Meskipun serangan udara Israel di Gaza mungkin telah berhenti dan pertukaran tahanan antara Israel dan Hamas tengah berlangsung, di balik berita utama, ketegangan justru menggelegak di Gaza antara Hamas dan kelompok-kelompok bersenjata lainnya.
Pada hari Minggu, bentrokan pecah antara sebuah klan bersenjata dan pasukan keamanan Hamas, menewaskan setidaknya 27 orang, termasuk delapan anggota Hamas, menurut Kementerian Dalam Negeri di Gaza.
Yang turut menjadi korban dalam baku tembak tersebut adalah jurnalis Palestina berusia 28 tahun, Saleh Aljafarawi, yang sedang meliput bentrokan di lingkungan Sabra, Kota Gaza, antara apa yang oleh sumber keamanan disebut kepada Al Jazeera Arabic sebagai “milisia bersenjata” dan Hamas.
Apakah itu satu-satunya milisi di Gaza? Siapa sebenarnya gerombolan bersenjata ini? Apa tujuan mereka? Dan benarkah mereka berafiliasi dengan Israel?
Berikut semua yang perlu Anda ketahui:
Siapa yang Melawan Hamas pada Hari Minggu?
Laporan media dan sumber-sumber menyatakan bahwa klan yang bertempur melawan Hamas di Kota Gaza adalah Klan Doghmush.
Keluarga besar ini memiliki anggota di berbagai faksi di seantero spektrum politik di Gaza.
Momtaz Doghmush terlibat dalam penangkapan prajurit Israel Gilad Shalit oleh kelompok Jaish al-Islam pada tahun 2008. Anggota klan lainnya pernah bergabung dengan Hamas atau kelompok yang berafiliasi dengan Otoritas Palestina.
Beberapa laporan mengklaim bahwa para anggota Doghmush yang melawan Hamas pada hari Minggu itu berafiliasi dengan Israel, namun sumber-sumber lain dari Gaza membantah keterkaitan tersebut dengan Israel.
Apa yang Terjadi?
Unit Sahem, sebuah unit bersenjata di bawah Kementerian Dalam Negeri, menyatakan bahwa bentrokan bermula pada hari Sabtu ketika “sebuah gerombolan penjahat membunuh pejuang perlawanan dari Brigade Qassam”, sayap bersenjata Hamas, di dekat Rumah Sakit Lapangan Yordania di Kota Gaza.
Saksi mata memberitahukan kepada BBC bahwa 300 pejuang Hamas menyerbu sebuah blok permukiman tempat para pentolan bersenjata Doghmush bersembunyi, dan seorang sumber keamanan Palestina memberitahukan kepada kantor berita Reuters bahwa Hamas melancarkan sebuah operasi di Kota Gaza yang menewaskan 32 anggota “sebuah gerombolan”.
Menurut Kementerian Dalam Negeri, delapan anggota Hamas dan 19 anggota klan tewas. Aljafarawi juga gugur.
Duka mendalam menyelimuti pembunuhan Aljafarawi, di tengah-tengahnya sebuah video dirinya menyapa sahabat dan rekan kerjanya, Anas al-Sharif, beredar di media sosial.
Al-Sharif, koresponden Al Jazeera, tewas oleh Israel pada 10 Agustus. Aljafarawi, seperti halnya al-Sharif, dilaporkan berkali-kali diancam oleh pihak Israel karena liputannya.
Apakah Klan Doghmush Sungguh Didukung Israel?
Itu masih belum jelas.
Terjadi informasi yang saling bertentangan. Beberapa laporan dari dalam Gaza menyatakan klan tersebut memiliki keterkaitan dengan Israel, namun pimpinan kelompok tersebut telah membantahnya.
Pada awal Oktober, Nizar Doghmush, kepala klan di Kota Gaza, memberitahukan kepada Los Angeles Times bahwa ia telah dihubungi oleh militer Israel untuk mengelola apa yang disebut zona kemanusiaan di Kota Gaza.
Ia memberitahukan kepada surat kabar tersebut bahwa ia menolak dan menambahkan bahwa militer Israel kemudian membombardir lingkungan tempat tinggalnya di Kota Gaza, menginvasi, dan menghancurkan rumah-rumah secara sistematis.
Klan Doghmush dan Hamas memiliki permusuhan satu sama lain, yang di masa lalu pernah berubah menjadi bentrokan bersenjata.
Tetapi Israel memang memiliki riwayat mendanai dan mendukung kelompok-kelompok dalam upaya memicu ketegangan internal.
Israel Memang Mendukung Milisi di Gaza, Benarkah?
Ya.
Israel secara luas diakui berada di balik Pasukan Populer, sebuah milisi yang dipimpin oleh Yasser Abu Shabab dari suku Badui Tarabin di Gaza.
Namun, suku Tarabin telah mengecam Abu Shabab.
Sementara Israel mengklaim Hamas mencuri bantuan untuk rakyat Gaza, terungkaplah bahwa justru Pasukan Populer lah yang menjarah bantuan untuk dijual kembali kepada rakyat Gaza yang kelaparan. Hamas dilaporkan bentrok dengan Pasukan Populer dalam beberapa kesempatan sejak September 2024, menuduh mereka sebagai kolaborator Israel.
Israel juga dilaporkan mendukung sebuah kelompok yang menamai diri Pasukan Penyerang Anti-Teror, yang dipimpin oleh Hussam al-Astal, seorang anggota dari klan al-Majida. Kelompok al-Astal juga bentrok dengan Hamas pada awal Oktober sebelum gencatan senjata diumumkan, menurut media Israel.
Al-Astal adalah mantan perwira di pasukan keamanan Otoritas Palestina (PA) tetapi dituduh oleh PA dan Hamas melakukan kolaborasi dengan Israel pada tahun 1990-an. Laporan media Israel menyatakan al-Astal adalah anggota milisi Abu Shabab dan terus berkoordinasi dengan pimpinan Pasukan Populer tersebut.
Ia dilaporkan menguasai sebuah desa bernama Qizan an-Najjar di governorat Khan Younis, Gaza selatan.
Aktivitas berkelanjutan kelompok-kelompok ini melawan Hamas dan melawan warga sipil telah menyumbang pada suasana keresahan, seperti yang diceritakan beberapa orang di Gaza kepada Al Jazeera.
Saleh Aljafarawi, seorang jurnalis yang menjadi terkenal berkat video-videonya meliput genosida di Gaza, tewas selama bentrokan pada tanggal 12 Oktober 2025, menurut laporan media.[Abdelhakim Abu Riash/Al Jazeera]
Apa yang Terjadi Selanjutnya?
Pertempuran telah berhenti, namun bentrokan lebih lanjut masih dapat meletus di sebuah masyarakat yang telah dihancurkan oleh dua tahun perang genosida Israel.
Kekosongan keamanan dapat memicu konfrontasi antara kelompok-kelompok yang berusaha mendapatkan pengaruh atau wilayah.
Di sisi lain, Hamas telah membantah mengerahkan pejuangnya ke jalan-jalan.
Sementara itu, warga Palestina kembali ke apa yang tersisa dari rumah mereka di Gaza utara, dan bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan telah mulai memasuki Jalur Gaza.
Israel telah membunuh setidaknya 67.806 orang di Gaza sejak perang dimulai pada Oktober 2023.