Burkina Faso, Mali, dan Niger mengumumkan akan segera menarik diri dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC), yang mereka sebut sebagai “alat represi neokolonial”.
Ketiga negara yang dipimpin militer itu mengeluarkan pernyataan bersama, menyatakan mereka tidak akan mengakui otoritas pengadilan tertinggi PBB yang bermarkas di Den Haag tersebut.
“ICC telah membuktikan ketidakmampuannya dalam menangani dan mengadili kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan genosida, serta kejahatan agresi yang telah terbukti,” ujar ketiga pemimpin tersebut.
Pengadilan belum memberikan tanggapan atas keputusan ketiga negara ini, yang semuanya memiliki hubungan erat dengan Rusia, yang pemimpinnya Vladimir Putin dikenai surat perintah penangkapan oleh ICC.
Ketiga negara itu menyatakan keinginan mereka untuk membentuk “mekanisme indigenous untuk konsolidasi perdamaian dan keadilan”.
Mereka menuduh ICC menyasar negara-negara yang kurang berprivilege, menggemakan kritik dari Presiden Rwanda Paul Kagame yang sebelumnya menuduh ICC memiliki bias anti-Afrika.
ICC didirikan pada tahun 2002 untuk secara hukum menangani kasus-kasus genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan agresi.
Dari 33 kasus yang diluncurkan sejak berdirinya, hanya satu yang tidak melibatkan negara Afrika.
Penarikan diri suatu negara dari ICC secara resmi berlaku satu tahun setelah PBB diberitahu.
Kekuatan junta militer mengendalikan Burkina Faso, Mali, dan Niger, menyusul kudeta di negara-negara Sahel antara 2020 dan 2023. Mereka merupakan tiga-satunya anggota Konfederasi Negara-negara Sahel.
Pasukan mereka menghadapi tuduhan melakukan kejahatan terhadap warga sipil, seiring eskalasi kekerasan di wilayah tersebut melawan kelompok jihadis yang terkait dengan al-Qaeda dan Negara Islam.
Dalam langkah terkoordinasi lain awal tahun ini, ketiga negara tersebut secara serentak menarik diri dari blok regional, Komunitas Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat (ECOWAS).
Mereka telah menolak tuntutan ECOWAS untuk mengembalikan kekuasaan demokratis.
Rusia telah memperkuat hubungan dengan ketiga negara Sahel dalam beberapa tahun terakhir, yang semuanya semakin terisolasi dari Barat, terutama mantan kekuatan kolonial regional, Prancis.
Pada tahun 2023, ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Presiden Rusia Vladimir Putin terkait dugaan kejahatan perang di Ukraina.