Perubahan yang terjadi sungguh drastis. Tahun lalu saja, lebih dari 302.200 orang berusaha melakukan perjalanan ke utara dari Amerika Selatan, menurut data dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Namun, seiring kebijakan Presiden Donald Trump yang membuat suaka hampir mustahil diperoleh di AS, arus migrasi ke utara menyusut drastic.
Darien Gap — hamparan hutan liar dan medan terjal — dulu merupakan jalur utama penghubung Amerika Selatan ke utara. Setiap tahun, ratusan ribu orang berjuang menyeberangi jembatan darat ini dalam perjalanan menuju AS.
Tapi kini tidak lagi. PBB mencatat, antara Januari hingga Maret tahun ini, hanya 2.831 orang yang melakukan perjalanan berbahaya tersebut. Angka itu turun 98 persen dibanding periode sama di 2024.
Yagua Parra sendiri pernah menempuh perjalanan itu demi sampai ke AS. Organisasi Internasional untuk Migrasi menyebut rute utara menuju AS sebagai jalur darat migrasi paling mematikan di dunia.
“Perjalanannya keras. Banyak hal terjadi — penculikan, segalanya,” kata Yagua Parra, tato menghiasi wajah mudanya. “Orang-orang kelaparan di sana. Sulit. Hal-hal buruk terjadi.”
Tapi saat sampai di perbatasan selatan AS, ia justru terhambat bersama ribuan orang lain yang gagal menyeberang.
Setelah dilantik untuk masa jabatan kedua pada Januari, Presiden Trump menghentikan aplikasi CBP One, portal online untuk menjadwalkan permohonan suaka.
Siapapun yang melewati perbatasan tanpa dokumen juga dilarang mengklaim perlindungan suaka.
Sementara itu, AS meningkatkan keberadaan militer di perbatasan, semakin menekan angka penyeberangan.
Administrasi Trump mengklaim langkah-langkah tersebut berperan mencapai “angka terendah sepanjang sejarah” dalam penangkapan di perbatasan. Tapi para migran yang gagal menyeberang justru terjebak di Meksiko, terdampar di kawasan perbatasan yang sarat perdagangan manusia dan eksploitasi.