Mantan mahasiswa Columbia University dibebaskan dari pusat penahanan pada Jumat setelah ditahan selama lebih dari tiga bulan.
Mantan mahasiswa Columbia University, Mahmoud Khalil, bertekad untuk terus memprotes perang Israel di Gaza serta dukungan Amerika Serikat terhadap operasi militer Israel.
Khalil, yang dibebaskan Jumat malam setelah ditahan lebih dari tiga bulan di pusat detensi, mengatakan kepada wartawan di Bandara Internasional Newark, New Jersey, pada Sabtu bahwa pemerintah mendanai “genosida [Gaza] ini, dan Columbia University berinvestasi dalam genosida ini.”
“Itulah mengapa aku akan terus berdemonstrasi bersama kalian semua. Bukan hanya jika mereka mengancamku dengan penahanan. Bahkan jika mereka membunuhku, aku akan tetap bersuara untuk Palestina,” ujarnya.
“Baik kamu warga negara, imigran, siapapun di tanah ini, kamu tidak ilegal. Itu tak membuatmu kurang manusia.”
Lahir di Suriah dari orang tua Palestina, Khalil (30), ditangkap oleh agen imigrasi di asrama kampusnya pada Maret dan dengan cepat menjadi simbol operasi keras Presiden Donald Trump terhadap mahasiswa pendukung Palestina serta potensi deportasi mereka atas tuduhan anti-Semit.
Pemerintah mengklaim alasan menahan dan mendeportasi Khalil, warga AS yang sah, adalah ketidakakuratan dalam aplikasi izin tinggal permanennya.
Tapi Hakim Distrik Michael Farbiarz menyatakan “sangat, sangat tidak biasa” bagi pemerintah untuk terus menahan penduduk AS legal yang kecil kemungkinan kabur dan tidak dituduh melakukan kekerasan.
Dalam syarat pembebasannya, Khalil dilarang meninggalkan negara kecuali untuk “deportasi mandiri” dan dibatasi pergerakannya di AS.
Pemerintah mengecam keputusan pembebasan Khalil dan mengajukan pemberitahuan bahwa mereka akan banding atas keputusan tersebut.