Militer Israel menyatakan telah memperingatkan pejabat medis dan organisasi internasional untuk mempersiapkan evakuasi terencana bagi satu juta penduduk Kota Gaza, menjelang ofensif untuk mendudukinya.
Para pejabat tersebut diberi tahu bahwa “penyesuaian” sedang dilakukan pada rumah sakit di Gaza selatan untuk menerima pasien, demikian bunyi sebuah pernyataan.
Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas menolak “setiap langkah yang akan melemahkan sisa-sisa sistem kesehatan”. PBB dan kelompok bantuan juga bersumpah untuk tetap tinggal guna membantu mereka yang tidak dapat atau memilih untuk tidak berpindah.
Sementara itu, warga Palestina melaporkan adanya pemboman berat di area timur kota, sehari setelah militer mengatakan telah mengambil langkah pertama dalam ofensif tersebut.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu akan bertemu dengan pejabat keamanan pada Kamis untuk menyetujui rencana pengambilalihan militer, meskipun menghadapi oposisi internasional dan domestik yang luas.
Dia mengumumkan niat Israel untuk menaklukkan seluruh Jalur Gaza setelah pembicaraan tidak langsung dengan Hamas mengenai gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan sandata mengalami kebuntuan bulan lalu.
Militer Israel berencana mengevakuasi seluruh populasi Kota Gaza dan memindahkannya ke tempat penampungan di selatan sebelum pasukan bergerak masuk ke area urban terbesar di wilayah itu.
Sebagai bagian dari persiapannya, disebutkan bahwa perwira dari badan militer Cogat melakukan “panggilan peringatan awal” kepada pejabat medis dan organisasi internasional pada Selasa.
“Para perwira menekankan kepada pejabat medis bahwa penyesuaian sedang dilakukan pada infrastruktur rumah sakit di selatan Jalur untuk menerima orang sakit dan terluka, disertai dengan meningkatnya masuknya peralatan medis yang diperlukan,” bunyi sebuah pernyataan.
Pernyataan itu mengutip para perwira yang mengatakan dalam panggilan: “Kami akan menyediakan tempat bagi Anda, baik itu rumah sakit lapangan ataupun rumah sakit lainnya.”
Namun, Kementerian Kesehatan Gaza menyatakan “penolakan terhadap segala langkah yang akan merongrong sisa-sisa sistem kesehatan setelah penghancuran sistematis yang dilakukan oleh pihak berwenang [Israel].”
“Langkah seperti itu akan mencabut hak lebih dari satu juta orang untuk mendapatkan perawatan medis dan membahayakan nyawa warga, pasien, serta mereka yang terluka secara langsung,” demikian peringatannya.
Menurut PBB, 18 dari 36 rumah sakit di Gaza saat ini berfungsi sebagian. Sebelas di antaranya berada di governorat Kota Gaza dan satu di governorat Gaza Utara.
PBB dan organisasi non-pemerintah memperingatkan awal pekan ini bahwa ofensif Israel di Kota Gaza akan memiliki “dampak kemanusiaan yang mengerikan”.
“Kami tegaskan kembali komitmen kami untuk melayani masyarakat di mana pun mereka berada, dan kami tetap hadir di Kota Gaza untuk memberikan dukungan penyelamatan nyawa,” tandas mereka.
Mereka juga memperingatkan bahwa rumah sakit di selatan “beroperasi melebihi kapasitasnya, dan menerima pasien dari utara akan berakibat fatal”.
Motasem Dalloul, seorang jurnalis di Kota Gaza, mengatakan kepada BBC bahwa ia melihat dan mendengar sejumlah serangan udara Israel di sana pada Kamis.
“Dari waktu ke waktu ada jet tempur yang melancarkan serangan yang menghancurkan rumah dan fasilitas lainnya, terutama di sisi timur Kota Gaza, di lingkungan Zeitoun dan lingkungan Sabra,” ujarnya.
Badan Pertahanan Sipil yang dikelola Hamas menyatakan setidaknya 48 orang tewas akibat serangan dan tembakan Israel di seluruh Gaza pada Kamis, termasuk delapan di Sabra.
Dalloul juga mengatakan “sejumlah besar” drone Israel terbang di atas kepala.
