“Tempat Penampungan Sudah Penuh”: Warga Israel Hadapi Serangan Misil yang Belum Pernah Terjadi | Konflik Israel-Iran

Tel Aviv, Israel – Selama empat malam berturut-turut, misil menghantam kota-kota di Israel. Serangan balasan Iran, yang dipicu oleh serangan Israel, memaksa warga berlindung di tangga dan bunker. Skala kerusakan serta kemampuan roket Iran menembus salah satu sistem pertahanan tercanggih di dunia membuat banyak orang terkejut.

Pada Jumat, Israel memulai serangan ke Iran, menargetkan fasilitas militer dan nuklir serta membunuh pejabat keamanan, intelijen, komandan militer, dan ilmuwan terkemuka. Serangan Israel yang juga menyasar kawasan permukiman telah menewaskan lebih dari 224 orang dan melukai setidaknya 1.481, menurut otoritas Iran. Pemerintah menyatakan sebagian besar korban adalah warga sipil.

Sebagai balasan, Iran meluncurkan ratusan misil ke Tel Aviv dan kota-kota Israel lainnya.

Ribuan misil Iran telah ditembakkan sejak Jumat. Meski sistem pertahanan udara Israel kuat, tak semua berhasil dihadang. Meski jumlah misil Iran tampak berkurang tiap malam, skala serangannya tetap belum pernah terjadi bagi warga Israel.

Pusat Tel Aviv, Haifa, pusat sains Rehovot, dan permukiman warga ikut terkena. Setidaknya 24 orang di Israel tewas dan ratusan luka-luka.

Institut Sains Weizmann di Rehovot—kebanggaan nasional dan pusat penelitian militer Israel—termasuk yang terdampak parah. Laboratoriumnya hancur, kaca pecah, kabel dan besi beton bergelantungan.

“Ini bukan sekadar kerusakan bangunan,” kata Jenia Kerimov, 34, kandidat doktor biologi yang tinggal di dekatnya. “Tapi juga riset bertahun-tahun, peralatan yang sulit diganti, data yang mungkin hilang selamanya.”

Dia sedang di bunker sepelemparan batu saat institut itu kena serangan. “Kami seharusnya membantu melindungi negeri ini. Tapi sekarang, bahkan pekerjaan dan rumah kami sendiri terasa tak aman.”

Bunker di seluruh negeri penuh. Di permukiman tua tanpa bunker, warga berdesakan di ruang aman bersama. Di Tel Aviv dan Yerusalem Barat, tangga jadi kamar tidur darurat. Komando Depan Dalam Angkatan Darat Israel telah mengevakuasi ratusan orang ke hotel setelah bangunan yang kena serangan dinyatakan tak layak huni.

MEMBACA  Ibu Kota Seafood Australia: Kota Pesisir dengan Biaya Hidup Terjangkau dan Hidangan Laut Segar Hasil Tangkapan Lokal

‘Tak ada bunker di gedung kami’

Yacov Shemesh, pekerja sosial pensiunan di Yerusalem Barat, menceritakan istrinya tidur di tangga apartemen sejak serangan dimulai.

“Tak ada bunker di gedung kami,” jelas pria 74 tahun itu. “Aku ke atap Minggu malam untuk lihat situasi. Kulihat kilatan di langit lalu ledakan. Tapi tak ada beritanya. Mungkin [pemerintah] tak ingin kita tahu seberapa dekat ancamannya.”

Serangan ini memicu kepanikan di masyarakat yang sudah terbiasa dengan konflik—tapi sebelumnya, kehancuran dan perang terjadi di tempat lain: Gaza, Jenin, atau Lebanon selatan. Kini, banyak warga Israel pertama kalinya menyaksikan kehancuran di kota mereka sendiri.

Di Tel Aviv, antrean panjang memenuhi lorong supermarket. Meski ramai, suasana hening sementara pelanggan menatap ponsel dengan wajah tegang.

Gil Simchon, 38, petani dari dekat Pangkalan Udara Ramat David di timur Haifa, menggendong beberapa botol air.

“Satu hal mendengarkan ancaman Iran selama puluhan tahun,” katanya, “tapi lain lagi melihatnya langsung—melihat gedung tinggi di Tel Aviv kena serangan.”

Senin malam, dia pertama kali dalam hidupnya menggunakan bunker.

Bahkan Kirya, markas besar militer Israel di Tel Aviv, juga kena serangan meski kerusakannya terbatas. Kemampuan Iran menghantam target vital dan terproteksi ini mengguncang keyakinan warga yang selama ini percaya pada sistem pertahanan berlapis mereka.

