Mahkamah Agung AS Mendukung Pemerintahan Trump dalam Dua Kasus Akses Arsip Pemerintah
Mahkamah Agung Amerika Serikat memenangkan pemerintahan Presiden Donald Trump dalam dua kasus terkait arsip pemerintah—dan siapa yang berhak mengaksesnya.
Pada hari Jumat, mayoritas konservatif yang terdiri dari enam hakim membatalkan keputusan pengadilan rendah yang membatasi jenis data yang bisa diakses oleh Departemen Efisiensi Pemerintahan (DOGE) milik Trump melalui Administrasi Jaminan Sosial (SSA).
Dalam kasus terpisah, mayoritas juga memutuskan bahwa DOGE tidak wajib menyerahkan dokumen berdasarkan Undang-Undang Kebebasan Informasi (FOIA), sebuah regulasi transparansi pemerintah.
Di kedua kasus, tiga hakim yang berpandangan liberal—Sonia Sotomayor, Ketanji Brown Jackson, dan Elena Kagan—menentang keputusan mayoritas.
DOGE berada di garis depan kampanye Trump untuk membentuk ulang pemerintah federal dan memangkas "pemborosan birokratis."
Diperkenalkan pada 13 November—hanya delapan hari setelah kemenangan Trump—DOGE dirancang untuk "meruntuhkan birokrasi pemerintah, mengurangi regulasi berlebihan, memotong pengeluaran sia-sia, dan merestrukturisasi lembaga federal."
Awalnya, tidak jelas bagaimana DOGE berinteraksi dengan cabang eksekutif: apakah sebagai panel penasihat, departemen baru, atau entitas non-pemerintah.
Namun, pada 20 Januari—saat Trump dilantik untuk masa jabatan keduanya—ia mengumumkan bahwa Layanan Digital AS (inisiatif teknologi era Obama) akan direorganisasi untuk membentuk DOGE.
Sejak itu, panel efisiensi pemerintah ini memimpin perubahan besar-besaran di pemerintahan federal, melakukan PHK massal, dan berupaya menutup lembaga seperti Badan Pembangunan Internasional AS (USAID).
DOGE juga mengklaim telah menghemat biaya dan mengungkap penipuan, meski banyak klaim tersebut dibantah atau dipertanyakan jurnalis dan ahli.
Selain itu, perubahan radikal DOGE pada pemerintah federal memicu kritik dan kekhawatiran, terutama saat mereka meminta akses lebih luas ke data dan sistem sensitif.
Hingga pekan lalu, DOGE dipimpin oleh Elon Musk, miliader dan entrepreneur teknologi yang mendukung kampanye Trump. Namun, hubungan mereka retak setelah Musk mengakhiri masa jabatannya sebagai "pegawai pemerintah khusus" di Gedung Putih.
Perpecahan ini membuat masa depan DOGE tidak pasti.
Akses ke Data Jaminan Sosial
Salah satu inisiatif kontroversial DOGE adalah upayanya mengakses data Jaminan Sosial atas nama memberantas pemborosan, penipuan, dan penyalahgunaan.
Di awal masa jabatan kedua Trump, baik presiden maupun Musk mengulangi klaim menyesatkan bahwa pembayaran Jaminan Sosial diberikan kepada jutaan orang berusia "150 tahun atau lebih." Namun, pemeriksa fakta membantah hal itu.
Mereka menjelaskan bahwa SSA memiliki kode untuk menghentikan otomatis pembayaran kepada siapa pun yang tercatat berusia lebih dari 115 tahun.
Mereka juga mencatat bahwa bahasa pemrograman COBOL menandai entri tidak lengkap dalam sistem SSA dengan tanggal lahir 150 tahun lalu—mungkin memicu kebingungan pemerintahan Trump. Menurut laporan inspektur jendral 2024, kurang dari 1% pembayaran SSA salah.
Namun, pejabat Trump mengkritik SSA, dengan Musk menyebutnya "skema Ponzi terbesar sepanjang masa" dan menyerukan pembubarannya.
Pada Maret, Hakim Distrik AS Ellen Lipton Hollander memblokir akses tak terbatas DOGE ke data SSA, mengutip sifat sensitif informasi tersebut.
Misalnya, nomor Jaminan Sosial penting untuk verifikasi identitas di AS, dan kebocorannya bisa membahayakan privasi.
Lipton Hollander menyatakan DOGE "tidak pernah mengidentifikasi alasan mengapa butuh akses tanpa batas ke seluruh sistem arsip SSA." Ia mempertanyakan mengapa DOGE tidak memilih pendekatan yang "lebih terukur."
"Pemerintah hanya mengulangi mantra ‘modernisasi sistem dan pemberantasan penipuan’," tulisnya. "Metodenya ibarat memukul lalat dengan palu godam."
Namun, keputusannya memperbolehkan DOGE melihat data anonim—tanpa informasi pengenal pribadi.
Pemerintahan Trump mengajukan banding ke Mahkamah Agung, berargumen bahwa Lipton Hollander melampaui kewenangannya.
Pada Jumat, Mahkamah Agung mengabulkan petisi darurat Trump, mencabut pembatasan sementara Lipton Hollander melalui keputusan tanpa tanda tangan.
Namun, Hakim Brown Jackson mengeluarkan dissenting opinion keras, menuding Mahkamah Agung melanggar norma untuk membantu presiden yang enggan menunggu proses hukum di pengadilan rendah.
"Pengadilan ini lagi-lagi bertindak sebagai ‘responden darurat’, malah memicu api alih-alih memadamkannya," tulis Jackson.
Ia berpendapat pemerintah Trump tidak membuktikan "kerugian tak tergantikan" jika akses DOGE ke data SSA dibatasi sementara.
Dengan mengabulkan petisi darurat, ia menilai Mahkamah Agung "mengesampingkan pertimbangan hukum hati-hati dan menciptakan risiko privasi bagi jutaan warga AS."
Apakah DOGE Tunduk pada Hukum Transparansi?
Keputusan kedua Mahkamah Agung terkait apakah DOGE wajib menyerahkan dokumen di bawah hukum transparansi federal.
Pertanyaan ini diajukan dalam gugatan oleh Citizens for Responsibility and Ethics in Washington (CREW), kelompok pengawas pemerintah.
CREW berargumen bahwa kekuasaan luas DOGE seharusnya membuatnya tunduk pada FOIA seperti lembaga eksekutif lain. Namun, mereka juga menuding ketidakjelasan struktur DOGE membuatnya kebal dari investigasi eksternal.
"Meski informasi publik menunjukan DOGE tunduk pada FOIA, ketidakjelasan wewenangnya membuat hal itu masih dipertanyakan," kata CREW dalam pernyataan.
Kelompok ini berupaya memaksa DOGE membuka informasi tentang operasi internalnya.
Meski hakim distrik mendukung permintaan CREW pada April, Mahkamah Agung pada Jumat menghentikan sementara keputusan itu dan mengembalikan kasus ke pengadilan banding.
Mayoritas konservatif menyatakan penentuan status suatu entitas sebagai "lembaga" di bawah FOIA "tidak boleh bergantung pada kemampuannya membujuk."
Mereka juga menekankan pengadilan harus bersikap "santun dan menahan diri" terkait komunikasi internal eksekutif.