Yūsuf Akínpẹ̀lú & Natasha Booty
BBC News
Anadolu via Getty Images
"Kita sudah punya lebih dari 230 juta penduduk," kata Yusuf Tuggar.
Nigeria tidak akan menuruti tekanan dari pemerintahan Trump untuk menerima deportasi warga Venezuela atau narapidana dari negara ketiga yang dikirim AS, tegas menteri luar negeri Yusuf Tuggar. Ia mengutip grup rap legendaris AS, Public Enemy, untuk memperkuat argumennya.
"Dalam kata-kata grup rap terkenal AS, Public Enemy… Anda pasti ingat lirik dari Flava Flav—anggota grup tersebut—yang bilang: ‘Flava Flav punya masalahnya sendiri. Aku gak bisa bantu kamu, bro’," ujarnya dalam wawancara dengan Channels TV, stasiun swasta.
"Kita sudah punya lebih dari 230 juta penduduk," tambah sang menteri.
Pernyataannya ini muncul setelah ancaman dari Washington untuk membatasi visa dan menaikkan tarif bagi negara yang tidak patuh pada kebijakan deportasi mereka.
"Tidak adil bagi Nigeria untuk menerima 300 deportan Venezuela," katanya, menyiratkan bahwa pembatasan visa baru-baru ini terhadap warga Nigeria oleh AS bukanlah tindakan "timbal balik" melainkan taktik tekanan.
"Anda justru akan mencela kami jika kami menerima narapidana Venezuela ke Nigeria," lanjutnya.
Awal pekan ini, Departemen Luar Negeri AS menyatakan bahwa sebagai bagian dari "penyelarasan timbal balik global", hampir semua visa non-imigran dan non-diplomatik yang diterbitkan untuk warga Nigeria, Kamerun, dan Ethiopia kini hanya berlaku sekali masuk dan selama tiga bulan.
Sementara itu, Presiden Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif tambahan 10% bagi negara yang mendukung kebijakan aliansi BRICS yang bertentangan dengan kepentingan AS.
BRICS adalah aliansi 11 negara berkembang yang bertujuan menantang dominasi politik dan ekonomi Barat. Tahun lalu, keanggotaannya diperluas dari lima negara pendiri—Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan—menjadi termasuk Mesir, Etiopia, Indonesia, Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.
Nigeria bukan anggota penuh BRICS tapi menjadi negara partner kesembilan sejak Januari lalu.
Tuggar menegaskan ancaman kenaikan tarif "tidak mutlak terkait partisipasi kami di BRICS."
"Anda juga harus ingat bahwa AS memberi tekanan besar pada negara-negara Afrika untuk menerima deportan Venezuela, bahkan beberapa langsung dari penjara," jelasnya.
"Sulit bagi Nigeria untuk menerima narapidana Venezuela. Kami sudah punya banyak masalah sendiri—tidak mungkin kami terima deportan Venezuela, masa iya sih?" tegasnya.
Los Angeles Times via Getty Images
Protes merebak di AS menyusul operasi besar-besaran imigrasi.
Sebaliknya, Nigeria justru berencana "menjalin kerja sama dengan AS" karena negeri ini kaya gas, mineral kritis, dan logam tanah jarang yang dibutuhkan perusahaan teknologi AS.
Ditanya langkah diplomatik Nigeria, Tuggar menyatakan negosiasi dengan AS sedang berjalan untuk menyelesaikan perbedaan.
Pernyataannya ini muncul setelah Wall Street Journal mengutip dokumen internal dan sumber yang menyebut pemerintahan Trump mendesak pemimpin Liberia, Senegal, Mauritania, Gabon, dan Guinea-Bissau menerima migran yang dideportasi AS tapi ditolak atau lambat dipulangkan negara asalnya.
Koran itu melaporkan bahwa sebelum pertemuan di Gedung Putih, AS telah mengajukan permintaan ke lima negara tersebut—strategi yang disebut "agresif" karena menggabungkan kampanye deportasi dengan kebijakan luar negeri.
Belum jelas apakah salah satu dari lima negara Afrika Barat itu menyetujui permintaan tersebut.
Menteri Luar Negeri Liberia, Sara Beysolow Nyanti, membantah keterlibatan negaranya:
"Kami belum pernah berdiskusi soal deportasi atau narapidana yang dikirim ke Liberia."
Namun, Trump seolah menyindir proposal ini saat bertemu kelima pemimpin tersebut:
"Saya harap kita bisa mengurangi pelanggaran visa dan mencapai kemajuan dalam perjanjian negara ketiga yang aman."
Setidaknya empat negara Afrika lain—Benin, Eswatini, Libya, dan Rwanda—dilaporkan juga diajak AS untuk menerima deportan.
Anda mungkin juga tertarik:
Getty Images/BBC