Larangan Tanzania terhadap Warga Asing yang Mengoperasikan Usaha Kecil Picu Reaksi Kenya

Tanzania melarang warga asing memiliki dan mengoperasikan bisnis skala kecil, memicu kekhawatiran dan protes dari Kenya tetangga.

Kebijakan baru itu melarang mereka berbisnis di 15 sektor termasuk transfer uang seluler, pemandu wisata, pertambangan kecil, pembelian hasil pertanian, salon kecantikan, toko suvenir, serta pendirian stasiun radio dan TV.

Menteri Perdagangan Selemani Jafo menjelaskan bahwa warga asing semakin banyak terlibat di sektor informal dan bidang-bidang yang seharusnya diisi oleh warga Tanzania.

Di dalam negeri, kebijakan ini umumnya disambut baik di tengah kekhawatiran bahwa warga asing, termasuk orang Tiongkok, telah mengambil alih perdagangan kecil.

Tahun lalu, pedagang di kawasan perbelanjaan Kariakoo, Dar es Salaam, mogok untuk memprotes pajak yang memberatkan dan persaingan tidak adil dari pedagang Tiongkok.

“Kami mendukung keputusan ini karena melindungi mata pencaharian pedagang Tanzania,” kata Severine Mushi, ketua asosiasi pedagang Kariakoo, kepada koran Citizen.

Pelanggar berisiko dikenai denda, hukuman enam bulan penjara, serta pencabutan visa dan izin kerja.

Jafo menambahkan, larangan yang diumumkan Senin itu diharapkan juga mendorong warga asing berinvestasi di bisnis berskala besar.

Namun, keputusan ini memicu kemarahan di Kenya, dengan beberapa pihak berargumen bahwa hal ini melanggar kesepakatan Komunitas Afrika Timur (EAC) yang menjamin kebebasan pergerakan orang dan perdagangan di antara delapan negara anggotanya.

Ketua Komite Perdagangan Majelis Nasional Kenya Bernard Shinali memperingatkan bahwa langkah ini bisa memicu pembatasan balasan, dilaporkan Daily Nation.

“Banyak juga warga Tanzania yang bekerja di lokasi pertambangan kami,” katanya seperti dikutip koran tersebut.

“Jelas Tanzania sudah keterlaluan dan kita harus putus hubungan dengan mereka.”

Shinali mengatakan parlemen Kenya akan memanggil menteri perdagangan untuk memberikan penjelasan lebih lanjut.

MEMBACA  Makhluk 'aneh' yang berburu seperti 'pembunuh' — ditemukan sebagai spesies baru. Lihatlah

Pengusaha hotel kenamaan Kenya, Mohammed Hersi, juga mempertanyakan kebijakan Tanzania membatasi pekerjaan untuk warga asing.

“Terkadang, penting untuk melihat gambaran besar… Proteksionisme tidak akan pernah membantu suatu negara berkembang,” tulisnya di X.

Banyak warga Kenya lain juga menyuarakan kekhawatiran di media sosial, menyebut kebijakan Tanzania sebagai tantangan besar bagi integrasi regional.

“Warga Tanzania bebas berbisnis kecil di Kenya tanpa hambatan. Jelas Tanzania tidak serius mewujudkan EAC,” tulis seorang netizen di X.

Tanzania dan Kenya kerap mengalami ketegangan politik dan ekonomi.

Penerapan tarif protektif dan larangan impor Tanzania sebelumnya telah dikritik oleh mitra regionalnya.

Pada Mei lalu, Menteri Luar Negeri Kenya Musalia Mudavadi mengatakan sekitar 250.000 warga Kenya tinggal, bekerja, atau berbisnis di Tanzania, seraya menekankan pentingnya menjaga hubungan baik.

Pernyataannya dilontarkan menyusul ketegangan diplomatik terkait perlakuan Tanzania terhadap warga Kenya yang datang ke Dar es Salaam untuk mengamati pengadilan makar pemimpin oposisi Tundu Lissu.

Beberapa di antaranya dideportasi, sementara aktivis Kenya Boniface Mwangi dan aktivis Uganda Agather Atuhaire dilaporkan hilang dan kemudian dikabarkan mengalami penyiksaan dan pelecehan seksual.

Tanzania akan menggelar pemilu umum Oktober mendatang, dengan partai berkuasa CCM diperkirakan tetap memimpin.