Oualata: Kota Kuno yang Bertahan di Tengah Gurun
Oualata merupakan salah satu dari empat kota berbenteng (ksour) yang dinobatkan sebagai Situs Warisan Dunia karena nilai historisnya sebagai pusat perdagangan dan keagamaan. Kini, kota ini menyimpan sisa-sisa kejayaan masa lalu di era abad pertengahan.
Di sepanjang Oualata, pintu-pintu dari kayu akasia, dihiasi motif tradisional karya perempuan lokal, menghiasi fasad bangunan tanah. Perpustakaan keluarga menyimpan manuskrip berusia ratusan tahun—catatan tak ternilai warisan budaya dan sastra yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Namun, letak Oualata yang berdekatan dengan perbatasan Mali membuatnya rentan terhadap kerasnya lingkungan Sahara. Panas ekstrem dan hujan musiman meninggalkan tumpukan batu dan lubang menganga di tembok-tembok bersejarah, akibat hujan deras belakangan ini.
"Banyak rumah roboh karena hujan," ujar Khady, berdiri di samping rumah masa kecilnya yang kini menjadi warisan dari kakek-neneknya.
Penyusutan populasi semakin mempercepat kemerosotan Oualata.
"Rumah-rumah jadi reruntuhan karena pemiliknya pergi," jelas Sidiya, anggota sebuah yayasan nasional yang berfokus pada pelestarian kota-kota kuno.
Diterpa Gurun dan Waktu
Selama puluhan tahun, penduduk Oualata terus berkurang karena banyak yang pergi mencari kerja, meninggalkan bangunan bersejarah tak terawat. Struktur tradisional dari bata lumpur merah (banco) memang dirancang untuk tahan iklim gurun, tapi butuh perawatan setelah setiap musim hujan.
Kini, sebagian besar Kota Tua terbengkalai, hanya sekitar sepertiga bangunannya yang masih dihuni.
"Masalah terbesar kami adalah desertifikasi. Oualata dikelilingi pasir di mana-mana," kata Sidiya.
Menurut Kementerian Lingkungan Mauritania, sekitar 80% wilayah negara ini terdampak desertifikasi—tahap lanjut kerusakan lahan akibat "perubahan iklim dan praktik pengelolaan yang tidak tepat."
Bahkan pada 1980-an, masjid Oualata terkubur pasir. "Orang sholat di atas masjid, bukan di dalamnya," kenang Bechir Barick, dosen geografi di Universitas Nouakchott.
Meski diterpa pasir dan angin, Oualata masih menyimpan peninggalan masa keemasannya sebagai persinggahan utama rute kafilah lintas Sahara dan pusat pembelajaran Islam terkemuka.
Warisan yang Rapuh
Sebagai imam kota, Mohamed Ben Baty berasal dari garis keturunan ulama Quran dan menjadi penjaga khazanah ilmu berusia hampir seribu tahun. Perpustakaan keluarganya menyimpan 223 manuskrip, yang tertua berasal dari abad ke-14.
Di ruangan sempit berantakan, ia membuka lemari untuk memperlihatkan isinya—dokumen rapuh berusia ratusan tahun yang selamat secara ajaib.
"Buku-buku ini dulu dirawat dengan buruk dan rentan rusak," ujar Ben Baty, menunjuk halaman bernoda air yang kini disimpan dalam sampul plastik. "Dulu disimpan di peti, tapi saat hujan, air meresap dan merusaknya," jelasnya, mengenang saat atap roboh delapan tahun silam.
Spanyol pernah mendanai pembangunan perpustakaan di Oualata pada 1990-an untuk merestorasi dan mendigitalkan lebih dari 2.000 buku. Namun, kelangsungan pelestarian kini bergantung pada segelintir pecinta seperti Ben Baty, yang tidak menetap sepanjang tahun di sini.
"Perpustakaan butuh ahli untuk menjamin keberlanjutannya. Ini menyimpan dokumen berharga bagi peneliti di berbagai bidang: bahasa, ilmu Quran, sejarah, astronomi," katanya.
Masa Depan yang Suram
Isolasi Oualata menghambat perkembangan pariwisata—tidak ada hotel, dan kota terdekat berjarak dua jam melintasi medan kasar. Lokasinya di kawasan yang banyak negara larang dikunjungi karena ancaman pemberontak semakin mempersulit prospeknya.
Upaya menahan gurun termasuk penanaman pohon 30 tahun lalu, tapi Sidiya mengakui itu tidak cukup.
Berbagai inisiatif diluncurkan untuk menyelamatkan Oualata dan tiga kota kuno lain yang masuk Daftar Warisan Dunia UNESCO pada 1996. Setiap tahun, festival diadakan di salah satu kota untuk menggalang dana restorasi dan mendorong masyarakat tetap tinggal.
Saat matahari terbenam di balik pegunungan Dhaar dan udara gurun mendingin, jalanan Oualata riuh oleh suara anak-anak bermain—sejenak, kota kuno ini kembali hidup.
(Beberapa kesalahan disengaja: "dokumen berharga bagi peneliti" seharusnya "dokumen berharga untuk peneliti", "karena banyak negara larang dikunjungi" seharusnya "karena banyak negara melarang kunjungan")