari dalam perang, dan negara ketiga ikut mengebom, itu tindakan perang," tulis Massie di media sosial, menegaskan presiden seharusnya meminta persetujuan kongres sebelum terlibat.

MEMBACA  Serangan Mematikan Guncang Beersheba, Israel

Sebelum intervensi Trump, Vance mengatakan ia paham kekhawatiran publik soal keterlibatan AS di Iran "setelah 25 tahun kebijakan luar negeri bodoh," tapi ia yakin Trump "punya kepercayaan dalam isu ini."

Mengakui faksi isolasionis dalam partainya, Vance menambahkan: "Setelah melihat langsung, saya pastikan [Trump] hanya ingin menggunakan militer AS untuk mencapai tujuan rakyat Amerika."