Badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) bersipat “tak tergantikan” dan “sangat penting”—tidak hanya bagi Gaza dan Tepi Barat yang diduduki, tetapi juga bagi seluruh kawasan regional.
Itulah pesan yang ditekankan sejumlah diplomat senior pada Kamis di Majelis Umum PBB sembari memohon dukungan politik dan keuangan untuk badan tersebut.
Cerita yang Direkomendasikan
“UNRWA merupakan sebuah kekuatan penstabil di kawasan paling tidak stabil di dunia,” ujar Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dalam sebuah pertemuan di sela-sela KTT.
“UNRWA sangat vital bagi setiap harapan perdamaian dan stabilitas di kawasan ini. Saya mendesak Anda untuk melakukan segala upaya guna mendukung kerjanya.”
Peran badan tersebut telah menjadi sorotan sejak meletusnya perang Israel di Gaza pada Oktober 2023.
Seiring kampanye pemboman dan invasi darat yang mengungsikan ribuan warga Palestina, UNRWA menjadi salah satu distributor utama bantuan di wilayah tersebut.
Tapi dengan Amerika Serikat—yang sebelumnya merupakan donor terbesar UNRWA—menghentikan pendanaannya, badan PBB itu kini menghadapi krisis keuangan besar dengan defisit anggaran sebesar $200 juta.
Seorang siswa mendengarkan selama kelas Bahasa Inggris di sebuah sekolah dasar yang dikelola UNRWA pada 2 Juni [Hassan Ammar/AP Photo]
Pada hari Kamis, Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi memperingatkan bahwa “UNRWA sedang kolaps”.
“Saya tidak perlu membela kasus UNRWA. Anak-anak kelaparan di Gaza dengan sangat menyedihkan telah membuktikannya,” kata Safadi.
“Para ibu yang menyaksikan bayi mereka melemah di depan mata sendiri membuktikan kasus untuk UNRWA. Lebih dari 600.000 siswa di Gaza, yang belum bersekolah selama dua tahun, membuktikan kasus untuk UNRWA.”
Organisasi PBB ini menyediakan layanan kesehatan, pendidikan, bantuan kemanusiaan, serta bantuan tunai bagi jutaan warga Palestina di wilayah Palestina yang diduduki dan di seluruh Timur Tengah.
Badan ini didirikan pada 1949 untuk menangani kebutuhan ratusan ribu pengungsi Palestina yang mengalami pembersihan etnis dari kota-kota mereka selama berdirinya negara Israel setahun sebelumnya.
Sejak saat itu, UNRWA telah memberikan pelayanan kepada warga Palestina yang terusir dan keturunan mereka, yang hingga kini tetap menjadi pengungsi tanpa kewarganegaraan.
Selama bertahun-tahun, pemerintahan Israel yang berturut-turut telah mendorong upaya untuk mendelegitimasi UNRWA, menuduhnya menyebarkan materi antisemit dan memiliki hubungan dengan kelompok bersenjata.
Namun para kritikus berargumen bahwa upaya untuk melemahkan UNRWA dirancang untuk menghapus penderitaan pengungsi Palestina yang berupaya kembali ke rumah mereka di Israel modern.
Pascaserangan yang dipimpin Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, tekanan pada UNRWA meningkat.
Israel secara keliru mengklaim bahwa sejumlah signifikan pegawai UNRWA berpartisipasi dalam serangan tersebut, meski tidak memberikan bukti yang kredibel.
Hal itu menyebabkan sejumlah negara menangguhkan pendanaan untuk badan tersebut. Meski banyak yang kemudian memulihkan bantuan untuk UNRWA, AS tidak melakukannya.
Tenda-tenda pengungsi Palestina terlihat di sebuah sekolah yang dijalankan UNRWA pada 23 Juni [Jehad Alshrafi/AP Photo]
Dalam pertemuan pada Kamis, yang bertujuan menggalang dukungan internasional untuk UNRWA, Safadi menjelaskan bahwa badan tersebut telah menghadapi “kampanye pembunuhan karakter politik” jauh sebelum Oktober 2023.
Dia juga memberikan penghormatan atas pengorbanan staf UNRWA, ratusan di antaranya telah tewas sejak perang Israel di Gaza dimulai.
“Namun demikian, UNRWA bertahan. Mereka bertekun,” ujar diplomat Yordania itu.
“Staf UNRWA, yang menguburkan sanak saudara mereka, pergi dan berusaha memberikan pertolongan kepada orang lain yang membutuhkan di Gaza. Itulah mengapa kita harus menyelamatkannya. Itulah mengapa kami katakan UNRWA indispensable. Perannya tak tergantikan.”
Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Brasil Mauro Vieira mengkritik upaya untuk mendiskreditkan UNRWA.
“Pembatasan hukum terhadap operasi UNRWA dan penutupan kantor serta fasilitas UNRWA di Yerusalem Timur adalah bagian dari pola mengkhawatirkan berupa penghambatan dan kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah Israel,” katanya.
“Yang juga mengkuatirkan adalah upaya untuk mendelegitimasi UNRWA melalui kampanye disinformasi, fitnah, pelecehan hukum [dan] inisiatif yang bertujuan menggantikan badan tersebut dengan aktor kemanusiaan lain di Gaza dengan mekanisme yang memiliterisasi distribusi bantuan.”
Dalam beberapa bulan terakhir, Israel telah mengesahkan undang-undang untuk melarang badan tersebut beroperasi di negara itu dan melarang kontak dengannya.
Hal itu, pada gilirannya, menghambat operasi UNRWA di Yerusalem Timur yang diduduki, yang telah dianeksasi oleh Israel.
Menteri Luar Negeri Spanyol Jose Manuel Albares mengumumkan negaranya akan memberikan 10 juta euro ($11,66 juta) kepada badan tersebut, menjadikan total sumbangan Madrid kepada UNRWA sejak perang dimulai menjadi sekitar 60 juta euro ($70 juta).
“Kebutuhan sangat besar, dan kita harus berdiri di samping badan tersebut serta memberikan dukungan keuangan yang dibutuhkannya untuk beroperasi,” ujar Albares.
Dia menambahkan bahwa negara-negara yang tidak menyukai kerja UNRWA seharusnya mendorong pembentukan negara Palestina yang akan mengambil alih tugas-tugas UNRWA dan mengurus rakyatnya sendiri.
Kepala UNRWA Philippe Lazzarini mengatakan bahwa, meskipun situasi di lapangan di Gaza sangat memprihatinkan, badan tersebut tetap beroperasi di wilayah itu.
“Kami masih memiliki 12.000 staf,” katanya. “Mereka masih—setiap hari dan melawan segala rintangan—memberikan layanan kesehatan, melakukan skrining gizi untuk anak-anak, memastikan akses ke air bersih, mengelola tempat penampungan, [dan] memberikan—kapan pun memungkinkan—dukungan psikososial bagi anak-anak.”