Paul Kirby
Editor Digital Eropa
AFP
Sébastien Lecornu hanya menghabiskan 26 hari sebagai perdana menteri sebelum pengunduran dirinya yang dramatis pada Senin lalu.
Presiden Emmanuel Macron meminta Sébastien Lecornu untuk kembali menjabat sebagai Perdana Menteri Prancis hanya empat hari setelah dia mengundurkan diri dari posisinya, memicu satu minggu penuh drama tinggi dan gejolak politik.
Macron mengumumkan hal ini pada Jumat malam, beberapa jam setelah bertemu dengan semua partai utama bersama-sama di Istana Élysée, kecuali para pemimpin sayap kanan dan kiri jauh.
Kembalinya Lecornu menjadi sebuah kejutan, karena dia mengatakan di televisi nasional hanya dua hari yang lalu bahwa dia tidak “memburu pekerjaan itu” dan “misi saya telah berakhir”.
Bahkan tidak pasti apakah dia akan mampu membentuk pemerintahan, tetapi dia harus segera bertindak cepat. Perdana menteri baru ini menghadapi batas waktu pada hari Senin untuk mengajukan anggaran tahun depan di depan parlemen.
Élysée menyatakan bahwa presiden telah “menugaskan [Lecornu] untuk membentuk pemerintahan” dan orang-orang dekat Macron menunjukkan bahwa dia telah diberi carte blanche untuk bertindak.
Lecornu, yang merupakan salah satu sekutu terdekat Macron, kemudian merilis pernyataan panjang di X dimana dia menerima “atas dasar kewajiban misi yang dipercayakan kepada saya oleh presiden, untuk melakukan segala daya guna menyediakan anggaran bagi Prancis menjelang akhir tahun dan menjawab masalah sehari-hari para kompatriot kita”.
Perpecahan politik mengenai cara menurunkan utang nasional Prancis dan memotong defisit anggaran telah menyebabkan jatuhnya dua dari tiga perdana menteri terakhir dalam setahun belakangan, sehingga tantangannya sangatlah besar.
Utang publik Prancis awal tahun ini hampir mencapai 114% dari hasil ekonomi (PDB) – yang tertinggi ketiga di zona euro – dan defisit anggaran tahun ini diproyeksikan mencapai 5,4% dari PDB.
Lecornu mengatakan bahwa “tidak seorangpun akan bisa mengelak” dari kebutuhan untuk memulihkan keuangan publik Prancis. Dengan hanya tersisa 18 bulan sebelum berakhirnya masa kepresidenan Macron, dia memperingatkan bahwa siapapun yang bergabung dengan pemerintahannya harus menunda ambisi presidensial mereka.
Yang memperberat tugas Lecornu adalah dia akan menghadapi mosi percaya di Majelis Nasional dimana Macron tidak memiliki mayoritas untuk mendukungnya. Popularitas presiden mencapai rekor terendah minggu ini, menurut jajak pendapat Elabe yang menempatkan tingkat persetujuannya pada 14%.
Jordan Bardella dari National Rally sayap kanan jauh, yang tidak diundang dalam pembicaraan Macron dengan para pemimpin partai pada Jumat, mengatakan bahwa penunjukan kembali Lecornu oleh seorang presiden “yang lebih dari sebelumnya terisolasi dan terputus di Élysée, adalah sebuah lelucon buruk”.
Partainya akan segera mengajukan mosi tidak percaya terhadap koalisi yang ditakdirkan gagal, yang satu-satunya alasan keberadaannya adalah ketakutan akan pemilihan umum, tambah Bardella.
Lecornu setidaknya mengetahui jebakan di depan saat dia berusaha membentuk pemerintahan, karena dia telah menghabiskan dua hari minggu ini berbicara dengan partai-partai yang mungkin bergabung dengan pemerintahannya.
Secara mandiri, partai-partai sentris tidak dapat membentuk pemerintahan, dan terdapat perpecahan di dalam Partai Republik konservatif yang telah membantu menyangga pemerintahaan Macron sejak dia kehilangan mayoritasnya dalam pemilihan tahun lalu.
Jadi Lecornu akan melihat ke partai-partai kiri untuk mencari dukungan potensial.
Dalam upaya meraih hati kiri, tim Macron menunjukkan bahwa presiden sedang mempertimbangkan penundaan sebagian reformasi pensiunnya yang sangat kontroversial yang disahkan pada 2023, yang menaikkan usia pensiun dari 62 menjadi 64 tahun.
Itu tidak memenuhi harapan para pemimpin sayap kiri, karena mereka berharap dia akan memilih seorang perdana menteri dari kubu mereka. Olivier Faure dari Partai Sosialis mengatakan “karena kami tidak diberi jaminan apapun, kami tidak akan memberikan jaminan [untuk mendukung perdana menteri] dalam mosi percaya”.
Fabien Roussel dari Partai Komunis mengatakan setelah bertemu presiden bahwa pihak kiri menginginkan perubahan yang nyata, dan seorang perdana menteri dari kubu sentris presiden tidak akan diterima oleh rakyat Prancis.
Pemimpin Partai Hijau Marine Tondelier mengatakan dia “tercengang” Macron hampir tidak menawarkan apapun kepada kiri, dan menambahkan bahwa “semua ini akan berakhir dengan sangat buruk”.