Roy Neidorf, 31, berasal dari Magen Yavne, dulunya bekerja sebagai inspektor di Otoritas Penduduk dan Imigrasi.
Identitas mantan karyawan Bandara Ben-Gurion yang dituduh memanfaatkan posisinya untuk melecehkan secara seksual warga negara asing yang ingin masuk ke Israel, akhirnya boleh dipublikasikan, menurut Jaksa Penuntut Umum.
Roy Neidorf, 31, dari Magen Yavne, sebelumnya bekerja sebagai inspektor di Otoritas Penduduk dan Imigrasi.
Tuntutan hukum yang diajukan Juni lalu ke Pengadilan Distrik Pusat di Lod oleh pengacara Shahar Katz-Daniel dari Kejaksaan Distrik Pusat, merinci tindakan Neidorf saat menginterogasi seorang warga Brasil di Bandara Ben-Gurion.
Menurut dakwaan, Neidorf memakai aplikasi “Google Translate” untuk berkomunikasi dengan korban, menyuruhnya menunggu dekat toilet setelah mengizinkannya masuk ke Israel.
Karena takut izin masuknya dibatalkan, korban menuruti permintaan Neidorf. Saat tiba di toilet, Neidorf diduga telah melecehkannya secara seksual di toilet area pengambilan bagasi.
Ilustrasi seseorang yang diborgol. (kredit: INGIMAGE)
Kasus pelecehan terpisah
Dalam dua insiden lain, Neidorf juga diduga melakukan hal serupa saat menginterogasi dua warga Spanyol dan satu warga Rumania.
Di kasus ini, ia dikabarkan juga menggunakan aplikasi penerjemah untuk menyampaikan permintaan tak senonoh, seperti, “Kalau aku mengizinkanmu lewat, aku ingin kita bertemu di luar,” dan pesan lain berbunyi, “Kalau kamu baik padaku, aku juga akan baik padamu.”
Neidorf didakwa atas tuduhan suap dan perbuatan tidak senonoh.
Setelah dakwaan diajukan, pengadilan menyetujui permintaan jaksa untuk mempublikasikan nama Neidorf. Pengacaranya sempat banding ke Mahkamah Agung. Namun, setelah rekomendasi Hakim Noam Solberg, banding tersebut dicabut.
Diduga melakukan kejahatan seksual berat
Pada Juni lalu, Kepolisian Israel melaporkan bahwa Neidorf diduga melakukan kejahatan seksual serius terhadap beberapa perempuan yang ingin masuk Israel, seperti sebelumnya dilaporkan The Jerusalem Post.
Penyelidikan terhadap Neidorf dilakukan sebagai bagian dari investigasi lebih besar terkait jaringan perdagangan seks nasional yang menyediakan layanan prostitusi di seluruh negeri.
Polisi menyebut ini sebagai “kasus mengejutkan dimana tersangka diduga bertindak sistematis, menggunakan cara-cara tidak pantas dan menyalahgunakan jabatan serta wewenangnya untuk melakukan aksinya terhadap perempuan tak bersalah dengan cara ilegal,” kutip The Post.