Meski sebagian besar Israel dilindungi Iron Dome, David’s Sling, dan sistem pertahanan Arrow, pejabat mengakui sistem ini tak dirancang untuk serangan massal dengan misil balistik berhulu ledak besar. “Ini bukan roket rakitan dari Gaza,” kata seorang analis di televisi Israel. “Ini senjata perang sesungguhnya.”

Sabtu malam, jalanan Yerusalem Barat sepi. Salah satu tempat yang masih terang adalah gym. Pemiliknya menunjuk tangga menuju ruang bawah tanah. “Kami terlindungi,” katanya. Lalu tersenyum, “Pengunjung gym memang gila. Kalau mau olahraga malam, gym harus tetap buka.”

MEMBACA  Dampak Siklon Tropis Fina Diperiksa di Australia Utara | Berita Krisis Iklim

Di luar, udara malam penuh ketegangan. Lampu neon menyala di kegelapan. Sekelompok kecil orang berkumpul, mata tertuju ke langit. Beberapa saat sebelumnya, cahaya melintas di atas mereka.

“Mereka menuju tempat lain—Haifa, mungkin,” gumam seorang pemuda. Beberapa menit kemudian, sirene meraung. Video yang beredar online menunjukkan api membakar instalasi gas dekat Haifa.

Awalnya, media sosial dibanjiri rekaman dampak misil—ada yang diambil dari balkon rumah, ada pula dari dasbor mobil. Malam ketiga, banyak laporan tentang orang yang ditangkap karena mendokumentasikan serangan. Pejabat Israel memperingatkan media asing untuk tidak melanggar larangan menyiarkan konten semacam itu, menyebutnya sebagai pelanggaran keamanan.

Sementara itu, kekhawatiran akan pemadaman listrik meningkat. Di Tel Aviv, pengendara mengantre di pom bensin, berusaha menjaga tangki bahan bakar tetap penuh. Seorang ayah mengikat anak-anaknya di kursi belakang sebelum melaju kencang. Matanya sesekali menatap langit, lalu kaca spion.

‘Melindungi diri tapi memperburuk keadaan’

Bagi sebagian warga Israel di luar negeri, rasa tak berdaya semakin dalam. Eran, 37 tahun, yang tinggal dan bekerja di New York, berbicara dengan orang tuanya yang sudah lanjut usia di dekat Beit Shemesh. “Mereka pernah ke bunker sebelumnya, tapi kali ini, ketakutannya berbeda,” katanya kepada Al Jazeera. “Bunker penuh. Saat pulang, mereka menemukan puing-puing interceptir di halaman.”

Eran, yang dulu menolak wajib militer Israel—hingga sempat dipenjara—dan meminta menggunakan nama samaran karena takut represi pemerintah saat kembali ke Israel, telah lama mengkritik kebijakan negaranya.

Menyaksikan keluarganya dalam bahaya, ia kini merasa lebih yakin dari sebelumnya.

“Israel mengklaim bertindak untuk semua orang Yahudi,” katanya. “Tapi kejahatannya di Gaza dan tempat lain justru mendatangkan bahaya bagi keluarga seperti milikku. Bahkan di New York, aku merasakan dampaknya.”

MEMBACA  Urutan dan Cara untuk Mencerahkan Wajah yang Paling Efektif, Patut Dicoba!

Bagi yang lain, situasinya lebih kabur.

“Aku tak lagi tahu batasan antara melindungi diri dan memperburuk keadaan,” ujar Gil. “Kita tumbuh dengan keyakinan bahwa kita mempertahankan sesuatu. Tapi sekarang, rudal-rudal, tempat perlindungan, ketakutan—rasanya seperti siklus yang tak bisa kita hindari.”

Sementara itu, pemerintah Israel bersikap agresif, berjanji akan membuat Tehran “membayar harga mahal”. Namun di dalam tempat-tempat perlindungan, ketegangan bercampur kelelahan dan kesadaran bahwa sesuatu yang mendasar telah berubah.

“Seperti perasaan pecinta daging setelah mengunjungi pabrik pengolahan daging,” bisik Gil pelan. “Kau tumbuh dengannya, kau mempercayainya—tapi saat kau melihat bagaimana itu dibuat, itu membuatmu tak nyaman.”

Tulisan ini diterbitkan berkolaborasi dengan Egab.