Media pemerintah menyebut kelompok bersenjata melanggar gencatan senjata yang disepakati di wilayah mayoritas Druze.
Kelompok bersenjata Druze telah menyerang personel pasukan keamanan internal Suriah di daerah rawan Suwayda, menewaskan setidaknya satu prajurit pemerintah dan melukai sejumlah lainnya, serta membombardir beberapa desa di provinsi selatan tersebut, menurut siaran televisi pemerintah Ekhbariya.
Laporan Ekhbariya pada Minggu mengutip sumber keamanan yang menyatakan kelompok-kelompok bersenjata telah melanggar gencatan senjata yang disepakati di wilayah mayoritas Druze, di mana kekerasan sektarian bulan lalu menewaskan ratusan orang.
Menanggapi kekerasan yang kembali terjadi, pemerintah Suriah dalam sebuah pernyataan mengatakan, “kampanye mobilisasi media dan sektarian yang dipimpin gerombolan pemberontak di kota ini tidak berhenti dalam periode terakhir.”
Pernyataan itu menambahkan, “Karena gerombolan ini gagal menggagalkan upaya negara Suriah dan tanggung jawabnya terhadap rakyat kami di Suwayda, mereka memilih melanggar kesepakatan gencatan senjata dengan melancarkan serangan khianat terhadap pasukan keamanan internal di beberapa front serta membombardir sejumlah desa dengan roket dan mortir, mengakibatkan sejumlah personel keamanan syahid dan luka-luka.”
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia melaporkan empat korban tewas dalam kekerasan terakhir di Suwayda, dengan tiga di antaranya prajurit pemerintah dan satu pejuang lokal.
Kerusuhan di Suwayda pecah pada 13 Juli antara pejuang suku Badui dan faksi Druze.
Pasukan pemerintah dikirim untuk meredakan pertempuran, tetapi kekerasan malah memburuk. Israel juga melancarkan serangan terhadap pasukan Suriah serta mengebom jantung ibu kota Damaskus, dengan dalih melindungi kaum Druze.
Druze adalah komunitas minoritas di wilayah ini dengan pengikut di Suriah, Lebanon, dan Israel. Provinsi Suwayda mayoritas dihuni Druze, tapi juga menjadi tempat tinggal suku Badui. Kedua komunitas ini lama berseteru terkait tanah dan sumber daya lain.
Gencatan senjata antara Israel dan Suriah yang difasilitasi AS diumumkan bersamaan dengan pernyataan Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa tentang gencatan senjata di Suwayda setelah upaya-upaya sebelumnya gagal. Pertempuran telah berkecamuk di kota Suwayda dan kota-kota sekitarnya selama hampir seminggu. Suriah mengatakan akan menyelidiki bentrokan tersebut dengan membentuk komite khusus.
Pertumpahan darah di Suwayda menjadi pukulan lain bagi pemerintahan al-Sharaa yang masih muda, setelah gelombang kekerasan sektarian pada Maret yang menewaskan ratusan warga Alawit di wilayah pesisir.
Ratusan keluarga Badui mengungsi akibat pertempuran di Suwayda dan dipindahkan ke Deraa yang berdekatan.
Israel kembali menyerang Suriah
Terpisah, militer Israel pada Minggu menyatakan telah melakukan serangan terhadap target di selatan Suriah pada Sabtu.
Angkatan darat mengatakan mereka menyita senjata dan memeriksa sejumlah tersangka yang diduga terlibat dalam perdagangan senjata di wilayah itu.
Sementara itu, Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi pada Minggu menyatakan lima anggotanya tewas dalam serangan ISIS terhadap pos pemeriksaan di Deir Az Zor, Suriah timur, pada 31 Juli.
SDF adalah kekuatan utama yang bersekutu dengan AS di Suriah selama pertempuran yang mengalahkan ISIS pada 2019 setelah kelompok itu mendeklarasikan kekhalifahan di sebagian wilayah Suriah dan Irak.
ISIS telah berusaha bangkit kembali di Timur Tengah, Barat, dan Asia. Kota Deir Az Zor direbut ISIS pada 2014, tetapi pasukan Suriah merebutnya kembali pada 2017.
Pada Sabtu, Kementerian Pertahanan Suriah menyebut serangan yang dilakukan SDF di pedesaan kota utara Manbij melukai empat personel militer dan tiga warga sipil.
Menurut kantor berita pemerintah SANA, kementerian menggambarkan serangan itu sebagai “tidak bertanggung jawab dan tanpa alasan jelas”.