Keputusan Buka Jalan bagi Partai Muslim Terbesar untuk Ikut Pemilu Berikutnya
Pengadilan Tinggi memulihkan pendaftaran partai Muslim terbesar di Bangladesh setelah lebih dari satu dekade dilarang oleh mantan Perdana Menteri Sheikh Hasina.
Keputusan Mahkamah Agung pada Minggu ini memungkinkan Jamaat-e-Islami untuk terdaftar resmi di Komisi Pemilihan, membuka jalan bagi partisipasinya dalam pemilu umum mendatang yang dijanjikan pemerintah sementara akan digelar paling lambat Juni tahun depan.
Pengacara Jamaat-e-Islami, Shishir Monir, menyatakan keputusan ini akan mendorong "sistem demokratis, inklusif, dan multipartai" di negeri mayoritas Muslim berpenduduk 170 juta ini.
"Kami berharap rakyat Bangladesh, tanpa memandang etnis atau identitas agama, akan memilih Jamaat sehingga parlemen dapat hidup dengan debat konstruktif," ujar Monir kepada wartawan.
Partai ini sebelumnya mengajukan peninjauan ulang atas putusan pengadilan tinggi tahun 2013 yang membatalkan pendaftarannya, setelah pemerintahan Hasina digulingkan oleh gerakan mahasiswa nasional Agustus lalu.
Hasina, 77 tahun, kabur ke India dan kini diadili in absentia atas tindakan kerasnya tahun lalu yang dituding jaksa sebagai "serangan sistematis" terhadap demonstran—menurut PBB, menewaskan hingga 1.400 orang.
Pemimpin Kunci Dibebaskan
Keputusan Mahkamah Agung soal Jamaat-e-Islami muncul setelah membatalkan vonis terhadap ATM Azharul Islam, salah satu tokoh kunci partai, pada Selasa.
Islam dihukum mati tahun 2014 atas dakwaan pemerkosaan, pembunuhan, dan genosida selama perang kemerdekaan Bangladesh dari Pakistan 1971. Jamaat-e-Islami kala itu mendukung Pakistan, sikap yang masih memicu kemarahan banyak warga Bangladesh hingga kini.
"Kami, sebagai individu maupun partai, tidak luput dari kesalahan," ujar pemimpin Jamaat-e-Islami Shafiqur Rahman setelah pembatalan vonis Islam, tanpa merinci maksudnya.
"Kami mohon maaf jika pernah berbuat salah," lanjutnya.
Anggota partai ini dahulu bersaing dengan ayah Hasina, Sheikh Mujibur Rahman dari Liga Awami, yang kelak menjadi presiden pertama Bangladesh.
Hasina melarang Jamaat-e-Islami selama masa jabatannya dan menindak para pimpinannya.
Pada Mei lalu, pemerintah sementara pimpinan peraih Nobel Muhammad Yunus melarang Liga Awami, menunggu hasil proses hukum terkait tindakan kerasnya terhadap protes massal tahun lalu.