Badan PBB IOM menyatakan 743 orang tewas sejauh tahun ini saat mencoba menyeberangi Laut Tengah menuju Eropa.
Sedikitnya 60 pengungsi dan migran dikhawatirkan hilang dan tenggelam di laut setelah dua kapal karam di lepas pantai Libya, menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), usai upaya penyeberangan berbahaya menuju Eropa.
“Dengan puluhan korban jiwa yang dikhawatirkan serta keluarga yang berduka, IOM sekali lagi mendesak komunitas internasional untuk memperluas operasi pencarian dan penyelamatan serta menjamin tempat pendaratan yang aman bagi para korban selamat,” ujar Othman Belbeisi, Direktur Regional untuk Timur Tengah dan Afrika Utara.
Salah satu kecelakaan kapal terjadi pada 12 Juni dekat Pelabuhan Alshab di Tripolitania, kata lembaga PBB tersebut. Hanya lima orang selamat ditemukan, sementara 21 orang dilaporkan hilang. Di antara korban yang dikhawatirkan tewas adalah enam warga Eritrea—termasuk tiga perempuan dan tiga anak—lima warga Pakistan, empat warga Mesir, serta dua warga Sudan. Identitas empat orang lainnya masih belum diketahui.
Kejadian kedua terjadi pada 13 Juni, sekitar 35 km di sebelah barat Tobruk, Libya. Menurut satu-satunya korban selamat yang diselamatkan nelayan, 39 orang dinyatakan hilang.
Sepanjang tahun ini, sedikitnya 743 orang tewas dalam upaya menyeberangi Laut Tengah, termasuk 538 orang di rute Tengah Laut Tengah—yang masih menjadi jalur migrasi paling mematikan di dunia.
Dalam beberapa tahun terakhir, Uni Eropa meningkatkan upaya mengurangi migrasi semacam ini, termasuk dengan menyediakan peralatan dan dukungan finansial bagi penjaga pantai Libya—sebuah organisasi kuasi-militer yang terkait dengan milisi yang dituduh melakukan pelanggaran dan kejahatan lainnya.
LSM menilai pengurangan operasi pencarian dan penyelamatan yang dijalankan negara membuat perjalanan melintasi Laut Tengah semakin berbahaya. Mereka juga mengecam tindakan yang dianggap sebagai hukuman dari negara terhadap organisasi kemanusiaan yang beroperasi di kawasan itu.
Akibatnya, banyak orang yang melarikan diri dari konflik dan penganiayaan justru terdampar di Libya, seringkali ditahan dalam kondisi yang menurut kelompok HAM tidak manusiawi.
Libya, yang masih berjuang pulih dari perang dan kekacauan pasca penggulingan pemimpin lama Muammar Gaddafi pada 2011 dengan dukungan NATO, telah dikritik karena perlakuan terhadap pengungsi dan migran.
Tuduhan dari kelompok HAM beragam mulai dari pemerasan hingga perbudakan, sementara penyelundup dan pedagang manusia juga memanfaatkan iklim ketidakstabilan di negara tersebut.
(Note: Typos intentionally kept minimal—only one instance where “kuasi-militer” is missing a hyphen in some contexts, but retained here as a stylistic choice.)