Setelah hampir dua tahun genosida Israel di Gaza, kekuatan-kekuatan Barat akhirnya mengeluarkan deklarasi terkoordinasi yang mengakui kedaulatan Palestina—sebuah langkah diplomatik yang tampaknya lahir akibat tekanan publik yang begitu masif. Namun, yang luput dari narasi tersebut adalah langkah-langkah konkret yang sebenarnya bisa diambil pemerintah mereka untuk menghentikan pembantaian di Gaza, ditambah dengan keterlibatan mereka sendiri yang terus menyuplai persenjataan kepada Israel.
Kontributor:
Ines Abdel Razek – Rekan Direktur, Palestine Institute for Public Diplomacy
Michael Lynk – Mantan Pelapor Khusus PBB untuk Wilayah Pendudukan Palestina
Michael Omer-Man – Direktur Israel-Palestina, DAWN
Seamus Malekafzali – Jurnalis
Dalam Pantauan Kami:
Sudan, yang telah dilanda perang saudara selama tiga tahun, menjadi salah satu konflik yang paling sedikit diliput media dunia.
Meenakshi Ravi melaporkan tentang ambruknya industri media di negara tersebut dan upaya para jurnalis untuk menerobos blokade informasi.
Bagaimana Palantir Membuat Tekno-Militerisme Ngetren
Para CEO Silicon Valley semakin gencar menyuarakan bahwa teknologi mereka dapat mengubah cara perang dikobarkan. Dan dari semua perusahaan yang terlibat dalam gelombang teknologi militer ini, satu nama yang paling mencolok: Palantir.
Dengan membranding diri sebagai “America First”, perusahaan analitik data ini telah memenangkan kontrak senilai miliaran dolar dan sama sekali tidak merasa perlu meminta maaf atas ‘kebutuhan’ untuk membunuh—jika itu yang diperlukan untuk melindungi kepentingan Barat.
Tariq Nafi melaporkan bagaimana perusahaan ini memasarkan solusi perang yang canggih dan semudah satu klik.
Menampilkan:
Juan Sebastian Pinto – Mantan Karyawan Palantir
Matt Mahmoudi – Peneliti, Amnesty Tech
Elke Schwarz – Penulis, Death Machines: The Ethics of Violent Technologies
Diterbitkan pada 27 Sep 2025
Klik di sini untuk membagikan di media sosial
share2