DODOMA, Tanzania (AP) — Presiden Tanzania Samia Suluhu Hassan memenangkan pemilu yang dipertentangkan dengan lebih dari 97% suara, berdasarkan hasil resmi yang diumumkan dini hari Sabtu, sebuah kemenangan telak yang langka di kawasan ini.
Hasil ini kemungkinan akan memperdalam kekhawatiran para kritikus, kelompok oposisi, dan pihak lain yang menyatakan bahwa pemilu di Tanzania bukanlah sebuah kontestasi melainkan semacam penobatan, setelah dua rival utama Hassan dilarang atau dihalangi untuk mencalonkan diri. Ia hanya menghadapi 16 kandidat dari partai-partai kecil.
Pemilu tanggal 29 Oktober itu dinodai oleh kekerasan ketika para demonstran turun ke jalan-jalan di kota-kota besar untuk memprotes proses pemungutan suara dan menghentikan penghitungan suara. Militer telah dikerahkan untuk membantu kepolisian meredam kerusuhan. Konektivitas internet di negara Afrika Timur itu juga kerap terputus-putus.
Tundu Lissu, pimpinan kelompok oposisi Chadema, telah dipenjara selama berbulan-bulan dengan tuduhan makar setelah ia menyerukan reformasi elektoral yang menurutnya merupakan prasyarat bagi terselenggaranya pemilu yang bebas dan adil. Tokoh oposisi lainnya, Luhaga Mpina dari kelompok ACT-Wazalendo, juga dilarang mencalonkan diri.
Yang dipertaruhkan bagi partai penguasa Chama Cha Mapinduzi adalah cengkeraman kekuasaannya selama beberapa dekade, di tengah bangkitnya figur-figur oposisi yang karismatik dan berharap dapat memimpin negara tersebut menuju perubahan politik.
Meski demikian, kemenangan telak seperti ini jarang terdengar di kawasan. Hanya Presiden Paul Kagame, pemimpin otoriter Rwanda, yang secara rutin menang dengan margin yang sangat besar.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia, termasuk Amnesty International, mencatat adanya pola penghilangan paksa, penangkapan sewenang-wenang, dan pembunuhan di luar proses hukum di Tanzania menjelang pemungutan suara.
Pada bulan Juni, sebuah panel pakar hak asasi manusia PBB menyebutkan lebih dari 200 kasus penghilangan paksa sejak tahun 2019, sambil menyatakan mereka “terkejut dengan laporan mengenai pola represi” menjelang pemilu.
Presiden Tanzania disebut mengawasi “tindakan keras terhadap lawan-lawan politik yang tak pernah terjadi sebelumnya,” demikian menurut International Crisis Group dalam analisis terkininya. “Pemerintah telah membatasi kebebasan berekspresi, mulai dari larangan terhadap X dan pembatasan terhadap platform digital Tanzania JamiiForums, hingga pembungkaman suara-suara kritis melalui intimidasi atau penangkapan.”
Manuver politik oleh otoritas Tanzania ini belum pernah terjadi sebelumnya, bahkan di sebuah negara di mana kekuasaan satu partai telah menjadi norma semenjak era politik multipartai dimulai pada tahun 1992.
Para kritikus pemerintah mencatat bahwa pemimpin-pemimpin sebelumnya masih mentolerir keberadaan oposisi sambil mempertahankan cengkeraman kuat atas kekuasaan, sedangkan Hassan dituding memimpin dengan gaya otoriter yang berlawanan dengan gerakan demokrasi yang dipimpin kaum muda di belahan lain kawasan ini.
___
Muhumuza melaporkan dari Kampala, Uganda. Seorang reporter Associated Press di Dodoma, Tanzania, turut menyumbang berita ini.