Stuart Lau & James Chater
BBC News
Tonton: Bentrokan Kekerasan Pecah Saat Protes di Belgrade, Serbia
Polisi Serbia bentrok dengan kerumunan besar demonstran anti-pemerintah yang menuntut pemilu dini dan mengakhiri 12 tahun kekuasaan Presiden Aleksandar Vucic di ibu kota Belgrade.
Sekitar 140.000 demonstran membanjiri kota itu—jumlah terbesar dalam beberapa bulan terakhir—sebagai tekanan dari aksi mahasiswa terhadap pemerintah populis. "Kami mau pemilu!" teriak massa.
Puluhan orang ditangkap, dengan aparat terlihat menembakkan gas air mata dan granat setrum.
Presiden Vucic menuduh para demonstran yang menuntut pemilu sebagai bagian dari konspirasi asing yang ingin menggulingkan negaranya. "Mereka ingin menjatuhkan Serbia, dan mereka gagal," tulisnya di Instagram.
Pada Jumat, lima orang ditahan dengan tuduhan merencanakan kudeta, menurut pernyataan Pengadilan Tinggi Belgrade.
Menteri polisi mengutuk keras kekerasan oleh demonstran dan mengancam akan menangkap pelakunya.
Protes berbulan-bulan di seluruh negeri—termasuk penutupan kampus—mengguncang Vucic, yang masa jabatannya berakhir pada 2027 bersamaan dengan jadwal pemilu parlemen.
Reuters
Sladjana Lojanovic (37), petani dari kota Šid, datang mendukung mahasiswa pada Sabtu.
"Lembaga negara telah direbut… dan korupsi merajalela. Pemilu solusinya, tapi aku yakin dia (Vucic) tak mau pergi dengan damai," katanya kepada Reuters.
Vucic sebelumnya menolak pemilu mendadak. Koalisinya menguasai 156 dari 250 kursi parlemen.
Oposisi menuduhnya terlibat kejahatan terorganisir, korupsi, kekerasan terhadap lawan, dan membelenggu kebebasan pers—semua dibantah Vucic.
Serbia, kandidat anggota UE, tetap dekat dengan Rusia dan menolak sanksi Barat atas invasi ke Ukraina.
Reuters
Protes mahasiswa, oposisi, guru, buruh, dan petani dimulai sejak Desember lalu, setelah 16 orang tewas dalam runtuhnya atap stasiun kereta Novi Sad pada 1 November. Demonstran menyalahkan korupsi untuk tragedi itu.
Insiden tersebut memaksa mantan PM mengundurkan diri.
Di akhir aksi, panitia membacakan pernyataan yang menyerukan warga Serbia "mengambil kebebasan sendiri" dan memberi "lampu hijau".
"Penguasa punya semua mekanisme dan waktu untuk penuhi tuntutan dan cegah eskalasi," tulis panitia di Instagram.
"Tapi mereka pilih kekerasan dan represi terhadap rakyat. Segala radikalisasi situasi adalah tanggung jawab mereka."