DEN HAAG, Belanda (AP) — Pengadilan hak asasi manusia tertinggi di Eropa akan memutuskan pada Rabu mengenai tindakan Rusia dalam konflik di Ukraina, termasuk pelanggaran HAM selama invasi skala penuh dan penembakan Malaysia Airlines Penerbangan MH17.
Hakim di Mahkamah Eropa untuk Hak Asasi Manusia (ECHR) di Strasbourg akan memutuskan empat kasus yang diajukan oleh Ukraina dan Belanda melawan Rusia. Ini menjadi pertama kalinya pengadilan internasional mengadili tanggung jawab Rusia atas konflik yang lebih luas di Ukraina sejak 2014.
Keputusan ini sebagian besar bersifat simbolis. Keluhan diajukan sebelum badan pengatur pengadilan mengusir Moskow pada 2022, setelah invasi skala penuh.
Keluarga korban tragedi MH17 melihat keputusan ini sebagai tonggak penting dalam perjuangan mereka selama 11 tahun mencari keadilan.
"Ini langkah nyata untuk memahami siapa yang benar-benar bertanggung jawab," kata Thomas Schansman, yang kehilangan putranya Quinn (18) dalam tragedi itu, kepada The Associated Press.
Boeing 777 yang terbang dari Amsterdam ke Kuala Lumpur ditembak jatuh pada 17 Juli 2014 menggunakan rudal Buk buatan Rusia yang diluncurkan dari wilayah Ukraina timur yang dikuasai pemberontak separatis. Semua 298 penumpang dan kru tewas, termasuk 196 warga Belanda.
Pada Mei lalu, badan penerbangan PBB menyatakan Rusia bertanggung jawab atas bencana tersebut.
ECHR adalah bagian penting dari Dewan Eropa, lembaga HAM terkemuka di benua itu. Rusia dikeluarkan dari dewan karena invasi dan perang di Ukraina. Namun, pengadilan masih bisa menangani kasus terhadap Rusia dari sebelum pengusirannya.
Pada 2023, hakim memenangkan Ukraina dan Belanda dalam sengketa yurisdiksi, menyimpulkan ada bukti cukup bahwa wilayah Ukraina timur yang dikuasai pemberontak berada "di bawah yurisdiksi Federasi Rusia", termasuk penyediaan senjata serta dukungan politik dan ekonomi.
Keputusan Rabu bukan yang terakhir dari ECHR terkait perang ini. Kyiv masih memiliki kasus lain terhadap Rusia, dan ada hampir 10.000 kasus yang diajukan individu melawan Kremlin.
Keputusan di Strasbourg terpisah dari penuntutan pidana di Belanda, di mana dua orang Rusia dan satu pemberontak Ukraina dinyatakan bersalah in absentia atas pembunuhan massal terkait penembakan MH17.
Sementara itu, pada 2022, Mahkamah Internasional PBB memerintahkan Rusia untuk menghentikan operasi militer di Ukraina selama proses persidangan, yang memakan waktu tahunan. Rusia mengabaikan perintah ini.
Bulan lalu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy secara resmi menyetujui rencana mendirikan pengadilan internasional baru untuk mengadili pejabat tinggi Rusia atas invasi skala penuh ke Ukraina.
Schansman, yang juga mengajukan kasus individu ke ECHR, tak berencana berhenti menuntut keadilan, lebih dari satu dekade setelah kematian putranya.
"Hal terburuk yang bisa kami lakukan adalah berhenti berjuang," katanya kepada AP. "MH17 bukan kasus yang akan hilang bagi Rusia."