Meski kemenangan ini tampak diraih oleh kelompok paramiliter, status kota el-Fasher yang terkepung tak kunjung bergeser.
Pertempuran kian menghebat di kota terkepung el-Fasher, Sudan, di Darfur Utara. Pasukan Dukungan Cepat (RSF), kelompok paramiliter, mengklaim telah merebut pangkalan Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) yang dianggap sebagai benteng terakhir mereka di wilayah barat.
“Pengambilalihan pangkalan, yang dikenal sebagai Divisi Infanteri Enam milik tentara Sudan, terjadi setelah pertempuran sengit berhari-hari,” ujar Hiba Morgan dari Al Jazeera, melaporkan dari ibu kota Khartoum pada hari Minggu.
Artikel Rekomendasi
Daftar 3 butir
Akhir daftar
RSF telah mengepung el-Fasher selama 18 bulan terakhir sembari memerangi tentara Sudan serta mantan pemberontak dan pejuang lokal yang bersekutu. Mereka menyasar warga sipil lewat serangan drone dan artileri yang kerap terjadi, sementara pengepungan tersebut menimbulkan penderitaan akut dan menyebarkan kelaparan di kota tempat 250.000 orang masih terperangkap dalam baku tembak.
SAF tidak segera memberikan pernyataan mengenai posisi mereka saat ini.
Akibat pengepungan, “pasukan kesulitan untuk memasok ulang dan memperkuat prajurit serta pasukan mereka” di pangkalan militer tersebut, jelas Morgan, seraya menambahkan bahwa situasi yang tengah berlangsung ini memiliki banyak lapisan kompleksitas.
“Yang kami pahami dari sumber militer adalah, meskipun RSF telah mengambil alih divisi tentara di sana, pasukannya sendiri tidak hadir di dalam pangkalan tersebut,” papar Morgan.
“Mereka telah menarik diri dan memposisikan ulang di sekitar kota, jadi secara teknis, walau RSF menguasai divisi infanteri yang sebelumnya milik tentara Sudan di sana, mereka tidak memiliki kendali penuh atas kota el-Fasher itu sendiri.”
El-Fasher akan menjadi kemenangan militer dan politik yang signifikan bagi RSF serta berpotensi mempercepat perpecahan fisik negara dengan memungkinkan kelompok paramiliter itu mengonsolidasikan kendali atas wilayah Darfur yang luas, yang telah mereka identifikasi sebagai basis bagi pemerintahan paralel yang dibentuk musim panas ini.
Aktivis telah lama memperingatkan bahwa pengambilalihan kota oleh RSF juga akan memicu serangan etnis, seperti yang terlihat setelah perebutan kamp Zamzam di sebelah selatan.
Pekan lalu, RSF menyatakan telah memfasilitasi evakuasi warga sipil dan pejuang yang menyerah dari el-Fasher, tetapi mereka yang telah pergi melaporkan adanya perampokan, serangan seksual, dan pembunuhan oleh prajurit RSF di perjalanan.
Sebuah misi yang dimandatkan PBB bulan lalu menyebutkan RSF telah melakukan berbagai kejahatan terhadap kemanusiaan dalam pengepungan el-Fasher. SAF juga dituduh melakukan kekejaman.
Empat badan PBB pekan ini memperingatkan bahwa ribuan anak menghadapi kematian yang mengancam karena terputus dari pasokan makanan dan layanan kesehatan.
Ahli PBB Radhouane Nouicer minggu ini menyuarakan kekhawatiran atas meningkatnya serangan drone oleh kedua belah pihak. Serangan RSF terhadap infrastruktur kelistrikan pada hari Selasa memadamkan listrik di beberapa kota dan melukai enam pekerja.
Untuk hari keempat berturut-turut pada hari Jumat, drone RSF menyasar Bandara Internasional Khartoum, yang rencananya akan dibuka kembali oleh tentara setelah merebut kembali ibu kota pada bulan Maret. Pembukaan kembali bandara akhirnya ditunda akibat serangan ini.
Konflik yang bermula pada April 2023 ini telah menewaskan puluhan ribu jiwa, mengungsikan 12 juta orang, dan membuat 30 juta lainnya membutuhkan bantuan, menjadikannya krisis kemanusiaan terbesar di dunia.
Dalam beberapa bulan terakhir, Presiden Amerika Serikat Donald Trump berulang kali berjanji akan menggenjot upaya mengakhiri perang di Sudan. Akan tetapi, dengan fokus kebijakan luar negerinya saat ini tertuju pada upaya mengukuhkan gencatan senjata di Gaza yang rapuh dan mencari jalan menuju gencatan senjata apa pun dalam perang Rusia di Ukraina, ditambah dengan urusan perjanjian dagang, Sudan belum menjadi prioritas.