Beberapa di antaranya menyiarkan pesan kepada warga, menyuruh mereka untuk mengungsi ke “zona aman” di selatan Gaza, katanya. Tetapi ia membantah bahwa area tersebut aman, dengan mengatakan orang-orang terbunuh “di setiap sudut” selatan.
“Banyak orang berniat untuk tidak pindah dari kota,” katanya. “Mereka percaya bahwa jika kita akan dibunuh, biarlah kita mati di rumah kita sendiri.”
Ratusan orang juga mengikuti unjuk rasa di Kota Gaza untuk menuntut diakhirinya perang dan menolak rencana Israel untuk pemindahan lebih lanjut.
“Kami lelah. Kami mati seribu kali sehari. Kami tidak ingin pergi, kami ingin tetap di sini,” kata Bissan Ghazal kepada BBC. “Hentikan pertumpahan darah. Ini sudah cukup.”
Umm Abdul Rahman Hajjaj mengatakan ia ingin menyampaikan kepada para negosiator gencatan senjata Hamas: “Yang kami minta adalah penghentian perang segera – karena semakin lama berlanjut, semakin banyak jumlah syuhada, terluka, dan tahanan”.
Di Tel Aviv, kerabat sandera Israel yang masih ditahan Hamas mendesak pemerintah mereka untuk menerima usulan kesepakatan gencatan senjata untuk membawa pulang sebagian orang yang mereka kasihi.
“Ada kesepakatan di atas meja. Ini adalah pembukaan yang kita butuhkan untuk kesepakatan komprehensif. Kita harus menandatanganinya segera,” kata Dalia Cusnir, ipar dari sandera Eitan Horn dan mantan sandera yang telah dibebaskan, Iair Horn.
“Waktu hampir habis. Para sandera tidak dapat bertahan hidup lebih lama lagi di tangan para penawan yang brutal ini. Kami tidak dapat mendukung lebih banyak pertempuran.”
Keluarga sandera mendesak pemerintah Israel untuk menyetujui kesepakatan guna mengakhiri perang dan membawa pulang semua yang ditahan Hamas.
Mediator Qatar dan Mesir berupaya mengamankan kesepakatan untuk menghindari ofensif dan telah menyampaikan proposal baru untuk gencatan senjata 60 hari serta pembebasan sekitar separuh dari 50 sandera, yang dikatakan Hamas telah mereka terima pada Senin.
Israel belum menyampaikan tanggapan resmi, tetapi pejabat Israel mengatakan bahwa mereka tidak akan lagi menerima kesepakatan parsial dan menuntut kesepakatan komprehensif yang dapat membebaskan semua sandera.
Hanya 20 dari mereka yang dipercaya masih hidup.
Sekjen PBB António Guterres menyatakan bahwa sangat “vital” untuk mencapai gencatan senjata segera dan menghindari apa yang ia sebut sebagai “kematian dan kehancuran yang tak terelakkan” yang akan ditimbulkan oleh operasi baru di Kota Gaza.
Pada hari Rabu, seorang juru bicara militer Israel menyatakan bahwa “tindakan-tindakan pendahuluan” dari serangan ke Kota Gaza telah dimulai dan bahwa pasukan sudah “menguasai pinggiran kota.”
Kantor Netanyahu menyatakan bahwa ia telah “menginstruksikan agar jadwal—untuk merebut kendali atas kantong-kantong teroris terakhir dan mengalahkan Hamas—dipersingkat.”
Hamas menuduh pemimpin Israel itu melanjutkan “perang brutal terhadap warga sipil tak bersalah di Kota Gaza” dan mengkritik apa yang mereka katakan sebagai “sikap acuh”nya terhadap proposal gencatan senjata.
Militer Israel meluncurkan kampanye di Gaza sebagai tanggapan atas serangan yang dipimpin Hamas terhadap Israel selatan pada 7 Oktober 2023, di mana sekitar 1.200 orang tewas dan 251 lainnya disandera.
Setidaknya 62.192 orang telah tewas di Gaza sejak saat itu, menurut kementerian kesehatan setempat. Angka dari kementerian tersebut dikutip oleh PBB dan pihak lain sebagai sumber statistik korban jiwa yang paling dapat diandalkan.