New York nyatakan ‘keadaan darurat’ sementara pejabat negara bagian dan setempat berusaha membantu warga yang akan kehilangan tunjangan.
Jutaan orang di Amerika Serikat yang bergantung pada program bantuan nutrisi menghadapi ketidakpastian, sebab bantuan pangan akan berakhir pada Sabtu di tengah shutdown pemerintah yang berlangsung.
Gubernur New York Kathy Hochum mengumumkan keadaan darurat pada Kamis, bergabung dengan pejabat negara bagian dan kotamadya lainya yang memanfaatkan dana lokal untuk mengisi kekosongan.
Rekomendasi Cerita
list of 3 items
end of list
“Saya mendeklarasikan Keadaan Darurat untuk menggunakan semua alat yang kami miliki guna membantu tiga juta warga New York yang kehilangan bantuan pangan karena shutdown GOP,” kata Hochul dalam postingan media sosial.
Rhode Island, Virginia dan New Mexico juga telah mengumumkan deklarasi darurat dalam hari-hari terakhir untuk menangani krisis ini.
Meskipun layanan federal sering menghadapi komplikasi atau gangguan selama shutdown pemerintah, keputusan pemerintahan Trump untuk sepenuhnya menangguhkan tunjangan makanan mulai 1 November adalah hal yang tidak biasa.
Belum pernah sebelumnya pemerintah federal membekukan dana untuk Program Bantuan Nutrisi Tambahan (SNAP), yang kadang disebut sebagai kupon makanan.
Demokrat telah menuduh Gedung Putih mempolitisasi bantuan pangan untuk mendesak politisi agar sejalan dengan prioritas Trump.
Dua puluh lima negara bagian yang dipimpin Demokrat telah menggugat untuk memastikan SNAP terus menerima pendanaan, dan pada Kamis, sidang digelar di pengadilan federal di Massachusetts.
“Dengan ditangguhkannya tunjangan SNAP, kebutuhan nutrisi jutaan anak usia sekolah di Negara Bagian Penggugat tidak akan terpenuhi,” tulis para penggugat dalam berkas gugatan.
Mereka juga berargumen bahwa pedagang grosir dan merchant lain yang bekerja sama dengan program bantuan pangan akan terdampak negatif.
Hakim Distrik AS Indira Talwani mengindikasikan bahwa dia berencana mengeluarkan keputusan pada hari itu juga.
Talwani juga menyatakan bahwa pemerintah harus menemukan “cara yang adil untuk mengurangi tunjangan” sebagai alternatif alih-alih mengakhirinya sepenuhnya.
Sekitar 42 juta orang — atau satu dari setiap delapan orang di AS — bergantung pada bantuan nutrisi federal, yang merupakan bagian penting dari upaya anti-kemiskinan AS.
SNAP menelan biaya hampir $8 miliar per bulan untuk dioperasikan oleh Departemen Pertanian AS (USDA), dan sebelumnya, departemen tersebut telah mengambil dari dana kontinjensinya untuk menjaga aliran bantuan pangan.
Namun kali ini, pemerintahan Trump berargumen bahwa mereka tidak dapat mengakses dana-dana tersebut sebagai bagian dari shutdown pemerintah, yang telah mempertentangkan Demokrat dengan Republik.
Kedua belah pihak mencapai kebuntuan mengenai apakah akan bernegosiasi untuk akses kesehatan yang lebih luas dan gagal mengesahkan RUU anggaran sebelum batas waktu 30 September.
USDA kemudian mengumumkan penghentian dana SNAP pada 26 Oktober, menyalahkan Demokrat karena gagal mendanai pemerintah.
“Intinya, sumber dayanya telah habis,” tulis USDA dalam pernyataan di situs webnya. “Pada saat ini, tidak akan ada tunjangan yang dikeluarkan pada 1 November. Kita mendekati titik balik bagi Senator Demokrat.”
Pengumuman itu membuat pejabat negara bagian dan kotamadya berebut mencari cara untuk membantu warga yang mungkin kesulitan mengakses makanan. Bank makanan nirlaba dan layanan lainnya juga bersiap menghadapi peningkatan permintaan.
Kelompok-kelompok masyarakat sipil menyatakan keprihatinan khusus atas dampak potensial yang dapat ditimbulkan oleh pemotongan tunjangan terhadap kelompok rentan, seperti anak-anak dan masyarakat miskin.
“Seiring berlanjutnya shutdown pemerintah ini, para uskup AS sangat prihatin bahwa program-program penting yang mendukung kebaikan bersama, seperti SNAP, mungkin terputus,” kata Konferensi Waligereja Katolik AS dalam sebuah pernyataan.
“Ini akan menjadi bencana bagi keluarga dan individu yang mengandalkan SNAP untuk menyediakan makanan di meja makan dan membebankan dampak shutdown ini paling berat kepada kaum miskin dan rentan di bangsa kita, yang paling tidak mampu untuk bertahan.”