Getty Images
Jepang memainkan peran penting dalam gejolak sistem perdagangan global yang diciptakan oleh Presiden Donald Trump. Dengan caranya sendiri, bisa dikatakan bahwa pendekatannya yang agresif mulai membuahkan hasil nyata.
Sejak awal, pihak AS terus menyebut-nyebut kemungkinan kesepakatan dengan Jepang, namun meski sudah beberapa kali dikirim delegasi, kesepakatan itu tetap sulit diraih—sampai sekarang. Dalam arti sempit, ini adalah kemenangan bagi pendekatan Trump, terutama jika Jepang menjadi domino yang membuat negara lain mengikuti.
Jepang kini mendapatkan kesepakatan terbaik—atau lebih tepatnya, yang paling tidak buruk—dibandingkan negara-negara lain yang memiliki surplus perdagangan besar dengan AS. Tarif umum sebesar 15% yang dikenakan pada barang-barang Jepang yang diimpor ke AS lebih tinggi dibanding tarif 10% untuk Inggris, meski Inggris tidak punya surplus.
Seperti pernah saya laporkan sebelumnya, kemarahan negosiator Jepang selama perundingan mengejutkan para diplomat di Washington DC yang terbiasa dengan kesopanan ekstrem negara itu. Tokyo bermain keras. Menteri Keuangan Jepang menyebut kepemilikan surat utang AS senilai $1,1 triliun—terbesar di dunia—sebagai "kartu" yang bisa dimainkan.
Ada kabar bahwa hedge fund di Jepang mulai melepas obligasi AS setelah pengumuman tarif "Hari Pembebasan" Trump pada April, yang memicu aksi jual besar-besaran dan pertanyaan serius tentang status ekonomi terbesar dunia serta keamanan dolar AS.
Maka, tercapainya kesepakatan ini sangat penting, baik secara intrinsik maupun sebagai contoh bagi blok ekonomi besar lain, termasuk Uni Eropa (UE). Kesepakatan ini muncul di hari yang sama ketika Jepang menjadi tuan rumah pemimpin UE di Tokyo. Sebelumnya, ada desas-desus soal koordinasi balasan antara Jepang, UE, dan Kanada. Ini menghentikan inisiatif semacam itu.
Beberapa anggota UE mungkin bertanya-tanya mengapa kesepakatan serupa tidak bisa dicapai, terutama saat Jerman dan Prancis meningkatkan ancaman balasan, mungkin terhadap raksasa teknologi AS.
Dunia masih menunggu detailnya, tapi jelas Jepang berhasil melindungi impor pertaniannya, meski akan mengimpor lebih banyak beras AS. Tidak jelas apa yang bisa mengubah ketidaktertarikan publik Jepang pada mobil besar Amerika, meski perusahaan swasta Jepang akan didukung untuk berinvestasi setengah triliun dolar di AS dalam bentuk tertentu.
Jepang menyepakati ini padahal bisa menunggu untuk melihat perkembangan dan reaksi pasar internasional ketika tarif lebih tinggi Trump untuk sejumlah negara mulai berlaku pada 1 Agustus. Kelemahan politik domestik perdana menterinya mungkin menjadi faktor, meski negara lain seperti Indonesia dan Filipina juga telah membuat kesepakatan.
Namun, gambaran besarnya adalah penerimaan dengan lelah atas tarif yang setahun lalu tak terpikirkan, dikenakan AS pada sekutu utamanya, karena takut akan sesuatu yang lebih buruk. Dalam kasus Jepang, ancamannya adalah tarif 25% dari Trump.
Penerimaan Tarif AS Meningkat
Tarif sekarang menghasilkan pendapatan signifikan bagi Departemen Keuangan AS, tanpa ada balasan terhadap eksportir AS. Tahun ini saja, lebih dari $100 miliar—sekitar 5% pendapatan federal AS—berasal dari tarif, dibandingkan biasanya hanya 2%.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent memperkirakan penerimaan tarif tahunan akan mencapai $300 miliar. Jumlah ini masih jauh di bawah pajak penghasilan, tapi tetap signifikan. Ini diraih tanpa balasan langsung dan tanpa gejolak pasar seperti sebelumnya.
Tapi ceritanya belum berakhir. Siapa sebenarnya yang membayar tarif ini? Pada akhirnya, konsumen AS akan menanggung sebagian besar melalui harga barang impor yang lebih mahal.
Dulu, Bessent dan lainnya beranggapan bahwa menguatnya dolar AS akan membantu mengurangi biaya impor bagi konsumen. Yang terjadi justru sebaliknya. Dolar melemah di paruh pertama tahun ini, kehilangan 10% nilainya terhadap sekeranjang mata uang dunia. Ini akan menambah biaya impor, di samping tarif.
Ada gambaran lebih luas lagi. Gubernur Bank of England Andrew Bailey pekan ini menyatakan bahwa "posisi terpopuler di pasar saat ini adalah short dollar." Ia menambahkan bahwa pola safe haven di pasar, terutama dolar AS, "pada dasarnya runtuh."
Ada "pengurangan eksposur" terhadap dolar karena perusahaan dan pedagang kini mengambil langkah lindung nilai untuk melindungi diri dari pelemahannya, kata Bailey.
Seperti pernah saya bahas sebelumnya, ada kecurigaan di pasar bahwa pelemahan dolar ini mungkin sengaja menjadi bagian dari intervensi ini, misalnya untuk membantu produsen di rust belt AS mendapatkan kembali daya saing.
Selain itu, AS juga membantu rival besarnya, China, setidaknya untuk meyakinkan dunia bahwa mereka bisa menjadi mitra dagang yang lebih stabil.
Untuk tahap awal perang dagang global ini, Jepang adalah kemenangan penting bagi Gedung Putih, yang akan membantah anggapan bahwa "Trump selalu mundur" (TACO). Meski ini bisa berlanjut dengan kemenangan lebih jelas menjelang tenggat pekan depan, mendorong euforia pasar, gambaran ekonomi yang lebih luas tetap jauh lebih suram.